[TPS] Part 4 - Fiancee

"LEPASKAN AKU BERENGSEK!!!" jerit Cleo. Jaeden seakan tuli dan terus menarik wanita itu keluar dari club tersebut.

"LEPASKAN!" Cleo terus meronta dan mencoba melepaskan genggaman tangan pria berjas hitam dan tinggi semampai itu.

"Diamlah...." geram Jaeden karena wanita di sampingnya terus saja memukuli lengan dan berteriak.

"Aku akan melaporkanmu ke polisi!" Ancam Cleo serius.

Jaeden menyunggingkan senyum. "Silakan saja," ujar pria itu dengan santainya.

Sesampainya di luar club, Jaeden membawa Cleo menuju tempat parkir bawah. Dan berhenti di depan mobil sport hitam.

"Masuklah!" Perintah Jaeden dingin. Ia melepaskan genggaman tangan Cleo.

"Tidak! Kau sudah gila ya?" Cleo menatap marah pria di hadapannya saat ini. Emosinya sudah sampai di ubun-ubun.

Dan ya, bisa ditebak apa yang dilakukan Jaeden. Pria itu menyunggingkan senyum tanpa dosa. Tidak menggubris protesan wanita di depannya.

"Kau sudah gila!" Cleo membentak dengan keras lalu mencoba pergi namun terlambat, dengab cekatan Jaeden dengan mudah menangkap lengannya.

"Lepaskan! Kau gila! Psikopat! Kau sakit mental. Benar-benar, arghh!!!" Semua sumpah serapah dikeluarkan untuk pria di hadapannya. Cleo benar-benar sudah habis kesabaran. Bagaimana bisa orang asing tiba-tiba datang dan membawanya, ralat! Lebih tepatnya menculik dirinya.

Dosa apa yang dimiliki wanita itu hingga bertemu makhluk seperti Lancaster ini?

"Maumu apa, orang gila!?" Bentak Cleo tidak memedulikan beberapa orang terlihat melintas di area parkir tersebut.

"Ya, aku memang gila. Jadi berhentilah berteriak. Itu membuat telingaku sakit, Nona. Masuklah dengan tenang." Jaeden berucap datar.

Dengan kesal Cleo memasuki mobil sport itu setelah Jaeden membukakan pintu untuknya. Setelahnya mobil hitam itu keluar dari area parkir.

"Kau akan membawaku ke mana, hah?! Jangan macam-macam!!!" Cleo terus saja memprotes selama perjalanan. Sedangkan Jaeden tetap fokus berkendara.

"Diamlah, kau memang banyak omong ternyata," sahut Pria itu.

"KAU!" tunjuk Cleo dengan jarinya. Ia menatap kesal pada pria di sampingnya saat ini. Kekesalannya sudah tidak dapat diukur lagi. Benar-benar kesal.

"Benar, bukan?" Jaeden menyunggingkan senyuman.

Plak

Plak

"Awsh! Hentikan! Kenapa kau galak sekali? Kau mau kita celaka dan mati di jalan?" ancam Jaeden sembari mengusap lengannya yang menjadi sasaran empuk pukulan wanita keras kepala itu.

"Tidak ada urusannya denganmu!" Cleo membuang pandangan ke depan dan melipat kedua tangannya di depan dada.

"Tentu saja ada. Kau lupa?" Ia menoleh ke samping. Dilihatnya ekspresi kesal dan marah sangat terpancar jelas di wajah wanita itu.

"Arghhh!!! Kau akan membawaku ke mana?!" Cleo berteriak kesal. Kakinya menendang bagian bawah mobil yang diinjaknya.

"Hei! Hei! Jangan merusak itu! Kau mau utangmu berlipat ganda, hah?!" Sedetik kemudian Cleo membeku. Pria ini sangat pintar mengancam.

Sial!

"Kau akan tahu nanti," ucap Jaeden.

"Jangan macam-macam atau aku akan melaporkanmu pada polisi."

Polisi? Hah... mereka saja takluk jika di hadapanku. Batin Jaeden tersenyum kemenangan.

Cleo menangkap hal itu, dan ekspresi sulit ditebak di wajah Jaeden makin membuatnya kesal.

"Kau terlalu berlebihan, Nona. Memangnya siapa yang akan mau dengan wanita galak dan...."
Jaeden menatap Cleo dari atas hingga bawah dengan tatapan merendahkan. Seakan mencemooh tubuh wanita itu.

