Chapter 02

    Hanyang, musim semi yang begitu tenang. Berbeda dengan penduduk yang tinggal di sekitar kaki Baekdusan, para penduduk yang tinggal di Hanyang tak terpengaruh oleh pesta rakyat di kaki Baekdusan. Semua masih berjalan seperti biasa. Ketidakadilan kerap menjadi pemandangan yang wajar di beberapa sudut kota.

    Pagi itu Pangeran Yi Tan kedatangan tamu yang menimbulkan banyak tanya dalam hatinya. Sang Pangeran turun ke halaman untuk menghampiri seorang pria berpakaian kasim. Dan ketika pemuda itu sampai di hadapan sang kasim, pria itu segera menunduk dalam sebagai sebuah penghormatan.

    Yi Tan menegur, "apa yang membawamu datang kemari?"

    Sang kasim tak berucap lebih dulu sebelum memberikan sebuah surat yang ditujukan kepada sang Pangeran.

    Yi Tan menerima surat itu dengan gurat tanya di wajahnya. "Apa ini?"

    "Aku hanya datang untuk menyampaikan surat yang dikirimkan oleh Baginda Raja untuk Pangeran. Tugasku sudah selesai, Pangeran. Aku mohon undur diri."

    Kasim itu kembali menunduk dalam sebelum meninggalkan Yi Tan. Dan selepas kepergian si kasim, sang Pangeran lantas membuka surat itu dan membacanya.

    Beberapa detik setelah membaca surat itu, netra Yi Tan tampak terkejut. Menggenggam surat itu di tangan kirinya, Yi Tan segera berlari menyusul kasim yang baru saja pergi dan belum terlalu jauh.

    "Kasim Hong," tegur Yi Tan yang lantas menghentikan langkah sang kasim.

    Yi Tan berlari kecil menghampiri Kasim Hong yang berbalik ke arahnya. Tampak kekhawatiran di wajah sang Pangeran waktu itu meski ia belum membaca keseluruhan surat dari sang ayah.

    Yi Tan lantas melontarkan pertanyaan, "apa yang terjadi pada Putra Mahkota?"

    "Aku tidak memiliki hak untuk menyampaikan hal ini kepada Pangeran. Jika Pangeran sudah membaca surat itu ... mohon, kembalilah ke istana. Aku permisi."

    Kasim Hong kembali melanjutkan perjalanan yang tertunda, mengabaikan kebingungan di wajah sang Pangeran.

    Yi Tan kemudian kembali ke rumah. Berakhir di perpustakaan pribadinya, Yi Tan kembali membaca surat dari Baginda Raja dengan seksama. Dalam surat itu tertulis bahwa Baginda Raja menginginkan agar sang Pangeran datang ke istana. Dan juga di sana tertulis bahwa sang Putra Mahkota terancam diturunkan dari takhta.

    Menaruh surat itu di atas meja namun tak melepaskan dari genggamannya, Yi Tan tampak mempertimbangkan sesuatu sebelum ia mengungkapkan sedikit dari pemikirannya.

    Tersenyum tipis, Yi Tan kemudian bergumam, "untuk apa mereka membawa orang buangan kembali ke istana?"

    Sebuah fakta yang menyakitkan namun memang benar adanya. Yi Tan, pangeran ke tujuh yang saat ini berusia sembilan belas tahun itu lebih dikenal sebagai Pangeran buangan. Tepatnya lima tahun yang lalu, Pangeran berdarah campuran itu kehilangan tempatnya di dalam istana karena keributan besar yang sempat terjadi saat itu.

    Yi Tan merupakan putra dari seorang pelayan kesayangan Baginda Raja, dan itulah sebabnya ia diasingkan oleh para bangsawan. Namun juga tidak bisa diterima oleh rakyat. Lima tahun yang lalu, Pangeran setengah bangsawan itu harus meninggalkan istana karena tekanan dari para tetua istana. Dia dianggap sebagai pemberontak yang hanya akan membawa pengaruh buruk bagi istana.

    Hal itulah yang membuat Yi Tan menjalani kehidupan dengan bebas dan belum menikah hingga detik ini, meski pada kenyataannya tujuh saudaranya yang lain sudah berkeluarga. Yi Tan bahkan sama sekali tidak memikirkan tentang pernikahan. Dia cukup bahagia dengan kebebasan yang saat ini ia jalani. Namun setelah mendapatkan surat dari sang ayah, kekhawatiran itu mulai mengusik hatinya. Merasa sesuatu yang buruk telah menantinya jika ia kembali ke istana. Namun bisakah ia mengabaikan perintah dari sang pemilik dataran Joseon itu?

    Keesokan harinya, Yi Tan memutuskan menerima undangan dari Baginda Raja sekaligus menjadi kali pertama ia memasuki istana setelah pengusirannya waktu itu. Memasuki paviliun Baginda Raja, pada akhirnya Yi Tan bisa kembali bertatap muka dengan sang ayah yang kini duduk di ujung ruangan.

    Suasana canggung tercipta, namun bahkan Yi Tan tidak mempermasalahkan hal itu. Justru tatapan tajamnya kini terkesan menuntut sebuah penjelasan dari pria tua yang kini tengah memperhatikan langkahnya.

    Menghentikan langkahnya di tengah ruangan, Yi Tan mendapatkan teguran pertama dari sang ayah.

    "Sudah lama sekali, Pangeran Yi Tan. Bagaimana keadaanmu?"

