[TPS] - Part 30 - New Life

6 years later

"Wren!"

"Baby..." teriak seorang wanita yang mengenakan rok putih dan baju coklat tua bermotif bunga. Ia baru saja keluar dari rumahnya. Rumah yang tidak begitu besar bewarna krem kecoklatan. Bahkan cenderung tampak menempel satu sama lain dengan rumah di sekitarnya.

"Wren!" panggilnya lagi kini ia beralih ke samping kiri rumahnya. Di bawah pohon plum. Seorang bocah berambut hitam legam dan mata coklat tengah memetik bakal buah plum yang terjatuh di tanah.

"Wren.... mommy memanggilmu dari tadi. Kenapa tidak menyahut?" protesnya.

Kini bocah kecil itu menoleh ke arah sang ibu. "Hm?" sahutnya dengan mengerutkan dahi.

"Kau sedang apa?"

"Mengambili bunga kecil ini." Ia menunjukkan hasil petikannya.

"Wren sudah hentikan, atau tanganmu akan kotor jika memunguti benda itu terus."

"Sebentar Mom."

Wanita itu menghela napas. Ia sudah terbiasa dengan keseharian ini.

"Here you go." Gadis kecil itu mendekati sang ibu dengan rok yang terangkat untuk menangkup hasil pungutannya.

"Where is your brother?"

Bocah berkulit putih pucat itu mengendikkan bahu. "I dont know, Mom."

"Can you find him, please...?" Mohon wanita itu dengan suara lembut.

"Why me?" jawab bocah itu dengan nada tak suka.

"Oh c'mon baby, i need to talk to your brother now."

"No i won't! I hate Zeus!" ia menghentakkan kaki kiri lalu beranjak dari tempat tersebut sembari membawa hasil pungutannya ke dalam rumah.

Wanita itu menghela napas.

"Apa lagi?" ucap bocah kecil itu menoleh pada sang ibu.

"Jangan bawa bunga itu ke ruang tamu atau Mommy akan menyuruhmu membersihkan."

Bocah lima tahun itu memutar bola matanya jengah. "Ya ya ya..."

"Kenapa sih Mommy selalu mengkhawatirkan Zeus?"

Wanita itu mendekati sang anak dan menyentuk kedua pipi gembulnya. "Bukan hanya pada Zeus, Mommy juga mengkhawatirkamu karena kalian saudara sayang."

"Kenapa sih harus Zeus yang lahir lebih dulu?"

Wanita itu terkekeh. Ya, dia adalah Cleo. Kini ia hidup bersama kedua anak kembarnya serta adiknya. Di sebuah rumah sederhana bertingkat yang tidak jauh dari pusat kota.

Bocah 5 tahun ini benar2 menguji jiwa keibuannya.

"Why?" jawabnya lembut.

"Lihatlah, dia menghancurkan ramuanku!" Tunjuknya seraya berjalan ke meja depan yang berisi mainan dengan wadah-wadah ala laboratorium.

Cleo terkekeh. "Hahaha hari ini apalagi yang kau buat, Sayang? Kemarin kau membuat ramuan penghilang kerutan. Sekarang apa?"

"Ya aku akan membuat ramuan untuk mommy agar tampak cantik seperti aku," ucapnya dengan penuh kepercayaan diri.

"Oh maksudmu aku tidak cantik?"

"Bukan, mommy ku ini saaaangat cantik."

Cleo mencebikkan bibir gemas dengan ucapan putrinya itu.

"Yasudah terserah kau saja. Tapi jangan lupa bereskan nanti ya."

"Siap mom!"

"Oh ya, di mana Uncle Demian?" tanya Cleo lagi.

"Dia berada di... " ucapnya sambil celingak celinguk ke segala arah.

Senyumnya mengembang mendapati orang yang tengah dicarinya akhirnya terlihat dari kejauhan. Seorang pria berambut hitam kecoklatan membaca keranjang di tangan kiri dan tangan kanannya membawa sebuah box.

"Aha! Itu dia!"

Wren memanggil, "Uncle! Uncle!"

Cleo pun juga tersenyum melihat sang adik datang yang tentunya membawa pesanannya. "Hei kau sudah mendapatkannya?"

"Tentu ini." Damian memberikan box pada Wren.

"Wahhh terima kasih Uncle Damian!"

"You are welcome baby."

***

2 years later

Berada di sinilah wanita itu sekarang, di sebuah rumah sederhana khas negara desain.

"Mommy!" Sebuah suara mengagetkannya saat ia baru saja melepas sepatu. Tadi malam ia bertugas shift malam dan nanti pun juga sama.

"Yes baby?" sahutnya. Langsung ia menggendong bocah 7 tahun yang berjalan ke arahnya.

"Mommy lelah ya?" ucap bocah kecil itu sambil menyisir rambut sang ibu dengan jemari kecilnya meski tidak semua tersentuh.

Cleo mengangguk sambil menaruh tas yang ia bawa. Tidak lama kemudian seorang bocah laki-laki berusia sama menghampirinya juga.