"Kau!" Cleo kembali mengacungkan telunjuk ke depan wajah pria itu.

"Sudahlah, tenang saja. Kau hanya harus menurut padaku. Setelah itu, utangmu kuanggap lunas." Seketika suara Jaeden melembut dan tersenyum kecil.

"Benarkah?" Cleo menyahuti antusias.

Jaeden mengangguk. "Hm... tergantung cara kerjamu, Nona."

"Awas jika kau macam-macam!" Cleo kembali mengancam, dalam hati Jaeden itu bukan apa-apa. Jika boleh tertawa sekarang, Pria itu pasti akan tertawa terpingkal karena sudah berhasil membuat kesal dan menipu wanita itu. Tapi itu akan menghancurkan image-nya di hadapan wanita ini.

Tidak lama kemudian mobil sport itu berhenti. Jaeden keluar terlebih dahulu lalu mengulurkan tangannya. Melihat itu, Cleo memutar bola mata dan setelahnya menggapai tangan kekar tersebut. Ekspresi yang ditunjukkan wanita itu masih sama. Penuh kekesalan.

Cleo mengamati lingkungan sekitarnya. Gelap. Tidak begitu terang. Hanya cahaya dari mobil sport itu yang sedikut memberi penerangan.

"Di mana ini?" Cleo menoleh pada Jaeden.

"Sudahlah. Ikut saja." Jaeden menggandeng lengan Cleo dan berjalan ke depan.

"Hei! Bagaimana dengan mobilmu?"

"Tak perlu memikirkan itu. Kalaupun hilang juga tak apa," ucap Jaeden dengan gampangnya.

Fix. Perkataan Jaeden barusan sudah menunjukkan jika pria itu benar-benar sombong. Cleo mencibir dalam hati. Orang kaya memang seperti itu!

Cleo diam. Yang bisa ia rasakan sekarang hanya hawa dingin di malam hari. California di malam hari. Benar benar menyiksa. Wanita itu mengepalkan tangan dan sesekali menghangatkan telapak tangannya dengan embusan napas. Semakin berjalan ke depan angin malam makin menusuk kulitnya.

Jaeden yang menangkap hal itu seketika berhenti.

Cleo menatap Jaeden. "Kenapa kau berhenti?"

Jaeden tidak menyahuti. Pria itu segera melepas jas hitamnya dan mengenakannya di tubuh Cleo.

"Jangan dilepas," ucap Jaeden dingin.

Tidak berapa setelah mereka melanjutkan langkah, embusan angin besar tiba-tiba terasa disertai suara yang lumayan bising.

Cleo mengamati benda bersinar di hadapannya yang baru saja menginjak tanah.

Sebuah helikopter hitam dan terang berhenti di hadapan mereka.

Siapa dia? Tanyanya dalam hati.

Seorang pria berseragam pilot turun dari helikopter dengan benda menyerupai capung raksasa itu masih menyala. Kibasan dari baling-baling itu membuat rambut Cleo berkibar. Dress yang dikenakannya pun tak luput dari sapuan angin.

"Penerbangan sudah kami atur, Sir," ucap pria paruh baya itu dengan sopan di hadapan mereka.

"Silakan..." kata pria itu, mempersilakan mereka berdua menaiki heli.

Jaeden hanya berdehem sebagai jawabannya.

Cleo menatap Jaeden kesal. Benar-benar pria yang tak terduga. Mereka bertiga berjalan menuju heli dengan tangan Cleo tak terlepaskan dari tangan pria berkemeja putih itu.

Jaeden menbantu Cleo naik terlebih dahulu kemudian dirinya.

Pria itu duduk di samping Cleo lalu memasangkan seperangkat earphone serta microphone di kepala wanita itu. Setelahnya ia memasang miliknya sendiri.

"Sir?" Ucap pilot tadi.

"Up!" Perintahnya.

Cleo mengamati perlahan heli itu mulai bergerak naik ke atas. Pandangannya tertuju pada hamparan kelap kelip kota yang terlihat seperti gerombolan kunang-kunang yang terlihat dari atas.

"What a beautiful," gumamnya seraya menyentuh kaca jendela.

"Sandarkan dirimu, Nona. Perjalanan masih jauh," ucap Jaeden. Cleo sontak terkejut mendengar suara yang terdengar di earphone yang dipakainya. Ia menoleh ke samping. Dilihatnya pria itu tengah mencoba menyandarkan kepala ke belakang dan menutup mata.

