Piece #8: Kebahagiaan di Balik Masalah
Terdapat 21+. Please be a wise reader!
________
Semenjak menikah, ini pertama kalinya bermalam di rumah Doni. Barina merasa canggung. Dia lupa membawa pakaian ganti karena terlalu fokus memikirkan hadiah untuk Nita. Untung saja, Arti meminjamkan pakaian ganti meskipun hanya kaus kebesaran. Secara tubuh, Barina memiliki lingkar pinggang jauh lebih kecil dari Arti. Dapat dimaklumi, Arti sudah sempat melahirkan anak, pengaruh hormon.
Biasanya, jika di rumah Barina, Doni kerap mengajak mandi bersama, namun malam ini tumben-tumbennya tidak. Lelaki itu lupa diri kalau sudah berbincang hangat dengan Darma di teras belakang di pinggir kolam renang.
Arti mengantar Barina ke kamar Doni yang berada di lantai dua dengan balkon menghadap kolam renang. Dari sana, Barina bisa melihat suaminya dari kejauhan. Jika dilihat dari sini, lelaki itu seolah memancarkan karisma sehingga membuat Barina senyum-senyum sendiri.
Barina menyapu pandangan ke sekeliling kamar Doni yang terbilang besar. Seumur hidupnya, Barina tidak pernah memiliki kamar sebesar ini. Lantai kayunya meninggalkan kesan hangat dengan dinding perpaduan abu-abu dan hitam. Terdapat sekat kaca antara tempat tidur dan tempat pakaian. Kamar mandi pun di kelilingi kaca. Pintunya yang transparan membuat siapa saja bisa melihat aktivitas orang yang berada di dalam kamar mandi. Dapat dimaklumi, selama ini Doni sendiri di kamar ini. Barina merasa ada aura privasi yang sangat tinggi di rumah ini, khususnya di kamar Doni. Kasur yang berukuran king sangat empuk saat duduk di atasnya. Bed cover-nya pun lembut. Barina meletakkan pakaian ganti di atas sana. Dia kembali berkeliling. Toiletnya tidak terlalu besar. Lagi-lagi didominasi dengan warna hitam. Tidak banyak perabot, hanya ada toilet duduk, wastafel, meja laci dan cermin bundar yang lumayan besar sebagai aksen terkuat.
Karakter Doni yang tidak suka ribet membuat Barina mengerti dengan konsep kamarnya, sangat kontras dengan kamar Barina. Meskipun kamar dia juga terbilang sederhana, setidaknya masih menggunakan cat berwarna cerah.
Barina menengok suaminya kembali, siapa tahu sudah selesai berbincang-bincang dengan papa mertuanya. Namun sayang, harapannya pupus saat melihat mereka masih hanyut dalam sebuah obrolan. Entah kenapa, malam ini Barina merasa sangat membutuhkan Doni. Semenjak menikah, dia merasa menjadi tergantung dengan suaminya. Keberadaan Doni di sampingnya benar-benar mengubah karakter wanita itu, dari cuek menjadi manja. Dia ingin selalu diperhatikan. Bahkan ditinggal belum sampai satu jam pun, sudah merasa rindu. Barina kembali mengambil pakaian ganti dan memutuskan mandi duluan. Pasalnya, sudah mulai mengantuk.
Wanita itu melepaskan air hangat dan dibiarkan mengucur di atas bahunya. Pegal seketika lenyap. Dia sangat menyukai berada di bawah pancuran air hangat seperti ini. Rasanya, aliran darah kembali lancar, stres hilang dan merasa rileks. Uap panas dari air yang memenuhi kamar mandi membuat efek berkabut sehingga tidak terasa dingin sama sekali, meskipun kamar bersuhu dingin dari pendingin ruangan. Barina benar-benar menikmati me time dengan diri sendiri seperti sebelum menikah.
Saat wanita itu tengah mengeringkan badan dan mengenakkan pakaian, terdengar suara pintu kamar terbuka. Dia menduga suaminya sudah kembali. Tiba-tiba dia merasa tidak sopan sudah menggunakan kamar mandi tanpa seizin pemilik. Dengan sigap Barina mengenakan pakaian dan membungkus rambut basah dengan handuk.
Saat keluar dari kamar mandi, hawa dingin langsung menggerayangi tubuhnya. Dia menangkap Doni tengah melepaskan kemeja hitam yang dikenakan seharian.