"Mom! Mrs. Diana tadi bilang pada kita semua. Besok semua orang tua harus ke sekolah," ucapnya dengan nada yang sangat lugu.

Bocah di gendongannya mengangguk menyetujui apa yang diucapkan saudaranya tersebut.
"Betul, Mom. Tadi sebelum pulang Mrs. Diana memberikan surat pada Uncle." Bocah perempuan itu menambahi.

"Benarkah? Lalu kemana sekarang Uncle Demian?" Cleo mengedarkan pandangan lalu mengecup pipi gembul sang putri bergantian dengan pipi sang putra. Ia menurunkan sang anak dari gendongananya.

"Aku di sini!" Seorang pria berambut hitam legam dan betubuh tegap membuka pintu ruang keluarga. Pria itu langsung duduk di bangku dekat meja makan.

"Wren bilang guru di kelasnya memberimu surat? Surat apa?"

Demian mengangguk. "Entah aku pun tidak tahu pasti. Ia hanya mengatakan akan ada pembangunan gedung baru di yayasan itu."

Cleo manggut-manggut.

"Apakah ada pementasan?" tanya Cleo lagi.

Demian mengendikkan bahu sembari mengoleskan butter untuk rotinya dan untuk dua keponakannya tersebut.

Siang hari yang cukup melelahkan baginya. Setelah mengantar kedua keponakannya sekolah ia melakukan aktivitasnya seperti biasa dan menjemput dua bocah tadi saat jam pulang sekolah tiba.

"Uncle aku mau stroberi di atasnya," sahut bocah kecil bernama Wren itu.

"Aku juga--,"

"Tidak, ini untukku. Kau blueberry saja Zeus." Wren memotong ucapan saudaranya.

Bocah bernama Zeus itu menghela napas. "Ya, ya terserah kau saja. Dasar pelit."

Demian terkekeh mendengar kedua bocah itu yang selalu tidak pernah akur tapi saling mencari ketika satu di antara mereka tidak terlihat.

"Aku akan tampil ballet bersama teman-teman Mom minggu depan. Mrs. Ellie menunjukku sebagai penari yang ada di tengah." Wren berucap dengan penuh bangganya.

Zeus tertawa mengejek. "Kau? Akan menari? Yang benar saja!"

"Mulutmu Zeus!" bentak Wren.

"Lalu, bagaimana denganmu Zeus? Kau akan menampilkan apa?" tanya Cleo.

"Untuk apa tampil? Aku tidak berniat mengikuti satupun," ucapnya lalu mengunyah roti dengan selai blueberry yang ia oles sendiri barusan.

"Bilang saja kau tidak punya bakat! Kau kan jelek tidak seperti aku yang cantik mirip Mommy." Wren berucap dengan penuh percaya diri.

Zeus memutar bola matanya jengah.
Cleo mengusap kepala Wren dengan lembut.

"Baiklah nanti mommy akan berangkat bersamamu dan Uncle Demian. Siang hari kan acaranya? Mommy kebetulan ada shift malam hari itu."

"Kenapa Uncle Demian?" Wren bertanya.

"Lalu kau ingin mommy dengan siapa?"
Cleo berucap sambil berjalan menuju lemari es dan mengambil air putih.

Wren menggeleng. "Mom..."

"Hmm?" Ia menoleh ke arah meja makan.

"Kapan daddy akan pulang?"

"Uhukkk.... Uhukkk..." Demian tersedak dan segera Cleo mengambilkan air putih untuk sang adik.

"Daddy..." Cleo menggantung kalimatnya.

Cleo menoleh pada Demian seakan meminta bantuan untuk menjawab. "Belum sayang... Daddy masih..." Cleo terbatah.

"Berlayar," celetuk Damian cepat.

"Kenapa daddy tidak pulang sampai sekarang? Waktu itu mommy bilang jika aku mau pergi ke sekolah dan sekarang aku sudah mau naik kelas 2," protes Zeus dengan nada tak suka.

"Zeus...daddy.... sedang bekerja agar bisa membelikanmu banyak mainan. Sabar ya..." Cleo beralibi dan bisa ditebak bagaimana respon sang anak.

"Sebenarnya aku punya daddy atau tidak sih?"

Pertanyaan seperti ini bukan kali pertamanya dilontarkan oleh Zeus atau Wren. Bahkan ia tetap merasa kebingungan untuk menjawab. Entah sampai kapan ia terus berbohong. Ini semua karena ia sedari dulu selalu mengatakan bahwa ayah dari si kembar tengah bekerja. Meskipun kenyataannya Cleo dan keluarganya sengaja menjauh agar tidak disangkutpautkan lagi dengan... Lancaster.

****
9 Years Ago....

Jaeden berjalan keluar dari villa tempat dirinya dan Cleo menginap beberapa waktu. Ia meninggalkan negera itu, lebih tepatnya meninggalkan Cleo dan mencoba menghubungi keluarga Cleo. Jaeden meminta bantuan salah satu teman. Bukan bagian dari Lancaster tentunya karena semua akses dengan orang-orang kepercayaan Lancaster telah diblokir.