"Ke mana kita akan pergi?" Cleo kembali bertanya. Namun kini suaranya melembut.

Jaeden tidak menyahuti. Tangan Cleo bergerak melambai-lambai ke depan wajah pria itu.

Sial. Sudah tidur. Bagaimana bisa dia melakukan ini padaku? Pikirnya. Cleo mengembuskan napas pasrah.

Tatapannya kemudian mengarah pada pilot yang membawa mereka. "Ehm... Sir, can ask something? Where are we going?" tanyanya dengan sedikit mencondongkan badan.

"Washington," jawab pria itu mantap.

"What?!" Cleo terlihat begitu terkejut. Ia tidan habis pikir dengan jalan pikiran seorang Jaeden Brahms Lancaster.

"Ya, Nona. Kita sedang melakukan perjalanan ke Washington," tambah pria itu.

"Tidak bisa begitu!" Cleo lagi-lagi memprotes.

"Bisa saja, Nona. Apa yang tidak bisa dilakukan oleh seorang Lancaster?" Pria itu berucap sembari menyunggingkan senyum.

Cleo diam. Berulang kali memgembuskan napas kesal. Tidak ada gunanya memprotes lagi. Percuma. Heli ini tidak akan berhenti. Pikirnya.

"Berapa lama kita akan sampai?" Tanyanya.

"Kurang lebih empat jam," jawab pilot tersebut.

"Hm... baiklah."

Cleo memilih menyandarkan kepala seperti Jaeden dan mengeratkan jas yang dipakainya. Jika di California sekarang pukul 11 malam, di Washington kurang lebih pukul 2 malam hari. Sehingga mereka akan sampai di sana pagi hari.

➰➰➰

"Sir, kita sudah sampai."

Jaeden menggeliat. Lalu membuka matanya. Pria itu menoleh ke samping. Dilihatnya Cleo masih tertidur.

"Kau turunlah dulu dan katakan pada mereka untuk bersiap-siap," ucap Jaeden dengan suara seraknya.

"Baik, Sir."

Pilot heli itu turun dengan mesin heli sudah dimatikan.

Kemudian Jaeden mengamati wajah tenang Cleo. Wanita itu terlihat lebih anggun ketika tertidur. Tidak seperti yang Jaeden tahu, seperti singa betina. Galak.

Pria itu menyelipkan helaian rambut yang menutupi wajah elok Cleo.

Jaeden menghela napas. Pandangannya tiba-tiba terfokus pada ponsel yang terlihat mengintip di dalam saku jas miliknya. Itu bukan ponselnya. Pria itu kemudian mengambil ponsel hitam tersebut. Dilihatnya puluhan panggilan tak terjawab.

Jaeden menyunggingkan senyum.

"Jangan coba-coba menemuinya lagi, Hodgson," gumam Jaeden dengan sunggingan angkuhnya dan mematikan ponsel tersebut

"Eghm..." Jaeden terkejut lalu cepat-cepat ia memasukkan ponsel tersebut ke saku celananya.

"Hei, Nona bangun!" Jaeden menyentuh pipi Cleo.

"Kita sudah sampai, bangunlah atau aku akan meninggalkanmu di sini," ujar Jaeden.

Perlahan Cleo mengerjapkan mata. Tangannya bergerak mengucek indera penglihatannya tersebut.

"Kita sudah sampai?"

Jaeden memberi deheman. Pria itu menuruni heli lebih dahulu.

Kemudian dijulurkan tangan kanannya ke arah Cleo dari bawah. "Tenanglah jangan berburuk sangka terus. Ayo kubantu kau turun," katanya. Cleo pun menyambut uluran tangan tersebut walau rasa kesal masih mengendap dalam dirinya.

"Di mana kita Brahms?" Tanyanya.

"Menurutmu di mana?"

Cleo mengamati sekitarnya. Kanan kiri depan belakang.

"Berapa jam aku tidur tadi?"

"Menurutmu?" jawab Jaeden cuek.

"Sekitar 5 jam ternyata." Cleo menengok jam tangannya.

"Brahms, jangan bilang kita sedang di Washington?" tebak Cleo. Jaeden menunjukkan ekspresi kemenangannya.

"Lalu di mana yang lain?"

"Yang lain siapa maksudmu?"

"Siapa lagi kalau bukan mahasiswa pilihanmu yang kau rekrut itu," jelasnya dengan sedikit kekesalan. Jaeden ridak menjawab.

