19). Three Silent Words

Terkhusus siang ini, semua anggota rumah sewaan termasuk duo Maya dan Kimmy menikmati santapan shabu-shabu dengan duduk bersila mengelilingi meja sofa di ruang tamu. Untungnya meja tersebut luas, mengalahkan meja sofa lain yang pernah eksis di bumi. Gimana ya, soalnya meja ini didesain fitur lipat yang bisa diperluas hingga dua meter, bahkan bisa dinaikkan hingga sebatas pinggang kalau berdiri. Dalam hal ini, Galang tidak menyarankan fitur kedua karena menurutnya berisiko. Nggak lucu kan jika mereka bertujuh lagi makan enak-enak terus kaki mejanya patah karena dipaksa menahan makanan dengan posisi kakinya dinaikkan?

Lagi pula duduk melantai lebih seru dan semuanya setuju dengan usul ini.

Owen menarik tangan Hara untuk duduk di sebelahnya, yang segera dipelototi oleh Vico. Sejak cowok itu mengungkapkan minatnya, sepertinya dia menjadi begitu perhatian atas segala hal yang berhubungan dengan cewek itu, seolah-olah ada radar yang memperingatkannya untuk segera bertindak.

Vico pindah ke sebelah Hara di sisi lain sementara Maya juga tidak mau kalah. Dia segera duduk di sebelah Owen di sisi lain juga, memancing tatapan cemburu dari Alka.

Alka juga beranjak, kemudian mendorong Galang yang kebetulan posisinya di sebelah Maya, membuat cowok itu menatapnya dengan tatapan mencela.

"Tumben, Alka. Lo biasanya kan senang duduk di ujung, kayak jadi Tuan Rumah," protes Galang yang segera mendapat tepuk tangan penuh semangat dari Vico karena mewakili celetukannya.

"Demi masa depan gue, gue harus bertindak, Lang. Gantian lo deh yang jadi Tuan Rumah, gue mau pensiun," jawab Alka enteng, lantas menoleh ke arah Maya dengan ekspresi yang menurutnya bisa memberi sensasi meluluhkan perasaan kaum hawa, meski itu sebenarnya tidak akan mempan.

Cewek itu jelas mengabaikannya.

"Kimmy, makan yang banyak ya," kata Galang yang bersebelahan dengan Kimmy, sebagai usahanya supaya cewek itu tidak merasa terabaikan. Namanya juga peka, kan. Galang selalu mengerti dengan keadaan di sekelilingnya, membuat Hara merasa salut padanya.

"Lo juga makan yang banyak ya, Gara." Galang menambahkan saat ekor matanya menangkap perhatian Hara di seberang karena posisi cewek itu berada di ujung satunya. "Jangan sungkan. Anggap aja rumah sendiri."

"Kayaknya kalo merasa jadi Tuan Rumah, ucapan kayak gitu jadi kewajiban deh," celetuk Vico sembari menyendokkan sup banyak-banyak ke mangkuk kecil untuk diberikan pada Hara. "Alka juga gitu, meski Galang lebih cocok karena dia jauh lebih ramah."

"Gue denger loh ya," sembur Alka dengan nada berbahaya, tetapi sorot matanya berubah menjadi lembut sewaktu menyerahkan mangkuk berisi sup dengan banyak lauk pada Maya.

Owen tidak mau kalah. Dia mengambilkan nasi untuk Hara, membuat cewek itu merasa seperti mempunyai dua pelayan. "Gue bisa sendiri. Plis deh, kalian ini kenapa sih?"

"Harusnya lo bersyukur, Ga. Siapa sih yang nggak mau dilayani?" tanya Maya sarkastik, menatap Hara seakan dia adalah orang paling munafik sedunia.

"Ayo tukeran tempat duduk kalo gitu," tantang Hara dengan nada jengah dan segera beranjak, tetapi ditahan oleh duo Owen dan Vico secara serempak, yang tenaganya menjadi berlebihan hingga cewek itu kembali duduk dengan bunyi debum kuat yang berefek pada bokongnya.

Hara menggeram kesal, membuat keduanya sontak dibuat kicep. "Gue bisa gila lama-lama. Beneran deh!"

"Maaf ya, Gara. Gue nggak sengaja," ucap Owen dengan nada penuh rasa bersalah, berbanding terbalik dengan Vico yang selalu minus akhlak.

"Jangan gila, Ga. Tapi kalo cinta karena gila, gue dukung soalnya hubungan kita nantinya jadi hubungan terlarang, kan?"

"Apa lo bilang? Heh, gue ini nggak kayak elo, malah bangga lagi sama homo-homoan kayak gini! Kayaknya gue harus pacaran sama cewek lain biar lo sadar diri, deh."