Merasa ada yang berdiri dan menatapnya, Doni menoleh ke arah Barina. Dia tertegun saat melihat pakaian yang dikenakan istrinya, kaus putih kebesaran yang hanya menutup setengah pahanya. Pakaian itu merupakan pakaian terseksi yang pernah Doni lihat dari tubuh istrinya. Sebelumnya, wanita itu kerap mengenakan satu setel pakain tidur dengan pelbagai motif dan warna. Kali ini Doni seperti melihat Barina yang dewasa dan seksi. Dia mendekat istrinya. Matanya tidak lepas memandang keindahan ciptaan Tuhan yang kini sudah menjadi miliknya. "Kamu mandi kok nggak tunggu aku?" Doni melingkarkan tangan di pinggang Barina.
"Tadi aku lihat Kak Doni lagi seru ngobrol sama papa. Lagi pula badan aku lengket. Oh ya, aku barusan pinjam kamar mandinya. Maaf nggak izin dulu. Habis bingung ma ..." Ucapan Barina terpotong saat suaminya mengecup bibirnya tanpa izin.
"Aku nggak mau dengar kamu ngomong kayak gitu lagi. Apa yang aku punya, punya kamu juga. Aku nggak mau kamu jadi orang lain. Kamu istri aku." Doni berkata lembut saat memberi jarak beberapa senti di depan wajah istrinya.
"Maaf."
"Iya, nggak apa-apa, Sayang." Doni membelai pipi Barina yang dingin terkena hawa pendingin ruangan. "Mau mandi lagi? Temani aku mandi," ajak Doni berharap istrinya memenuhi keinginannya.
"Kalau aku menolak, boleh nggak?"
"Boleh, Sayang." Doni mengecup bibir istrinya lagi. "Aku mandi dulu, ya." Dia mengecup kening Barina.
"Iya."
"Kalau mau nonton, remot tv-nya di samping home theater," seru Doni dari kamar mandi.
"Iya," jawab Barina sambil merebahkan tubuh di atas tempat tidur. Dia tidak berniat untuk nonton tv. Dia hanya ingin berbaring dan meluruskan urat yang tegang selama seharian ini. Saat merebahkan tubuhnya, terasa nyaman sekali. Apalagi berada di kamar sebesar ini dengan aroma terapi. Meskipun kamar laki-laki, ak ada aroma yang kurang sedap. Ternyata Doni sangat memperhatikan aroma kamarnya.
Usai mandi, Doni mendapati istrinya tengah melamun sambil menatap langit-langit kamar. Sambil mengeringkan rambut dengan handuk, lelaki itu mendekati laci baju, mengambil kaus abu-abu dan celana pendek. "Kenapa melamun, Sayang?" tanyanya seraya mengembalikkan handuk ke kamar mandi lalu duduk di sisi tempat tidur, dekat Barina.
"Aku lagi mikir aja," jawab Barina tanpa memindahkan tatapannya.
"Mikirin aku?"
"Bisa jadi. Hidup itu misteri, ya." Barina mengubah posisinya. Dia menaikkan badan sehingga bersandar. "Seumur-umur aku nggak pernah kepikiran bakal tidur di kamar seluas dan sebagus ini. Membayangkannya aja, enggak. Sekarang aku malah di sini." Barina memandang suaminya.
"Ini semua punya orangtua aku, Sayang. Aku juga nggak bangga dengan ini semua. Aku mau beli rumah untuk kita. Biar kamu bangga sama aku." Doni meraih tangan istrinya yang mulai dingin.
"Sekarang aja aku udah bangga sama suamiku, kok." Barina melontarkan senyuman ke lelaki di hadapannya. Dia menghela napas panjang. "Dulu, aku sempat muak sama hidup aku sendiri. Semua berawal karena pertanyaan orang-orang soal pasangan sampai aku kesal sendiri. Mereka bertanya seperti itu seakan aku bakal perawan sampai mati. Seakan mereka peduli padahal sebenarnya hanya ingin ikut campur kehidupan orang aja. Sampai aku berantem sama Ibu soal itu. Ibu kemakan omongan orang. Kalau aku pasrah dan nggak pikir panjang, mungkin aku udah nikah sama Geri. Tapi, entah kenapa saat itu hati aku menolak. Ternyata Tuhan udah menyiapkan pasangan terbaiknya buat aku yang melamarku tiba-tiba tanpa pemberitahuan. Bahkan nggak peduli dengan lamaran lelaki lain. Saat itu aku dilema. Bingung. Tapi, lagi-lagi Tuhan memberikan jalannya biar aku nggak terlarut sama kebingungan. Saat itu, aku merasa jahat banget karena udah menyakiti salah satunya, meskipun dia menerima dengan lapang dada." Barina diam sejenak. Dia menunduk. "Sekarang aku merasa Tuhan benar-benar memberikan berkah berlimpah buat aku. Punya mertua yang baik dan sayang sama aku, suami yang tampan dan nggak ada capek-capeknya mesra sama aku." Barina menggenggam tangan suaminya erat.
