[TPS] Part 7 - Drunken Devil
HARI sudah mulai larut, Cleo baru saja selesai mandi dan sudah mengenakan pakaian yang disediakan pelayan di mansion itu. Sebuah dress selutut yang menurutnya lebih menyerupai piyama tidur. Untung saja pas di tubuhnya. Ia segera turun ke lantai bawah. Ya, belum sehari ia di mansion ini saja perlakuan bak putri kerajaan didapatnya. Ia sendiri bingung antara takjub atau merasa semua itu terlalu berlebihan. Tapi biarlah, hal yang menggembirakan adalah beberapa jam ini ia lega karena pria iblis itu tidak tampak sama sekali setelah makan siang tadi. Dan lagi, Jaeden memberikan akses kelur masuk kamarnya pada Cleo. Pria itu sempat mengatur ulang pintu kamarnya yang hanya bisa diakses dengan sensor tangan Jaeden menjadi otomatis bisa dibuka Cleo kapanpun.
Ting
Pintu lift terbuka dan dalam hitungan detik bocah kecil berambut cokelat berlari ke arahya setelah melihatnya keluar dari lift.
"Aunty Cleo!!!" serunya antusias.
"Hey sweet girl!" sapa Cleo. Wanita itu mensejajarkan tubuhnya dengan bocah kecil itu.
"Woah! Aunty wangi sekali!" ucap Fleur senang. Gadis kecil itu sudah mengenakan piyama tidur bergambar animasi Frozen.
Cleo tersenyum tipis, ia juga melakukan hal yang sama pada Fleur. "Hm... Kau juga. Anyway, di mana Mommy mu?" tanya Cleo. Ia menggandeng tangan mungil tersebut.
"Mom sedang bersama Daddy." Fleur mendongak menatap Cleo.
"Lalu yang lain?" mereka berjalan pelan.
"Grandmom di kamarnya. Sebentar lagi mereka akan turun untuk makan malam," jelasnya.
Cleo manggut-manggut.
Cleo dapat bernapas dengan lega. Sedari tadi pikirannya tidak tenang. Ia mengkhawatirkan sahabatnya, Helena dan tentunya Zander. Pasti pria tu sedang mencarinya. Ini semua gara-gara si iblis itu! Membawanya dalam masalah.
Tapi... dengan apa ia menghubungi mereka? Ponselnya saja entah di mana. lagi, ini semua gara-gara si berengsek itu!
Cleo menatap Fleur. "Ehm... Fleur?"
"Yes, Aunty?" Fleur tersenyum mengembang. Keduanya menghentikan langkah.
"Bisakah kau menunjukkan pada Aunty di mana telepon mansion ini?" tanyanya.
Fleur mengangguk. "Di sana!" Ia menunjuk ke arah depan. Tepat di samping hiasan berupa tengkorak gajah beserta gadingnya.
Cleo berpikir sejenak. "Ouw... ah tidak." Ia mengurungkan niat setelah melihat ada dua orang penjaga serta beberapa pelayan yang berlalu lalang membawa satu persatu makanan di atas wadah besar.
"Kenapa, Aunty?" Fleur terlihat heran.
"Tidak apa-apa."
"Bolehkah Aunty meminjam ponsel milik Mommy mu?"
"Of course! Follow me Aunty!"
"Really?"
"Yeah!" jawabnya. Fleur sama sekali tidak keberatan. Ia dengan senang menunjukkan tempat di mana ponsel yang dimaksud berada.
Cleo berjalan cepat mengikuti bocah antusias itu. Selagi ada waktu ia harus segera menghubungi mereka dan menjelaskan apa yang telah terjadi padanya kemarin.
Keduanya sampai di tempat yang dimaksud. Dilihatnya sebuah slim phone keluaran Lancaster Corporation tengah berada di alat charger. Fleur mematikan alat berbentuk persegi pipih tersebut lalu mengambilnya
"Aunty ini!" Fleur memberikan ponsel tersebut pada Cleo.
Cleo tersenyum senang. "Thanks baby girl."
Cleo sedikit kesulitan mengoperasikan tampilan awal ponsel tersebut, tetapi beberapa detik kemudian ia berhasil menemukan keypad. Ia menekan angka-angka.