"Kukira kita akan ke tempat perekrutanmu bersama mahasiswa yang lain."

Terdengar Jaeden mengembuskan napas berat. "Kau tenang saja. Aku tidak akan melukaimu kecuali jika kau membuatku marah." Suara Jaeden terdengar pelan dan menggertak.

Sial. Batin Cleo.

"Ikut aku." Jaeden menggapai lengan Cleo.

"Mau ke mana?"

"Sudah diamlah."

Tidak lama kemudian mereka berdua dijemput oleh sebuah mobil mewah menuju suatu tempat. Dan dengan nurutnya Cleo mengikuti tanpa banyak protes.

➰➰➰

"Mari, Nona," kata seorang wanita muda. Ia mencoba menggapai tangan Cleo setelah beberapa saat yang lalu dirinya dan Jaeden tiba di sebuah tempat mirip butik.

"Hei lepaskan aku!" Cleo memberontak saat dua orang wanita mendekat dan memegangnya.

"Brahms!" Ia menoleh pada Jaeden yang dengan santainya menyilangkan kedua tangan di depan dada.

"Ikut saja. Aku akan menunggumu. Atur dia. Pakaikan yang terbaik," ucap Jaeden sebelum melenggang pergi dari tempatnya berdiri.

"Hei kalian jangan macam-macam!" Cleo berucap gusar. Ia khawatir dengan orang-orang Jaeden. Kedua wanita tadi membawa Cleo masuk.

"Tenanglah, Nona. Kami tidak akan melukai Anda. Kami hanya menjalankan tugas," ujar salah satu di antara mereka.

"Tugas apa?"

"Tugas dari Mr. Lancaster," jawabnya.

Cleo menghempaskan lengan yang dipegangi oleh kedua wanita itu dengan kesal. "Sialan! Memangnya dia siapa? Bisa seenaknya sendiri memperlakukan orang. Aku tidak mau!"

Wanita tadi terlihat khawatir melihat sikap Cleo yang terang-terangan menolak. "Nona... saya mohon. Jika dalam satu jam Nona belum di-make over, Tuan Lancaster akan marah dan pekerjaan kami jadi taruhan." Wanita itu berucap dengan nada memohon.

"Maksudmu? Dia akan memecatmu?" tebak Cleo.

"Tidak hanya itu. Dia sangat kejam. Dia bisa saja menghubungi semua instansi dan mengatakan untuk menolak orang yang sudah mengecewakannya. Dengan kata lain dia bisa membuat hidup seseorang lebih menderita lagi," sahut wanita satunya lagi.

Cleo membeku.

Ia tidak bisa membayangkan jika yang diceritakan benar-benar terjadi. Dan itu semua karenanya. Ia pasti akan merasa sangat berdosa.

Ia menghela napas panjang. "Baiklah." Setelahnya kedua wanita itu tampak tersenyum senang.

"Terima kasih, Nona, sekarang, silakan masuk ke dalam. Untuk membersihkan diri Anda," kata salah satu di antara mereka.

"Hm."

➰➰➰

"Oh My God! Apa ini benar-benar nyata?" Cleo menatap takjub melihat pantulan dirinya di kaca setelah sebelumnya ia di-make over dan juga membersihkan diri.

Cleo tidak habis pikir, saat ini ia mengenakan gaun yang begitu indah bewarna pink kebiruan serta tatanan rambut yang benar-benar indah.

"Oh my God... ini pasti benar-benar mahal," gumamnya sembari memutar badannya. Beberapa pelayan yang merias dirinya sudah keluar dari ruangan tersebut.

"Wow! Wow! Wow! Apa ini benar-benar Miss. Rachesky?" Suara bariton itu mengagetkannya. Kontan ia langsung menoleh ke belakang. Dilihatnya Jaeden sudah mengenakan setelan jas bewarna hitam serta dasi pink kebiruan. Senada dengan gaunnya. Mengetahui kenyataan itu, membuat Cleo makin kesal.

"Diam kau!" sembur wanita itu.

"Hm... sayang sekali sifatmu galak. Tidak seanggun gaunmu itu," cibir Jaeden.

"Aku tidak peduli. Sebenarnya kita mau ke mana?" Jaeden tidak menyahuti. Ia memberikan sebuah kotak pada Cleo.

"Apa ini?" tanyanya penuh sensi.

Cleo membuka kotak tersebut. Dan setelah melihat isi di dalamnya, ia tidak dapat berkata banyak. Sebuah high heels putih dan berkilau berada di hadapannya.