Doni tersenyum mendengar ucapan Barina. Dari dalam hatinya pun dia bersyukur karena kehidupan yang dimiliki sekarang. Memiliki istri yang cantik, pengertian dan pintar. Bahkan dia tidak tahu caranya untuk tidak mesra kepada wanita ini. "Setiap masalah ada kebahagiaan di baliknya. Bagaimana kita menjalaninya, semua tergantung kita. Aku, kamu pernah menjalani kehidupan yang sulit dan berat. Semua itu proses pendewasaan. Semua yang Tuhan kasih ke kita nggak ada yang nggak bermakna. Semua tergantung perspektif kita sendiri" Doni memperpendek jarak antara mereka. Dia menarik Barina jatuh ke dalam pelukannya. "Aku nggak mau kehilangan kamu. Kamu sangat berarti buat aku." Doni mengecup kepala istrinya yang berada di depan dagu. "Sayang kamu banget." Dia membelai kepala Barina.
Cukup lama mereka tenggelam dan menikmati pelukan. Barina bisa mendengar dengan jelas detak kehidupan dan kebahagiaan di dada suaminya. Sedangkan, Doni bisa merasakan hangatnya embusan napas Barina di dadanya.
"Oh, ya." Doni teringat sesuatu. Dia melepaskan pelukan lalu beranjak dari tempat tidur dan meraih tas. Dia mengeluarkan amplop putih panjang lalu memberikannya kepada Barina.
"Apa ini?"
"Present for you."
Barina membuka amplop itu perlahan. Saat amplop terbuka, dia hampir terperanjat girang melihat tulisan yang tertera di sana. "Montreux?" Keningnya mengerut saat mendapati dua buah tiket perjalanan ke Montreux.
"Iya." Doni tersenyum.
"Bentar. Ini bukannya tempat Queen: The Studio Experience, ya?" tanya Barina
"Benar sekali."
Ekspresi Barina menyiratkan kegirangan bukan main. Wanita itu sampai menitikkan air mata karena saking terharunya.
"Kamu kenapa nangis?" Doni menyeka air mata Barina.
"Aku nggak ngerti lagi. Tuhan benar-benar sayang sama aku. Kasih aku kebahagiaan bertubi-tubi. Membayangkan untuk ke sana aja, enggak. Sekarang malah aku dapat kejutan dari suami sendiri. Alhamdulillah." Barina sesengukkan.
Doni memeluk istrinya erat, berharap bisa menenangkannya. "Aku cuma mau kamu bahagia, Sayang, bukan nangis kayak gini. Aku ambil lagi, deh, hadiahnya," ujar Doni.
"Jangan!" sanggah Barina sesegera mungkin. "Aku senang. Makasih, ya, Sayang. Aku speechless. Saking speechless-nya aku bingung harus gimana, makanya aku cuma terharu aja."
Doni menarik badannya. Dia menaikkan dagu Barina dan menatapnya lekat. "Mau tau harus gimana?"
Barina mengangguk.
Perlahan Doni mendekatkan wajahnya sehingga dapat merasakan kehangatan embusan napas Barina. Bibir mereka terpaut mesra. Doni merampas amplop beserta isinya dari tangan Barina dan meletakkannya di meja kecil di samping tempat tidur lalu menenggelamkan diri mereka berdua ke dalam cumbuan dan mabuk asmara yang tak dapat ditangguhkan lagi. Kebahagiaan hakiki ini harus dituntaskan malam ini juga agar mereka bisa menampungnya lagi di hari esok. Tanpa protes, Barina mengikuti alur yang Doni minta.
__________
Kemewahan kamar Doni.
________
Duh, mulai iri sama Barina.
Terima kasih sudah membaca.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top