"Kumohon... Helena... angkat telpon ini..." Cleo berucap cemas. Panggilan langsung tersambung namun belum ada respon. Akhirnya Cleo memilih mematikan panggilan dan beralih menekan angka-angka lagi.
Kling
"Zandeeer... please..." ucapnya pelan, sedangkan bocah kecil di sampingnya hanya mengamati saja.
"Sorry, who's speaking?"
Itu suara Zander! Cleo tersenyum senang akhirnya Zander mengangkat panggilannya.
Cleo mengambil napas sebelum berucap. "It's me, Cleo..." ucapnya pelan.
"Cleo?" intonasi Zander terdengar keheranan dan tak percaya.
"Yes Zander, it's me! Cleopatra!" ucap Cleo mencoba meyakinkan Zander di seberang sana.
"Oh My Gosh... is that you? Hey! I've been looking for you! Where are you now?"
Cleo menggigit bibir bawahnya. "Zander kumohon biarkan aku menceritakan padamu," ujar Cleo.
"Hm. Tell me what's going on?"
Cleo menceritakan dari awal ketika dirinya berada di club tempat mereka janji akan bertemu hingga si iblis itu memaksanya untuk ikut bersamanya.
"Jadi... dia yang membawamu?!" Cleo menggigit bibir bawahnya. Gugup. Intonasi suara Zander terdengar sedang menahan kemarahan.
"Ya, dan sekarang aku di Washington. Kumohon jangan cemaskan aku. Aku bersama mahasiswa yang direkrutnya." Cleo berucap pelan. Ya, ia berbohong pada pria yang disukainya itu. Mau bagaimana lagi? Ia tidak mungkin mengatakan secara rinci.
Ia tidak bisa membayangkan bagaimana kemarahan Zander. Ia juga tidak ingin Zander berurusan dengan yang namanya Lancaster. Apalagi setelah ia mengetahui betapa berpengaruhnya keluarga itu dalam masalah perindustrian di Washington. Hanya itu yang ia tahu. Sepertinya belum semuanya ia ketahui mengenai keluarga Lancaster.
"Cleo... itu tidak bisa dibiarkan begitu saja. Dia membawamu dengan paksa! Aku mendengar dari beberapa petugas di club itu bahwa kau dibawa paksa oleh Lancaster sialan itu!"
"Ya kutahu tapi itu tidak masalah. Aku hanya ingin mengatakan ini padamu. Jangan cemaskan aku Zander. Tidak lama lagi aku akan kembali dan menemuimu. Tenanglah... aku di sini....dengan mahasiswa-mahasiswa."
"Ya. Tetap saja aku mengkhawatirkanmu. Kau berangkat ke Washington tiba-tiba. Aku curiga."
"Tidak Zander. Aku baik-baik saja. Kau jangan mengkhawatirkanku. Aku minta maaf karena tidak berada di club sampai kau datang..." Cleo berucap lirih.
"Just forget it! I'm fine! Cle, hey! Listen up! Jika Lancaster berbuat macam-macam padamu, hubungi aku. Mengerti?"
Cleo mgangguk, walaupun Zander tidak dapat melihatnya. Ia begitu tersentuh mendengar pengakuan Zander secara tidak langsung jika pria itu mengkhawatirkannya.
"Thank you so much, Zander."
"Tidak perlu berterima kasih. Aku melakukannya karena aku menyayangimu Cle." Suara Zander terdengar begitu teduh dan menenangkan.
Ya, aku juga. Batin Cleo.
"Anyway, kenapa ponselmu tidak aktif?" tanya Zander kemudian.
"Ah... itu.... baterainya habis." Lagi, Cleo terpaksa berbohong.
"Zander, akan kuhubungi lagi kau nanti," ucap Cleo kemudian.
"Hm... baiklah. Take care of your health..." pungkasnya.
Panggilan telepon dimatikan.
"Dia Siapa Aunty? Teman Aunty?" Cleo hampir saja lupa jika ada bocah kecil yang senantiasa berada di sampingnya dari tadi.
Cleo mengangguk sambil tersenyum.
"Tunggu sebentar, okey?" Fleur mengangguk, gadis kecil itu memainkan alat pengisi baterei slim phone di hadapannya.
