Piece #14: Pertemuan Kolega

Doni menunggu Barina yang masih berias. Lelaki itu mengenakkan jas dan celana abu-abu dengan dasi senada beserta kemeja berwarna hitam. Pertemuan dengan kolega ini merupakan pertemuan tahunan yang diadakan oleh beberapa insinyur teknik sipil. Dalam pertemuan ini, mereka bisa saling berbagi soal konstruksi bangunan ataupun sekedar keluh kesah yang dihadapi kepada klien. Selain itu, mereka juga bisa saling berbagi proyek. Bahkan, ada yang dapat jodoh di dalam pertemuan ini.

Sewaktu Doni masih kuliah, dia beberapa kali ikut Darma saat papinya masih mengambil alih perusahaan yang dikelola Doni sekarang. Sekarang Darma lebih fokus dengan usaha kulinernya yang mulai berkembang. Sebelum menikah, Doni selalu datang sendiri. Jika sudah punya pacar, beberapa kali mengajak kekasihnya. Namun, lebih sering sendiri karena jika mengajak pasangan, dia takut pasangannya malah bosan. Namun, entah kenapa kali ini dia ingin Barina ikut. Dia tidak memikirkan apa istrinya akan bosan atau tidak. Dia hanya ingin selalu ada Barina di sisinya.

Sambil menunggu Barina selesai berias, Doni membuka laptop untuk sekedar mengecek surel, barangkali ada dana yang sudah bisa dicairkan, mengingat gambar sudah dikirimkan tadi pagi.

Barina menyambar tas jinjing hitam metalik dan menggantungkannya di lengan. Dia keluar dari kamar. "Aku udah siap. Ayo!"

Doni menoleh saat terdengar suara istrinya. Dia terpesona dengan penampilan Barina. Wanita itu mengenakan gaun merah maroon bergaya formal, seperti yang ada di drama Korea. Pakaian ini baru saja Barina beli setelah mendapat masukan dari Nura. Rekan kerjanya itu selalu memberi saran menyerempet ke drama Korea. Mungkin, Barina lupa bahwa Nura pencinta berat drama Korea. Akan tetapi, Barina sangat menyukai pakaian ini. Dia belum pernah mengenakan pakaian ini sebelumnya. Selama bekerja, selalu mengenakan kemeja dan celana panjang. Rok pun masih bisa dihitung dengan jari.

Doni nyaris tidak berkedip memandang istrinya. Kerah yang berbentuk seperti blazer membuat dada Barina terlihat berisi. Untung saja tidak terbuka sehingga masih aman menurut penilaian Doni. Di bagian pinggang dililit pita dengan bahan dan warna yang sama sehingga memperjelas rampingnya pinggang istrinya. Mata lelaki itu turun ke lutut Barina. Dia menarik napas lega ketika melihat panjang pakaian itu tidak memamerkan paha istrinya, kemungkinan akan terlihat ketika duduk.

Sebenarnya bukan karena menilai keamanan pakaiannya saja Doni tidak berkedip, melainkan terkesima dengan kecantikan istrinya. Dia tidak pernah melihat Barina mengenakan pakaian formal seperti ini. Dengan pakaian ini, Barina terlihat lebih anggun dan menggairahkan. Apalagi dia bebas melihat kaki jenjangnya dengan sepatu hitam berhak tujuh senti. Rambut Barina dibiarkan tergerai. Sepertinya dia baru saja mengeriting rambutnya sehingga terlihat begitu elegan. Riasannya pun tidak begitu berlebihan. Lipstik warna berry membuat bibir Barina nampak seksi dan berkelas.

"Kenapa?" tanya Barina saat mendapati suaminya tidak berkedip dengan muka datar. "Norak, ya?" Dia memandangi pakaiannya sendiri, mencoba mencari ketidakpasan.

"Kamu cantik banget, Sayang. Aku baru aja lihat Barina yang belum pernah aku lihat," jawab Doni seraya menutup laptop dan beranjak dari sofa. Dia mendekati istrinya. "Aku suka penampilan kamu. Kenapa sih kamu suka buat kejutan." Doni meletakkan tangannya di belakang pinggang Barina dan menariknya sehingga mereka sangat dekat. "Kamu juga wangi. Kita nggak usah datang aja, kali, ya?" Telunjuk Doni menyeka rambut yang menghalangi wajah Barina.

"Jangan begitu. Ayo berangkat!" Barina berbalik badan dan menutup pintu kamar.

Tanpa protes, Doni melepaskan tangan dari pinggang istrinya. "Aku takut orang tergoda sama kecantikan kamu," goda Doni saat masuk ke dalam mobil.

"Apa, sih."

Doni mengulum senyum dan melajukan mobil meninggalkan rumah.