    Yi Tan menjawab dengan pembawaan tegas yang sangat kaku, "bisa menghadap Yang Mulia saat ini sudah cukup untuk menjawab pertanyaan dari Yang Mulia."

    Baginda Raja tersenyum prihatin. "Kau pasti bertanya-tanya kenapa aku memanggilmu kemari."

    "Membawa kembali orang yang sudah diusir dari istana hanya akan menimbulkan masalah. Mohon agar Yang Mulia lebih berhati-hati lagi."

    "Aku akan menanggung semua resiko untuk membawamu kembali ke istana."

   Baginda Raja beranjak dari tempatnya dan menghampiri Yi Tan, lalu berhenti tepat di hadapan sang Pangeran dalam jarak yang kurang dari satu meter.

    "Aku akan menanggung semuanya, tapi tolong selamatkan rakyat Joseon."

    Batin Yi Tan mulai bertanya-tanya. "Apa yang sedang Yang Mulia bicarakan?"

    "Putra Mahkota ... dia tidak bisa mempertahankan posisinya lebih lama lagi."

    Garis wajah Yi Tan perlahan menegang. Merasa apa yang saat ini terjadi di istana bukanlah masalah sepele.

    "Kenapa Yang Mulia berbicara seperti itu?"

    "Putra Mahkota ... dia tidak bisa memberikan keturunan."

    Batin Yi Tan tersentak bersamaan dengan netranya yang melebar. Seketika suaranya terdengar gugup ketika ia berbicara.

    "T-tidak mungkin."

    "Tidak menunggu waktu lama, berita ini akan menyebar. Para perdana menteri tampaknya sudah mulai melakukan pergerakan ... kabarnya mereka berencana membawa Pangeran Yi Hwon kembali dari Dinasti Qing."

    "Kenapa Yang Mulia mengatakan hal ini pada hamba?"

    "Karena kau adalah satu-satunya putra yang bisa kupercaya. Pangeran Yi Tan, kaulah satu-satunya harapan pria tua ini yang tersisa."

    Yi Tan tersenyum tak percaya, meski itu terkesan kurang ajar. "Setelah Yang Mulia mengusir hamba?"

    "Aku akan menebus segalanya. Aku sudah menyusun rencana pernikahanmu ... secepatnya kau harus kembali ke istana."

    "Hamba menolak," Yi Tan menolak dengan tegas.

    "Pangeran Yi Tan."

    "Hamba tidak lagi memiliki harga diri untuk berhadapan dengan saudara-saudara hamba. Anak buangan tidak akan pernah bisa bersanding dengan mereka yang berasal dari kalangan atas."

    "Pangeran Yi Tan—"

    "Hamba tidak ingin meminta keadilan. Mohon jangan mengusik kehidupan hamba, Yang Mulia."

    Yi Tan sejenak menundukkan kepala sebelum berbalik dan hendak pergi meninggalkan Baginda Raja. Namun saat itu suara sang ayah berhasil menghentikan langkahnya.

    "Sudah saatnya bagiku memenuhi janjiku terhadap ibumu."

    "Janji seorang Raja bagi seorang pelayan hanyalah angan yang tidak akan pernah bisa digapai. Hamba akan melupakan perkataan Yang Mulia hari ini, oleh sebab itu Yang Mulia tidak perlu merasa terbebani lagi."

    Alih-alih bertanya janji apakah yang telah diucapkan oleh Baginda Raja kepada ibunya, Yi Tan justru bersikukuh menyatakan penolakannya terhadap perintah ayahnya.

    "Haruskah aku meminta maaf agar kau bersedia kembali ke istana?"

    Yi Tan perlahan memutar langkahnya hingga kembali berhadapan dengan Baginda Raja. Dengan tatapan yang masih sama, Yi Tan memandang pria tua yang selalu ia coba untuk menghormatinya.

    Yi Tan kemudian berucap, "kepada siapa? Kepada siapa Yang Mulia akan meminta maaf?"

    Baginda Raja bungkam. Mencoba mencari celah agar bisa mendapatkan hati sang Pangeran yang telah terluka. Pria itu tahu bahwa dengan memanggil Yi Tan kembali ke istana hanya akan menguak kembali masa-masa sulit yang hanya akan menyakiti hati pemuda itu. Namun ia tidak memiliki pilihan lain.

    Tak mendapatkan jawaban, Yi Tan kembali bertanya, "hamba bertanya sekali lagi, pada siapa Yang Mulia akan meminta maaf?"

    "Pada ibumu."

    Berdiam diri selama beberapa detik, Yi Tan merasa tak tertatik dengan pembicaraan mereka sehingga dia memutuskan untuk pergi. Namun langkah itu pada akhirnya kembali terhenti karena teguran dari sang ayah.

    "Yi Tan."

    "Apa ... apa yang akan hamba dapatkan jika hamba bersedia kembali ke istana?"

    "Gantikan Yi Geum sebagai pewaris takhta. Akan kupastikan bahwa kau menjadi Raja selanjutnya, Pangeran Yi Tan."

    Batin Yi Tan tersentak. Segera ia berbalik, memandang sang Raja dengan tatapan tak percaya namun juga terdapat kemarahan di sana.

    Bisakah anak dari seorang pelayan menjadi Raja Joseon?


Selesai ditulis : 20.11.2020
Dipublikasikan : 20.11.2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top