Cleo kembali mencoba menghubungi Helena.
"Helena.... Kumohon... " Cleo menghentak-hentakkan kakinya gelisah. Ia menoleh ke belakang dan melihat Mrs. Lancaster menuruni anak tangga bersama sang suami.
Panggilan sudah tersambung.
"Sorry, who's calling?"
"Hel! It's me, Cleo."
"Cleo?! Seruan heboh di seberang sana membuat Cleo sedikit menjauhkan slim phone itu dari indera pendengarannya.
"Yeah."
"Hey! Kemana saja kau? Kau tahu? Aku sampai cemas mencarimu. Kau tahu aku bahkan sampai menelpon Mom dan Daddy mu, Cleo!"
Cleo memejamkan mata sekilas. Ia lupa jika sahabatnya tipikal yang agak berlebihan dalam artian selalu heboh menyikapi sesuatu.
"Mom dan Dad?" Cleo terkejut. Ia memilin pinggiran dress yang dikenakannya.
"Ya, karena tadi malam Zander ke apartemen mencarimu, ia mengatakan jika kau dibawa seseorang. Aku sangat panik Cle. Karena itu aku menghubungi Mom dan Daddy mu."
"Mereka pasti panik."
"Tentu saja!" Intonasi Helena terdengar serius dan kesal di saat yang bersamaan.
"Sekarang kau di mana?" tanyanya lagi.
"Di Washington."
"What?!" Lagi, Cleo menjauhkan sedikit slim phone itu dari telinganya.
"Cepat jelaskan siapa orang yang membawamu?!" desak Helena.
Cleo mengembuskan napas berat sebelum berucap. "Lancaster."
"Ha?! Maksudmu Jaeden?"
Cleo mengangguk walau Helena tentu saja tidak dapat melihat itu.
"Ya."
"Apa Zander mengetahui itu?"
"Ya." Cleo berucap lesu
"Aku baru saja menghubunginya. Dan menceritakan semuanya. Kau jangan khawatir Hel. Aku baik-baik saja."
"Baik-baik saja? Kau yakin?"
"Ya. Dan tolong beritahu Mom dan Dad jika aku sedang bekerja di Lancaster Corporation. Aku belum memberitahu mereka jika aku direkrut."
"Aku sudah memberitahunya tentang itu," kata Helena.
"Ouw baiklah terima kasih. Tolong sampaikan pada mereka jangan mencemaskanku."
"Baiklah. Anyway ke mana ponselmu? Aku tidak bisa menghubungi dari kemarin. Dan ini... tunggu! kau memakai slim phone siapa?" Helena berucap berturut-turut.
Cleo mengernyit. "Bagaimana kau bisa tahu?"
"Terdeteksi Cleo..."
Cleo manggut-manggut. "Ehm... aku... dipinjami salah satu pelayan di sini." Cleo mencoba berbohong.
"Pelayan? Jangan membohongiku Cleo. Katakan, apa itu milik Jaeden Lancaster?"
"Tidak. Ini milik saudara iparnya..." ucapnya mencicit.
Sial! Ia baru ingat, Helena pernah mengatakan jika ponsel itu diproduksi terbatas dan harganya... tidak perlu ditanyakan lagi.
"Benarkah? Bagaimana bisa? Kau berhutang cerita padaku banyak Cle..... Helena semakin mendesak. Cleo makin gelisah.
"Ceritanya rumit. Intinya aku baik-baik saja di sini. Jangan mencemaskanku. Dan ya, aku akan menghubungimu jika aku membeli ponsel lagi."
"Kemana ponselmu?"
"Ceritanya panjang. Byee!" Cleo memutus sambungan telepon sepihak. Jika tidak seperti itu pasti Helena akan terus bertanya tanpa henti.
"Huff..." Cleo mengembuskan napas lega.
"Aunty?" Panggilan itu menyadarkan Cleo. Hampir saja ia lupa.
"Hey! Maaf, Aunty lama."
"Tidak apa-apa," jawab Fleur.
"Terima kasih sudah membantu Aunty." Fleur mengangguk.
"Ayo Aunty kita ke sana. Pasti mereka sudah menunggu!" Fleur berucap riang.