"Lo belum pernah pacaran, Ga. Lagian emangnya lo udah punya calonnya? Nggak, kan?" tantang Vico sementara Owen tenang-tenang saja.

Ya iyalah, dia kan sudah tahu kalau yang duduk di sebelahnya ini adalah Hara. Jelas-jelas, dia adalah cewek tulen.

"Ada dong dan jelas lebih normal."

"Siapa?"

"Kimmy."

Satu kata singkat, jelas, dan padat tetapi memberikan efek luar biasa pada semua orang. Kimmy terbatuk-batuk hebat hingga Galang segera memberinya segelas air meski dia juga kaget dengan jawaban tidak terduga dari Hara. Maya dan Alka sama-sama syok hingga tidak bisa mengeluarkan kata-kata, sedangkan Vico jelas menunjukkan ekspresi patah hati yang kentara.

Owen? Ternyata dia jauh lebih kalem dari semuanya karena sekali lagi, dia jelas-jelas tahu Hara adalah cewek tulen dan tentunya, ini adalah strategi untuk mencegah perasaan terlarang Vico.

Bagi Owen ini bagus karena dia juga berharap supaya Vico segera menyerah. Win-win solution nih namanya.

"Kimmy lagi, Kimmy lagi! Kenapa dia, sih?" protes Vico tidak terima. "Kenapa bukan cewek lain yang lebih oke, coba?"

"Apa lo bilang?" tanya Kimmy tersinggung, matanya segera menatap tajam Vico. "Jadi maksudnya gue nggak layak buat Gara?"

"Jelas lebih layak dia dong, emangnya siapa lagi?" jawab Hara kalem, memberikan efek luar biasa lagi pada Kimmy hingga cewek itu lantas tersipu. "Kalo Maya jelas nggak mungkin dong, dia kan jelas-jelas sukanya sama Owen."

Pernyataan terakhir Hara segera disambut anggukan kuat-kuat oleh Maya. Untuk pertama kalinya dia memberikan ekspresi yang tidak ada bedanya dengan rasa hormat yang tinggi.

"Apa sih yang lo suka dari Kimmy?" tanya Vico, mengabaikan tatapan tersinggung dari Kimmy.

"Kimmy itu nggak neko-neko, walau dia sering jutek tapi gue tau hatinya baik. Setidaknya dia nggak pura-pura."

"Sejak kapan lo jadi perhatian gini? Jangan bilang... lo suka sama gue?" tanya Kimmy pelan, rona merah telah menjalari seluruh wajah hingga ke daun telinganya, membuat Hara sadar diri.

Ya ampun. Jangan bilang kalo Kimmy ternyata suka sama Gara?

"Hmm... gue belum tau kalo soal itu. Tapi setidaknya lo menarik perhatian gue," jawab Hara akhirnya, segera melirik Owen untuk meminta pertolongan.

"Hmm... gimanapun gue nggak bakal lepasin Gara karena gue suka sama dia," timpal Owen kaku, membuat Hara meliriknya tajam dan Maya jelas terpukul melihat situasi ini.

Yang lain memilih untuk menghela napas panjang.

*****


"Bagus ya, Owen. Lo semakin menegaskan kalo kita ini memang terlibat hubungan terlarang," sindir Hara dengan tatapan galak sementara Owen menyusul dari belakang dengan kepala yang ditundukkan.

"Yaaa... emangnya mau ngeles gimana lagi?" tanya Owen pelan, seakan sedang berbicara dengan dirinya sendiri setelah dia menutup pintu kamar.

Hara duduk di sisi ranjang, balas menatap Owen dengan intens. "Banyak dong, salah satunya lo kan bisa mengalihkan perhatian dengan memuji masakan Galang, misalnya. Atau lo bisa bilang kalau Gara itu memang baik ke semua orang karena sifat laknatnya mirip Vico yang nggak tanggung-tanggung. Kenapa malah nyatain perasaan lo, sih?"

"Maaf ya, Ra. Gue nggak ada ide."

Hara menghela napas panjang. "Oke deh, kita lupain aja. Yang penting Kimmy nggak terlalu berharap sama Gara. Bisa berabe kan kalo dia mulai suka sama gue padahal aslinya gue itu cewek?"

"Menurut gue malah lebih berabe kalo Vico tau yang sebenarnya. Dia pasti bahagia banget setelah tau kalo lo itu cewek."

"Kenapa?" tanya Hara, mulai tergoda untuk mengisengi Owen. "Lo merasa terkalahkan?"

"Dia kan ganteng banget, Ra." Nada Owen terdengar seakan Hara tidak peka.

Keisengan Hara malah semakin menjadi-jadi. "Oh ya? Tapi Maya malah lebih milih lo daripada Vico. Menurut gue, itu membuktikan kalo punya wajah ganteng bukan segalanya."

"Sebaliknya menurut gue, perasaan yang dibalas jauh lebih penting terlepas dari siapa yang lebih ganteng."