"Brahms, ini untuk apa? Eghm, maksudku kenapa kau memberikan padaku?" Ia menatap Jaeden.

"Pakailah. Atau kau mau aku yang memakaikannya untukmu?"

"Ah, tidak, tidak. Aku bisa sendiri." Cleo meletakkan sepatu tersebut lalu memakainya.

Pas.

Bagaimana ia bisa tahu ukuran kakiku? Pikirnya.

"Kau cantik," puji Jaeden. Hal itu membuat Cleo sekejap tersipu. Ah tidak! Sepatu itu benar-benar terlihat mewah. Pasti harganya tidak main. Cleo melihat logo di box tadi. Bertuliskan "Lancaster" tidak menutup kemungkinan jika itu produk Lancaster.

"Kita akan pergi ke mansion keluargaku." Jaeden mendekat.

Seketika Cleo membulatkan mata kaget. "Brahms! Kau gila ya? Untuk apa?"

Tangan Jaeden bergerak melingkari pinggang ramping wanita itu.

"Menurut saja. Dan utangmu akan ku lunasi. Jika kau mengecewakanku, apa perlu kujelaskan?" Suara Jaeden terdengar dingin namun menandakan ancaman. Bukan ancaman lagi, tapi mengintimidasi.

Suara Jaeden yang berat tersebut seketika membuatnya merinding.

"Kau terlihat cantik ketika kau diam. Miss. Lion," sunggingan mengejek diperlihatkan lagi.

"Kau! Hmmpph..."

Jaeden dengan cepat menghentikan ucapan wanita itu, ia membungkam dengan ciumannya.

Pria itu dengan cepat mengunci tubuh ramping Cleo. Jaeden itu mencium bibir Cleo dengan ganasnya. Bagai tersihir pesona seorang pangeran, Cleo diam tanpa melakukan perlawanan. Bahkan wanita itu tidak membalasnya.

Jaeden mengakhiri ciuman tersebut lalu menatap wanita yang sedang dikuncinya tersebut.

Mata mereka bertemu. Namun tidak ada satu kata yang terucap dari keduanya.

"Menurutlah, jangan membuatku kesal," ucap Jaeden dengan suara baritonnya. Cleo mengangguk dan masih tak habis pikir.

➰➰➰

Selama perjalanan Cleo tidak banyak bicara. Bak terhipnotis ia menurut saja, dengan perlakuan yang diberikan Jaeden. Bahkan ketika Jaeden mengajaknya untuk makan, wanita itu menjawab seadanya, sesekali mengangguk sebagai jawabannya.

Jaeden membawa Cleo dengan mobil sport merahnya. Membelah jalanan Washington. Beberapa kali Cleo dibuat tercengang melihat tidak ada mobil yang menghalangi mobil itu. Seakan jalanan sudah dibersihkan. Namun wanita itu tidak berani bertanya. Jaeden sendiri mengendarai mobil sport tersebut dengan kecepatan tinggi. Sesekali pria berjas hitam dan tampak elegan itu menoleh ke samping. Namun tidak ada pembicaraan.

Jaeden terus fokus pada kemudi, namun tiba-tiba jam tangannya menyala. Jaeden berdehem dan suara seseorang langsung terdengar.

"Kau sudah di Washington?" tanya suara di seberang sana.

"Ya. Tunggu saja. Sebentar lagi akan sampai," jawab Jaeden dengan malasnya.

"Ouw, oke, be careful,"

Jaeden hanya memberi deheman di akhir panggilan.

Jaeden mengakhiri panggilan suara itu dengan memutar pergelangan lalu mengembalikan ke semula. Setelahnya Pandangan pria itu terarah pada wanita di sampingnya yang menatap dengan penuh tanda tanya.

Jaeden menghela napas dan terus memfokuskan pandangan ke depan.

Tak lama kemudian keduanya sampai di sebuah tempat dengan gerbang yang begitu besar. Setelah gerbang itu terbuka, Jaeden membawa masuk mobil itu.

Cleo lagi-lagi dibuat terpukau melihat seisi tempat itu. Sebuah mansion yang benar-benar seperti istana bewarna putih serta keemasan terpampang di hadapannya.

Jaeden membukakan pintu untuk Cleo seraya menjulurkan tangan kanannya. Cleo menurut dan menggapai tangan tersebut.

Kedatangan mereka disambut oleh beberapa pelayan sepanjang jalan menuju pintu utama.