"Ayo!" Cleo menggandeng tangan mungil tersebut. Sedangkan tangan satunya memegang slim phone. Ia berniat akan mengembalikan pada sang pemilik.
➰➰➰
"Hey! Where have you been?" tanya Emma melihat Fleur berjalan bersama Cleo. Di meja makan sudah ada Ashley, Shawn, Theo dan Emma. Pelayan-pelayan tadi baru selesai menata semua makanan yang terbilang tidak sedikit di atas meja itu.
Cleo berjalan mendekati Ashley. "Ehm... Ash, maaf aku baru saja meminjam ponselmu." Ia menyodorkan ponsel tersebut.
"Ah, tidak apa-apa. Apa Fleur yang mengambilkannya?" Cleo mengangguk.
"Yes, Mom."
"Maaf karena ponselku hilang. Aku tidak tahu di mana. Sepertinya terjatuh saat perjalanan ke sini." Cleo seketika kikuk.
"Dan... aku baru saja menghubungi temanku," lanjutnya.
Emma menatap Cleo. "Apa ada hal buruk yang dilakukan Brahms padamu, Nak?"
Banyak. Batin Cleo. Ingin sekali ia mengungkapkan hal itu. Tapi... lebih baik diam saja.
"Ah... tidak." Cleo tersenyum tipis. Tentu saja itu terpaksa.
"Apa dia berlaku kasar?" tanyanya lagi.
"Tidak." Cleo menggeleng.
"Ah.. itu pasti karena kau wanita yang dicintainya."
Cleo mencibir dalam hati. Dicintai? Tidak salah?
Lebih baik tersenyum saja. Hah....Itu lebih baik untuk saat ini!
"Jangan risaukan itu. Aku akan menggantinya." Emma berucap dengan santai.
"Ya. Kau tenang saja," sahut Ashley.
Cleo mengangguk. Sebelum menjawab, "Ah, tidak perlu. Aku bisa membelinya kembali." Cleo menampilkan senyum tipis.
"Duduklah!" perintah Ashley. Cleo duduk di samping wanita cantik itu.
"Sudahlah... terima saja. Anggap saja ini hadiah," kata Emma.
"Hm. Terima kasih." Cleo akhirnya menurut saja.
Setelahnya Emma memanggil salah satu pelayannya.
"Kau kemarilah!"
"Yes, Mrs."
"Katakan pada Alan untuk membawakan satu ponsel."
"Baik, Mrs."
Setelahnya pelayan itu melenggang pergi.
"Jangan terlalu banyak berterima kasih. Kau akan menjadi bagian dari kami juga," sahut Theo.
Cleo tersenyum tipis.
Cleo mengamati sekitar,
Emma menangkap gerak-gerik tersebut. Di pikirannya sepertinya perempuan itu sedang mencari keberadaan Brahms, putranya.
"Brahms belum pulang," ucapnya kemudian.
"Hm?" Cleo menatap wanita paruh baya itu heran.
"Kau mencari Brahms kan?"
Cleo tersenyum kecil konyol. Apa yang dikatakan Emma sama sekali tidak pernah terlintas di pikirannya. Ia bahkan sedikit lebih tenang saat ini
Akhirnya Cleo hanya memberi senyuman kecil.
Cleo mulai menyantap hidangan di hadapannya. Benar-benar sepeti pesta saja hidangan di mansion ini.
Fleur yang duduk di samping Cleo, gadis kecil itu memilih menyantap dessert. Cake dengan lapisan cream strawberry .
"Aunty cobalah ini enak sekali!" Fleur mengarahkan garpu berisi potongan cake pada Cleo.
"Hm... ya." Cleo menelan cake itu dengan senang. Pemandangan kedekatan antar Cleo dan Fleur dinikmati empat orang dewasa di sana. Mereka tersenyum senang melihat Fleur sangat menyukai tamu mereka tersebut.
"Mommy yang membuatnya," ujar Fleur. Bocah itu kembali menikmati cake nya.
Selang beberapa saat, Cleo sudah menyelesaikan makanannya. Perempuan itu meminum air putih dalam gelas di hadapannya. Ia menoleh pada Fleur.
"Have you finished?"