Di dalam perjalanan, Doni penasaran dengan alasan istrinya mengenakan pakaian itu. Barina menceritakan semua dari bingung soal pakaian untuk acara malam ini hingga menceritakan kebingungannya kepada Yuni dan Nura.

"Jadi kamu dapat saran dari Nura?" tanya Doni.

"Iya."

"Ternyata dia pinter juga soal fashion. Seharusnya dia kerja di butik," ujar Doni.

"Kata Nura, ini pakaian ala Korea."

"Korea?" Doni menoleh sesaat lantas kembali ke depan.

"Iya."

Doni mengulum senyum. Dia tidak menyangka bahwa karyawannya yang unik itu juga memiliki kelebihan yang patut diapresiasi.

Sesampainya di acara itu, beberapa kolega yang Doni kenal sudah datang. Hanya beberapa yang datang bersama pasangan, itupun seusia dengan orangtuanya. Di antara mereka ada beberapa pengusaha muda seperti Doni namun tidak datang bersama pasangan. Ada juga yang belum menikah.

"Halo Doni!" Seorang wanita mendekati dan menyambar memeluknya.

Untung saja Doni menahan wanita itu dengan sigap.

Barina yang sedari tadi menebar senyum, tiba-tiba redup. Dia melempar pandangan sesuka hati, yang penting tidak ke wanita centil di hadapannya.

Doni yang sudah tahu ekspresi istrinya tanpa menoleh, segera meraih tangan Barina dan menggenggamnya.

"Kenapa?" tanya wanita itu yang merasa aneh dengan sikap Doni.

"Kenalin, istriku." Doni memilih mengenalkan Barina daripada menjawab pertanyaan wanita ini.

Air muka wanita itu berubah. Wajahnya ditekuk seraya melipat kedua tangan di depan perut. Dia enggan bersalaman dengan Barina. Bola matanya memandang Barina dari atas hingga bawah. "Kamu kapan menikah? Kok aku nggak tau?" tanya wanita itu pada Doni.

"Maaf. Kami menikah hanya dengan keluarga aja," jelas Doni.

"Kalian bukan karena MBA (married by accident), kan? Soalnya menikah diam-diam tipe orang begitu," ujarnya ngasal.

Emosi Barina sukses tersulut. Tangannya gemetar menahan kekesalan. Meskipun begitu, dia tetap tersenyum. Dia tidak mau mempermalukan suaminya.

Doni merasakan tangan istrinya gemetar. Dia menguatkan genggamannya untuk menenangkan Barina.

"Semoga langgeng, ya." Wanita itu pergi begitu saja tanpa meninggalkan kesan yang baik pada Barina.

Doni menoleh ke istrinya. "Nggak usah didengar."

"Siapa dia?"

"Wanda. Sekretaris Pak Ray, CEO PT. Wijaya Karsa. Dia memang begitu."

Doni mengajak Barina untuk bergabung dengan para kolega yang sering kerja sama. Suasananya berubah drastis. Benar kata orang, berada di tengah orang yang memiliki aura positif, kita akan tertular aura positif. Itu yang dirasakan Barina saat salah satu dari mereka membicarakan soal masalah keuangan. Setidaknya Barina bisa memberikan masukan saat diminta. Sekian tahun pengalaman Barina di keuangan, kemampuan menganalisis masalah keuangan wanita itu dapat diperhitungkan.

Doni memandang istrinya. Ketakutannya terbantahkan. Barina sama sekali tidak bosan. Dia sangat menikmati acara dan dapat memosisikan diri. Barina memang profesional, pikir Doni.

"Kalian bulan madu di mana?" tanya seorang istri dari CEO perusahaan kontraktor ternama di Jakarta.

Barina hanya tersenyum. Mana mungkin menjawab belum. Dia takut kalau menjawab belum, mereka berpikiran negatif terhadap suaminya.

"Belum, tapi kami sudah merencanakan bulan depan," jawab Doni tanpa diduga.

"Biasanya, pulang dari bulan madu istri jadi isi," ucap wanita itu lagi.

Apa iya? pikir Barina. Dia memang ingin segera memiliki keturunan, tetapi di sisi lain, dia tidak mau kehilangan pekerjaan. Kalau dia hamil, Doni pasti akan membuka lowongan keuangan sebagai pengganti dirinya. Barina belum siap untuk itu. Mungkin harus dibicarakan dulu sama Kak Doni, pikir Barina lagi.

Doni menoleh ke arah istrinya dan memandang penuh makna tersirat. Dia bukan menantikan kebenaran ucapan istri koleganya, melainkan membayangkan Barina saat bulan madu. Pikiran Doni sudah melalangbuana terlampau jauh.

--------
Terima kasih sudah membaca.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top