"Di mana ini?" tanya Cleo pelan.

"Mansion Lancaster," jawabnya.

Cleo membelalak. Jaeden benar-benar tidak bisa ditebak.

"Ha?"

Jaeden mendekatkan bibirnya ke telinga wanita itu dan berbisik. "Sudah ikuti saja."

Sesaat kemudian, Cleo menghentikan langkahnya dan memandang Jaeden dengan tatapan khawatir. "Brahms... aku takut. Kenapa kau membawaku ke sini?" ucapnya gelisah. Jaeden malah menunjukkan senyum tipisnya. Lepas dari itu, tidak disadarinya, wanita itu sudah mulai membiasakan memanggil Jaeden dengan apa yang dikatakan pria itu kemarin. Memanggilnya dengan panggilan 'Brahms'.

"Kenapa takut? Keluargaku bukan psikopat atau mafia sadis." Jaeden menampilkan seringainya.

"Tapi... "

"Ssst... Ikut saja. Jangan membuatku marah, mengerti?" Jaeden berucap dingin namun terdengar lembut.

Akhirnya dengan pasrah wanita itu mengangguk dan mereka melanjutkan langkah menuju pintu utama.

Mereka berjalan menaiki setiap anak tangga hingga tiba lah di ruang utama keluarga Lancaster.

Cleo mengamati setiap sudut ruangan yang benar benar luas tersebut. Banyak sekali barang-antik serta mewah. Bahkan lantai yang saat ini dipijaknya adalah kaca tembus pandang. Ia dapat melihat di bawah sana ada ruangan lagi.

Tidak lama kemudian seorang wanita paruh baya yang baru saja menyadari kedatangan mereka dengan segera menuruni anak tangga. Ia begitu bersemangat.

Wanita itu berseru, "Jaeden Brahms! My bad ass hunky dude!" Ia langsung memeluk Jaeden erat.

"Mom sangat merindukanmu! Kau tahu?"

Cleo yang melihat itu hanya bisa mengerutkan kening dan menebak-nebak. Pasti wanita ini Mrs. Lancaster?

"Eghm... Mom, lepaskan, aku tidak bisa bernapas." Jaeden berkata dengan intonasi kesal.

Sedetik kemudian wanita itu melepaskan pelukannya dan memukul lengannya.

"Sorry," wanita itu tersenyum. Lalu pandangannya terarah pada wanita di samping sang putra.

"Who's...."

"Brahms!" Mereka bertiga sontak menoleh ke arah suara. Dilihatnya seorang pria berpakaian santai tengah menggandeng seorang bocah kecil serta wanita cantik di sampingnya berjalan ke arah mereka perlahan.

Jaeden tidak sedikitpun menampilkan rasa senangnya melihat pria itu berjalan ke arahnya. Cleo menangkap hal itu.

"Brahmsy! Is that you?!" Wanita cantik tadi kemudian berjalan cepat berlari dan memeluknya, Jaeden terlihat tersenyum kecil.

"Ya, ini aku. Ash," Jaeden berucap dengan senang.

"Hey! Who's she?" tanya wanita itu setelah melihat Cleo yang berada di samping Jaeden.

"Itulah yang akan Mom tanyakan tadi. Dia siapa?" Wanita paruh baya itu ikut menimpali.

Jaeden menghela napsas sebelum berucap. "Akan kuberitahu. Tapi nanti. Dad ke mana?" Jaeden mengedarkan pandangan ke segala arah.

"HERE I AM!"

"Dad!" Seru Jaeden. Pria yang dimaksud itu berjalan ke arahnya dengan pakaian golf.

"Akhirnya kau datang juga," kata pria itu seraya menepuk bahu Jaeden. Jaeden berdehem.

"Baiklah dengarkan semuanya."

Jaeden yang tadinya melepas genggaman tangannya, saat ini mencoba mengikis jarak di antara mereka kembali. Ia merangkul pinggang Cleo protektif. Wanita itu terkejut. Bisa ditebak jika ekspresinya benar-benar gugup.

Orang-orang di hadapannya begitu penasaran. Pandangan mereka tidak luput ke arah Jaeden dan Cleo.

"She's my fiancee," ucap Jaeden mantap. Tidak dengan wanita di sampingnya yang begitu terkejut hingga matanya membulat sempurna.

➰➰➰

Leave vote and comments if you like this story guys

Thank you so much for reading my story ;)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top