Fleur mengangguk.
"Mommy! Daddy!" Fleur ingin mengajak Aunty menonton film.
"Sekarang?" tanya Emma.
"Iya. Boleh kan?"
"Boleh. Mommy ikut." Ashley berucap.
Mereka bertiga bagkit dari tempat duduk. Cleo sendiri tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan Fleur.
"Film?"
"Hm. Hati-hati," ujar Shawn. Pria itu menatap Fleur dengan pandangan penuh cinta. Her daughter has grown up a lot!
"Biar Henley menemani kalian juga." Ketiganya menghentikan langkah sejenak.
"Henley!" panggil Emma.
"Yes, Mrs."
"Temani mereka menonton film."
"Baik, Mrs."
"Ayo Aunty!" Fleur menggandeng tangan Cleo dengan penuh semangat.
"Hati-hati, Sayang," tutur Ashley.
"Kuharap kau mengerti, Cleo," ucap Ashley.
"Ya, tidak apa-apa. Fleur dalam masa pertumbuhan, karenanya dia sangat aktif," jawab Cleo. Ashley mencoba mensejajarkan langkahnya dengan Cleo yang terus ditarik oleh bocah kecil itu.
"Kita mau ke mana? Kenapa keluar?"
Cleo terlihat kebingungan. Fleur menariknya keluar mansion. Ia dapat melihat keadaan mansion di malam hari. Kilauan lampu menyinari setiap sudutnya. Kesan mewah tampak terasa bahkan di bagian luar.
"Ya, kita akan menonton film di san," ucap Ashley. Ia menunjuk ruangan sebelah kanan mansion yang di sampingnya adalah lapangan luas.
"Itu tempat apa?"
"Seperti ruang bersantai. Keluarga Lancaster kadang memakainya untuk memutar film," jelas Ashley.
"Good evening Miss," sapa salah seorang bodyguard.
"Yeah, good evening." Cleo menyahuti dengan ramah.
Fleur berjalan lebih dulu. "Uncle Mac! Can you open the door please..."
"Yes, of course, baby." Pria itu langsung membukakan pintu besar tersebut untuk mereka.
Ashley menatap tingkah laku Fleur yang seakan sebagai pemandu Cleo.
"Thanks."
Pintu terbuka dan mereka bertiga masuk. Cleo menatap takjub. Sebuah teater bawah tanah, ya, ruangan itu menjorok ke bawah. Cleo mengamati perlahan, benar-benar luas. Seperti bioskop hanya saja tidak ada kursi satu persatu. Puluhan sofa besar tertata dari yang paling atas hingga bawah, mendekati mini stage di bawah dinding pemutaran film. Juga terlihat beberapa pintu di sudut ruangan.
"Aunty duduk di sini saja!" Panggilan Fleur membuyarkan fokusnya.
Cleo masih menatap takjub ruangan besar semacam teater tersebut
"Ah, iya." Ketiganya memilih duduk di sofa bagian tengah. Dengan Fleur di antara mereka.
"Kau ingin menonton film apa sweet girl?" tanya Cleo.
"Sebentar." Fleur terlihat berpikir. Pria bernama Mac tadi sudah menyalakan layar dan meredupkan lampu utama. Sekarang terpampang jelaslah layar lebar di hadapan mereka yang dapat dikontrol melalui tab yang tersedia di meja depan sofa besar itu.
Ashley memilihkan film untuknya. Tangannya terus menggulir layar tab, sedangkan Fleur menatap ke layar lebar.
"Kau mau ini?"
"No no no!" Fleur menggeleng. Ashley terus menggulir layar untuk menemukan film kartun yang dirasa akan disukai putrinya tersebut. Cleo memperhatikan gadis kecil tersebut. Begitu pandai di usianya yang masih tiga tahun.
"Itu Mommy!" seru Fleur senang ketika melihat sampul film, segera wanita itu memutar film pilihan anaknya.
"Cleo, kuharap kau memakluminya," ucap Ashley merasa malu.
"Ah... tidak apa-apa." Cleo menampilkan senyum walaupun tidak begitu jelas melihat mereka berdua.
Fleur menatap layar dengan senang.
"Kau sering menonton di sini?" tanya Cleo.
