[TPS] Part 31 - Past Life

Mrs. Lancaster masuk ke dalam kamar Jaeden dengan tatapan sendu. Putra yang dirindukannya saat ini terbaring dengan lemah. Meskipun bisa saja segala luka disembuhkan dengan teknologi yang dimiliki keluarga tersebut tapi tidak dengan kondisi mental sang anak yang juga mempengaruhi kesadarannya.

Jaeden terbaring lemah dengan balutan perban di sekitar wajahnya juga infus yang menancap di tangan kirinya.

"Brahmsy..." Ia memanggil dengan sebutan favoritnya.

"Brahms... maafkan mommy jika karena Mom kau jadi seperti ini..." Emma mengelus kening Jaeden dengan penuh kasih sayang dan hati-hati.

"Apa yang sebenarnya kau inginkan?" Emma bertanya lirih meski ia tahu sang putra belum memperoleh kesadaran.

Ia sangat amat terkejut mendengar semua yang sudah disampaikan anak pertamanya perihal kegilaan eksperimen Jaeden. Begitu juga mengenai AI Ashley.

Kilatan masa kecil Jaeden dan Shawn seketika terlintas di pikiran Emma.

"Menyingkirlah Brahms!" Shawn berteriak dengan lantang saat Jaeden yang waktu itu masih berusia 5 tahun tidak sengaja melangkahi area miniatur replika pesawat milik Shawn.

"Sorry..." Jaeden kecil ternganga lalu mengangkat kakinya.

"Menyingkirlah kau menggangguku!" Shawn kembali menegaskan bukti bahwa ia tidak suka diganggu dan tidak suka ada orang lain masuk ke teritorial mainannya.

"Jaeden kau bersama Mom dulu ya..." sang ayah tiba tiba datang dari arah belakang. Pria itu mengusap lembut rambut Jaeden dan dibalas dengan anggukan mengalah.

Jaeden yang tahu akan hal itu tanpa berkata apapun langsung mundur perlahan.

"Dad, lihatlah Brahms mengacaukan replika yang sudah kususun." Shawn merajuk dan menunjuk sisi tempat Jaeden berdiri tadi. Theo tersenyum sekilas.

"Tidak ada apa-apa. Tidak ada yang rusak. Lanjutkan bermain tapi jangan lupa 20 menit lagi kau harus masuk kelas, paham?" Theo berucap dengan bijak.

Pria itu selalu berusaha menunjukkan sikap adilnya, ia bukanlah orang yang pilih kasih. Ia menyayangi keduanya. Ia menyayangi dua bocah yang memiliki kepribadian berbeda dan tentunya kegemaran yang berbeda. Mungkin memang lebih condong selalu memperhatikan Shawn sejak beberapa kali Shawn mengalami kejadian aneh dalam dirinya.

Theo mengamati dari jauh, Jaeden kecil berjalan menuju sang ibu dengan ditemani pengawalnyayang selalu berada di sekitar bocah itu.

Ia berjalan mengamati sang ibu yang tengah sibuk bercengkrama bersama rekan-rekannya

Jaeden tampak mengembuskan napas jengah.

Ia tidak punya teman. Hanya beberapa dan itupun anak dari teman-teman rekan sang ayah. Terkadang ia juga ingin seperti anak-anak lain bermain di playground dan bertemu teman-teman dari berbagai tempat.

"Hei!" Sebuah suara mengagetkannya.

Bukan, bukan pengawalnya yang selalu berada tidak jauh darinya.

"Prof Finnegan." Jaeden langsung sumringah.

"Sedang apa kau di sini? Kau tidak mau ikut ke dalam?" tanya pria berjas putih tersebut.

"Lab?"

Prof. Finnegan mengangguk.  Tetapi Jaeden malah menggeleng.

"C'mon Jaeden. Ikut bersamaku dan akan kutunjukkan apa yang menarik lagi dari science. Minggu lalu kau suka kan percobaan di lab?" tanyanya mencoba membujuk agar bocah kecil itu tidak murung lagi.