Itulah bukti bahwa di atas Jaeden masih ada Theodore yang lebih berkuasa.

Sementara Cleo masih tidak habis pikir Jaeden meninggalkan dirinya di negeri orang. Selang beberapa hari Demian menjemputnya. Ia belum sempat  mengabari keluarganya tapi Demian sudah datang. Jangan tanya siapa yang menyuruhnya datang. Cleo yakin Jaeden lah yang menghubunginya. Cleo juga yakin jika Jaeden tidak sejahat itu meski sebelumnya dengan jelas anak kedua Lancaster itu meninggalkannya.

Tapi dalam benaknya Jaeden Brahms bukanlah orang yang jahat.

Semenjak kejadian tersebut Cleo merasa hidupnya akan berakhir jika bukan karena kedua orang tuanya menguatkan dirinya. Keluarga Rachesky benar-benar mencoba menyembunyikan keberadaan Cleo setelah mendengar kegaduhan yang terjadi terutama juga saat mengetahui sang anak mengandung.

Bagi Demian yang tidak tahu menahu ia bingung harus merespon apa. Terakhir kali ia mendapat pesan untuk menjemput sang kakak di negera tersebut. Pesan ini ia dapat dari seseorang yang ia yakin mengenal Jaeden Brahms. Ia juga diberi sebuah kartu ATM yang dapat ia gunakan selama ia membutuhkan.

Cleo tidak tahu akan hal itu. Yang Demian ceritakan hanyalah ia diminta seseorang menjemput dirinya dan setelah sampai di kampung halamnnya kedua orang tuanya sangat terkejut atas apa yang terjadi pada sang putri. Demin pun tidak membenci Jaeden karena ia yakin jika Jaeden jahat mana mungkin ia masih mempedulikan sang kakak. Tetapi untuk hal lainnya ia kurang paham.

Beberapa tahun setalahnya Mr. Rachesky meninggal dalam kecelakaan. Naas bagi kelurga tersebut, sang kepala keluarga meninggal dengan meninggalkan sang istri, kedua anak dan cucunya.

Setelah kejadian tersebut keluarga Cleo dan tentunya Demian memutuskan pindah. Tepatnya di Denmark. Di sana ada saudara jauh sang ayah. Cleo, Demian, Mrs Rachesky dan bocah kembar itu berada di sana.

Sementara itu di bagian dunia lain Jaeden bagai dikhianati semua orang yang awalnya ia percayai. Tidak ada orang kepercayaannya seperti dulu, bahkan ia seperti bukan siapa-siapa dibandingkan sang ayah Theo.

Katakan bahwa Jaeden bodoh! Ya! Sial dan sial! Ia datang ke Washington bukan akan kehendaknya sendiri tapi ia diserahkan oleh temannya yang ternyata bersekongkol dengan sang ayah untuk membawanya pulang.

Jaeden memasuki mansion dengan kondisi lemah. Bertepatan dengan Shawn yang sudah lebih dulu menunggu kedatangannya.

"YOU! BASTARD!"

BRUGG

Jaeden tersungkur. Tidak ada yang berani membantu Jaeden di depan Shawn.

"Get Up Brahms! Get up!" Shawn membentak dengan menarik kerah kaos Jaeden.

"Bangun Bajingan! Hadapi aku! Kau mengaku hebat dalam segala hal, bukan? Sekarang lawan aku!"

"Shawn!"

Suara Theo berteriak dari arah belakang.

"Hentikan!" tegasnya agar Shawn berhenti mencekik kerah kaos sang adik.

BRUGG

Tubuh Jaeden yang tampak kurus tak terawat makin lemah setelah memperoleh bogeman mentah dari Shawn. Shawn mengabaikan ucapan sang ayah. Bahkan sepertinya Shawn masih belum puas setelah membuat beberapa titik lebam di wajah adiknya.

Shawn memang lembut tapi bukan berarti ia tidak memiliki sifat Theo dalam dirinya.

Beberapa waktu lalu rekan Jaeden yang juga membantu kepulangan Cleo, Tyler Brown membawanya pulang dengan paksa. Dengan keadaan tak sadar Jaeden dibawa ke mansion Lancaster. Tentunya dengan dikawal beberapa orang. Sudah seperti tahanan yang akan dihukum mati saja.

"Hentikan!"

Theo datang menghampiri sang putra lalu menarik mundur Shawn. Theo membungkuk menangkap Jaeden yang terkapar di lantai dengan beberapa pengawal di samping kanan kirinya.

"Bawa dia ke kamar dan panggilakan dokter Harry," perintah Theo.

***

Wkwkw gajadi ending
Kurang beberapa part gais
Happy reading dari author yang update nya setahun sekali xixi

Terakhir update 2023
Ini dah 2025 haha
Enjoy

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top