"Hm... yeah, bisa dibilang begitu. Hanya untuk mengusir rasa bosan. Kadang juga bersama Maddie dan Anthony," ucap Ashley.
"Siapa mereka?"
"Adikku. Mereka juga sering datang ke mansion ini," jelasnya.
"Hm... " Cleo manggut-manggut.
Tidak lama kemudian beberapa pelayan membawakan camilan serta minuman lalu meletakkan di hadapan mereka.
"Thank you," ucap Cleo ramah. Dua orang pelayan itu tersenyum sekilas walau ruangan redup.
"Anytime, Miss."
Cleo mengamati Fleur yang tampak sangat senang dengan film pada layar lebar di hadapannya. Cleo sendiri tidak begitu menyukai kartun, ia lebih menyukai film horror.
Sesekali ketiganya tertawa melihat aksi konyol dalam kartun tersebut.
Setengah jam berlalu, Cleo menoleh pada gadis kecil tersebut. Tiba-tiba hening.
"Hey! Baby? Are you sleepy?" Ashely merengkuh tubuh kecil itu dan menggendongnya.
"Aku akan membawa Fleur masuk ke mansion, jika kau masih ingin berada di sini tak apa. Di luar banyak penjaga. Kau tidak perlu khawatir," jelas Ashley.
"Ya, tidak apa-apa. Kau bawa saja Fleur, kasihan dia mengantuk. Aku di sini saja dulu."
"Ayo tidur di sana, Sayang. Besok kau harus sekolah," ucap Ashley berjalan keluar dengan dibantu Henley—pelayan tadi yang baru saja masuk.
➰➰➰
Setengah jam sepeninggal Fleur, Cleo masih asyik menonton film horror yang dipilihnya. Suasana gelap manambah kesan seram. Terebih lagi di ruangan itu hanya ada dirinya. Pintu masuk tadi tertutup tapi ia yakin, di luar ada beberapa penjaga serta pelayan.
Cleo menatap tanpa kedip adegan di film tersebut. Aura menyeramkan mulai menyelinap. Ditambah keheningan di ruangan tersebut.
Hening.
Krieet...
Cleo melihat sebuah pintu di sebelah kirinya, berjarak sekitar lima meter terbuka. Sesosok bayangan hitam yang masuk itu berjalan perlahan. Sontak Cleo langsung bangkit.
"Siapa di sana?"
Cleo mundur saru langkah.
Ia mulai panik. Derap langkah kaki itu makin mendekat.
"Siapa di sana?!" Cleo berucap makin panik. Keringat dingin mulai bermunculan.
Klik
Lampu menyala. Seseorang pasti menyalakannya. Sekarang ia dapat melihat seisi ruangann dengan jelas dan tentunya siapa sosok yang membuka pintu tersebut. Ia menatap terkejut.
"Brahms?"
Cleo memicingkan pandangan. Ia tidak salah melihat, bukan? Itu dia! Ya! Jaeden!
Ia menatap pria itu. Tampilannya sangat berantakan. Rambutnya berantakan. Jaeden mengenakan jeans hitam serta jaket cokelatnya serta T-Shirt abu-abu.
Jaeden menatap ke depan dengan pandangan kosong.
"Brahms! Apa yang terjadi padamu?"
Jaeden menyunggingkan senyum. Ia tidak menjawab malah tertawa bodoh seraya berjalan ke arah Cleo.
"Ha ha ha..."
"Kau?! Kau mabuk?" Cleo dapat merasakan bau alkohol menyeruak masuk indera penciuman.
Tidak ada balasan. Perlahan Cleo juga mendekat. Jaeden berjalan sempoyongan sambil terus tertawa konyol.
"Ash..." igaunya.
"Ash?" Cleo mengerutkan kening seraya berjalan maju dengan penuh kewaspadaan.
Jarak keduanya berkisar satu jengkal. Baru alkohol makin terasa.
"Brahms..."
"Ashley... sudah kubilang aku mencintaimu! Kenapa kau memilih dengan Shawn!" Cleo terkejut dengan bentakan Jaeden dan---
BRUUUKKK
➰➰➰
If you like this story, give votes and comments below!
Thank you
Omg... 15 lembar :P
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top