Prof. Finnegan tahu jika bocah itu sebenarnya menginginkan perhatian ayah dan ibunya tapi sayangnya ia kerap kali kurang dalam beberapa kesempatan. Entah karena kesibukan atau hal lain. 

Bukan berarti Theo dan Emma tidak menyayangi sang anak, hanya saja cukup sibuk oleh karenanya entah Shawn atau Jaeden diberi pengawal dan pengasuh sendiri.

Prof. Finnegan bekerja sama dengan Lancaster sudah lama. Terutama di bidang sains dan farmasi. Ia tinggal di mansion itu juga. Beda tempat tapi masih kawasan Lancaster. Pria paruh baya itu mencoba mengajak Jaeden siapa tahu ia tertarik dengan dunia sains. Berbeda dengan sang kakak yang sudah tampak sekali jika ia berminat pada permesinan terutama pesawat terbang/tempur.

Suatu ketika di masa kecil kedua bocah itu terjadi insiden yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya bagi Emma.

BYURRR

"Help! Help Me! Help..."

"Astaga Tuan Jaeden..."

BYURRR

GLUK... GLUK

Tubuh bocah itu mencoba menggapai udara sementara badannya mulai tak terkendali karena panik.

Secepat kilat seorang pengawal yang bertugas mengawasi Jaeden terjun ke dalam kolam renang yang luas serta panjang tersebut untuk menggapai lengan bocah kecil itu. 

Segera ia menggapai tubuh mungil bocah itu dan membawanya ke atas.

Pria bertubuh tegap itu segera memberi bantuan napas dan memompa dada Jaeden kecil berharap bocah itu dapat kembali membuka mata.

"Tuan sadarlah...."

"Tuan..."

Semua pelayan mendadak bak mati kutu
Kejadian secepat itu bagai lepas dari pengawasan mereka. Meski jumlah mereka tidak sedikit tetap saja kemungkinan lalai bisa terjadi. Keadaan makin merisaukan karena Jaeden yang tak kunjung sadar. Sementara Mr. dan Mrs. Lancaster tengah berada di luar kota. Salah satu dari mereka langsung mengabari Theo.

"Tuan... sadarlah..."

UHUKK UHUKK

Jaeden menangis histeris napasnya terengah-engah. Wajahnya mulai membiru.

"Hikss hiksss aku takut Uncle..." bocah itu langsung dipeluk sang pengawal.

"Aku takut..." Jaeden kecil meringik.

"It's okay boy kau aman... maafkan saya yang teledor..." ucap pengawal Jaeden.

"Alison cepat bawa Tuan muda dan panggilkan dokter Harry," ucap pengawal tersebut pada pelayan di sana.

Sementara itu di lantai atas Shawn masih berdiri kaku dengan keringat membasahi dahinya. Ia terkejut, takut, dan bingung dalam satu waktu.

Apa yang telah ia lakukan? Ia mendorong adiknya sendiri.

Ia mendorong Jaeden hingga jatuh...

Beberapa pengawal yang mengetahui kejadian itu tampak terkejut dan takut. Kalau kalau nasib mereka jadi taruhannya akibat insiden itu.

Sementara di kamar Jaeden, dokter Harry segera memasang infus dan oksigen pada bocah kecil itu. Setelah diselamatkan tadi, Jaeden kembali tidak sadarkan diri.

"Bagaimana keadaan tuan muda, dokter?" tanya pengawal Jaeden.

"Aku tidak yakin..." Dokter Harry menjawab ragu.

"Kau sudah menghubungi Tuan Lancaster, Hans?"

Pengawal bernama Hans itu menjawab, "Robert sudah menghubunginya dan mereka sedang dalam perjalanan menuju mansion."

Dokter Harry beranjak, ia berjalan menjauhi ranjang Jaeden. "Bagaimana kejadian ini bisa terjadi?"

Beberapa pelayan wanita di sana tampak enggan bersuara menunggu pengawal pribadi Jaeden yang menjelaskan.

Hans terdiam.