"Loh kok jadi baper?" tanya Hara.

Owen balas menatap Hara sembari memanyunkan bibirnya dan menghela napas panjangnya. "Entahlah."

"Eh, baper beneran rupanya."

"Nggak kok," kilah Owen.

"Jelas-jelas iya," kata Hara keras kepala. "Oh ya, gue kembali ke kamar Gara ya malam ini."

Kepala Owen segera dialihkan ke Hara terlalu cepat hingga otot lehernya menegang. "Yahhh... kok cepet banget? Gue masih kebayang film horornya nih. Gimana dong?"

"Lampu kamar lo kan terang, Wen. Cemen banget sih, si Maya bakal ilfil nggak tuh kalo tau cemen lo separah apa."

"Gue udah bilang sama lo, Ra. Bagi gue, Maya itu nggak penting karena gue nggak ada perasaan sama dia. Gue sukanya sama lo."

"Selain cepat baper, lo frontal banget ya soal menyatakan perasaan," komentar Hara. "Perlu gue respons, nih?"

"Nggak perlu, karena gue udah tau jawabannya."

"Emang jawaban gue apa?"

"Nggak usah nanya lagi, Ra. Jelas-jelas perasaan gue nggak berbalas."

"Meski nggak berbalas, yang jelas gue nggak ilfil sama lo."

"Hah?" tanya Owen dengan tatapan melongo, tidak percaya dengan pendengarannya sendiri.

"Hah lagi. Tapi gue nggak bakal lama di sini. Gara nggak selamanya di rumah sakit, kan? Semuanya bakal kembali ke keadaan yang seharusnya setelah Gara sembuh."

"Maksudnya, lo bakal pergi?" tanya Owen pelan, nada bicaranya jelas tidak terima dengan pernyataan Hara.

"Sejak awal tujuan gue hanya menggantikan Gara, Wen. Setelah semuanya berjalan sesuai rencana, gue rasa gue nggak ada alasan lain buat bertahan di sini."

"Kalo alasannya karena gue nahan lo, apa mungkin?" bisik Owen, yang segera tahu kalau pertanyaannya sangat tidak masuk akal dan jelas tidak akan terwujud. Sampai kapan pun.

Hara tersenyum, tampak begitu tulus hingga Owen merasa ingin memeluknya meski dia menahan keinginan itu. Perasaan bersalah mulai menguasainya lagi hingga dia merasa pelukan tersebut tidak akan layak.

Karena Hara belum tahu kebenaran yang sebenarnya.

"Gue bisa rasain kalo lo tulus sama gue, Wen. Itulah sebabnya gue akhirnya menghancurkan benteng yang gue bangun sendiri. Lo yang berhasil membuat gue tau ketulusan itu ada. Dan juga... perasaan lo ke gue, gue benar-benar menghargainya. Thanks, ya."

Hara menjulurkan sebelah tangan untuk menyentuh puncak kepala Owen lagi dan tersenyum sambil menatap intens. "That's why I can't accept your heart, because I know there'll be time when we have to say goodbye each other after Gara's coming back. It means, my existence isn't necessary anymore."

"Ra...."

"Gue nggak mau terlibat dalam suatu hubungan yang lebih dari dekat dari seharusnya. Gue takut dibuang. Dari luar, semuanya mengira gue adalah cewek tangguh dan bisa menghadapi semuanya dengan baik. Tapi, gue sebenarnya lemah, Wen. Gue nggak sekuat yang kalian kira. Karakter tsundere yang selama ini kalian tau melekat pada gue, itu cuma sekedar topeng aja buat menutup diri gue dari kalian."

"Hara...."

"Lo orang pertama yang tau sisi kelemahan gue. Itu artinya lo tau kan apa makna eksistensi lo bagi gue? Jadi gue nggak akan ungkapin tiga kata itu. Maaf ya. Gue harap lo bisa menemukan cewek yang lebih kuat dari gue," potong Hara lagi, kali ini tatapannya tidak terlihat seintens tadi karena ada lapisan bening yang menghalangi pandangan matanya, yang menulari Owen hingga matanya ikut memerah.

"Jadi, tolong hargai gue dengan membiarkan gue mengambil keputusan gue sendiri. Anggap aja kita mengulang perpisahan kita 8 tahun yang lalu. Selama durasi itu, bukankah kita bisa menjalaninya? Mau itu 8 tahun, 10 tahun, bahkan 20 tahun, gue yakin kita bisa melewatinya."

Lantas usai mengatakan semua itu, Hara meninggalkan kamar Owen setelah sebelumnya melipat kasur di lantai untuk dipindahkan ke kamar Gara.

Mereka masing-masing tidak tahu kalau keduanya telah menitikkan air mata secara diam-diam.

Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top