"Kau teledor Hans. Bagaimana bisa bocah ini jatuh dari lantai atas?"  Dokter Harry tampak geram. "Kau akan dihukum karena ini," lanjutnya.

Hans menghela napas. Ia sudah berganti pakaian kering tadi dan segera menuju kamar Jaeden tadi. Ia benar-benar mengkhawatirkan bocah itu selain karena sejak kecil sudah dijaganya, nyawanya juga menjadi taruhan.

"Hum... i know. Akupun terkejut, kau tahu? Semua ini terjadi karena tuan...." ia menggantung perkataannya. Dokter Harry yang paham langsung terheran tidak percaya.

"What do you mean?" tanyanya memastikan.

Hans menjelaskan singkat dari awal saat Jaeden mencari Shawn di lantai atas sebagai seorang pengawal sudah menjadi kewajibannya mengamati sang tuan dari jarak yang tidak begitu dekat agar tidak mengganggu. Tapi karena itu juga ia jadi terlambat menyelamatkan tuannnya.

Yang ia tahu di lantai atas hanya ada beberapa pelayan yang tengah bertugas sama halnya dengan dirinya. Sementara pengawal Shawn sedang bersama Theo. Pengawal Shawn terbilang salah satu orang kepercayaan Theo.

Ia tidak tahu pasti tapi ia yakin Shawn mendorong bocah 5 tahun itu dari lantai tiga
Kebetulan mansion mereka memiliki jembatan kaca penghubung tanpa sekat yang mana tepat di bawahnya ada kolam.

"Pasti Jaeden jatuh dari sana," tebak Dokter Harry. "Tuan muda mengalami trauma," lanjutnya.

"TRAUMA?" sajut Emma dan Theo langsung memasuki ruangan tersebut

"Aku harus melakukan scanning pada kepala Jaeden. Sepertinya memang terbentur dasar kolam kalau tidak karena hentakan dengan air.

"Apa yang terjadi Dokter?" tanya Emma sangat cemas bahkan ia tidak sempat melepas mantel tebalnya.

"Aku khawatir karena bagian itu yang terbentur dasar kolam." Dokter Hans berkata pelan.

"Bagaiamna ini bisa terjadi?" Theo keluar dari ruangn tersebut menghadap beberapa prlayan dan pengawal di sana. Seorang pengawal menunjukkan rekaman CCTV pada Theo.

Theo tak berucap apapun. Dilihatnya dari layar tersebut Shawn memang mendorong tubuh Jaeden hingga terpojokkan.

"Lakukan scanning sekarang Dokter," pinta Theo. Pria itu langsung hengkang dari ruang tersebut menuju tempat Shawn berada.

"Shawn!" Theo masuk ke dalam kamar Shawn

"Shawn..."

Dilihatnya bocah itu tengah berdiri menghadap ke luar jendela. "Daddy..."

Shawn tampk ketakutan. "I just.... Dad..." Shawn terbata-bata.

Shawn menggeleng panik keningnya kembali mengkerut disertai keringat di dahinya.

"Tenanglah, Nak... Daddy tidak akan melakukan apa-apa..." Theo menunduk dan memeluk bocah itu. Mengelus lembut kepalanya berharap dapat sedikit meringankan ketakutan dan kepanikannya.

Theo memeluk sang anak dengan penuh kasih sayang, ia paham apa yang dirasakan sang anak saat ini. Dalam hatinya ia mencoba meyakinkan jika insiden ini hanyalah keteledoran dan ketidaksengajaan.

Sementara itu setelah scanning selesai, Emma tidak dapat menahan tangisnya ketika dokter Harry menunjukkan hasil scanning kepaa Jaeden.

"Semoga saja ia segera siuman. Kuharap benturan itu tidak mempengaruhi motoriknya," ungkap dokter muda itu.

Emma bergetar memegangi hasil scanning sembari menoleh pada sang anak.

Tidak! Jaeden akan baik-baik saja. Ia mencoba menenangkan dirinya sendiri

***

Happy reading bestiee
See you next chapter😊
Jangan lupa vote san komen
Vote 100 aku up part selanjutnya
Kiw kiw

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top