[TPS] Part 27 - Enemies?
"Brahms..." tegur Cleo mendapati Jaeden termenung menatap ke depan.
"Brahms? What's going on?" Cleo menyenggol lengan Jaeden lalu mengikuti arah pandang pria di sampingnya itu. Ia melihat sosok pria seusianya atau lebih tua sedikit tengah berjalan ke arah mereka. Pria berjas hitam dan berambut klimis itu berjalan dengan tegas dan penuh wibawa hingga akhirnya sampai di hadapan mereka.
"Jaeden Brahms..." ucap pria itu dengan suara baritonnya.
Ya, pria itu adalah Alucard Jefferson. Sosok yang tidak begitu Jaeden sukai karena suatu hal yang tentunya sudah membuat Jaeden jengkel hingga muak.
"What are you doing here?" tanya Jaeden ketus.
Pria itu terkekeh diselingi seringai khas tokoh-tokoh licik dalam novel percintaan. "Haha... hei dude, ini tempat umum... bukan area kekuasaan Lancaster, kau lupa?"
Jaeden mengembuskan napas berat, ucapan Alucard barusan benar-benar menjengkelkan sekaligus penuh sarkas.
Cleo bertanya, "Siapa kau?"
Alucard mengalihkan pandangan ke samping Jaeden. "Oh! Ini kekasihmu?"
"It's not your business at all Mr. Jefferson." Tanpa meladeni lagi, Jaeden langsung meraih lengan Cleo untuk menjauh dari pria itu.
"Brahms, who's he?" Cleo mendesak Jaeden seraya mereka berjalan cepat menjauhi Alucard.
"Nanti kuceritakan padamu, sekarang ikut aku." Keduanya berjalan menjauh tetapi Alucard diam-diam mengikuti mereka dengan terang-terangan dari belakang
"Hei Jae! Tunggu!"
Sreeppp
Alucard berhasil meraih lengan kiri Jaeden yang kosong. Pria itu menggenggam lengan Jaeden yang berlingkarkan jam tangan andalan keturunan Lancaster tersebut.
"Get off!"
Keduanya saling menatap dengan tajam. Jaeden yang berusaha mejauhi Alucard menunjukkan pandangan tak sukanya pada mantan rekan bisnis Theo tersebut.
"What do you want?" sengit Cleo ikut kesal. Tidak ada jawaban dari kedua pria itu hingga detik kemudian Alucard mengendorkan genggamannya dan langsung dihempas dengan keras oleh Jaeden sampai terlapas.
Persetan dia lebih tua dari Jaeden. Sekali seseorang membuatnya marah, maka masuklah nama dia dalam daftar orang yang harus dijauhi dan dihadapi oleh seorang Jaeden Brahms. Itulah watak umum seorang Lancaster, mulai dari Theo, Shawn hingga Jaeden.
Tanpa Jaeden sadari, sesuatu tengah berproses dengan cepat akibat suatu hal yang sangat tidak pernah diduga oleh siapapun.
Klik
"Who's he Brahms?" Cleo melepaskan genggaman Jaeden pada lengannya. Keduanya saat ini berada di gang dekat tempat tinggal Cleo. Jaeden mengedarkan pandangan ke penjuru arah, mencoba memastikan pria tadi tidak mengikuti mereka.
"Dia orang yang licik."
"Sama sepertimu?" Cleo menatap Jaeden.
Jaeden menyugar rambutnya ke belakang menggunakan jemari. "Bukan... dia bahaya. Jika kau bertemu dengannya, jangan bicara apapun, paham?"
"Memangnya apa yang dia perbuat?" Cleo semakin dibuat penasaran.
Jaeden menjelaskan mulai dari siapa Alucard sebenarnya. Pria yang dulunya merupakan rekan bisnis Theo itu beberapa Minggu lalu mengundang Jaeden ke tempatnya. Ya, beberapa hari ketika ia meninggalkan Cleo sendiri di Swiss. Saat itulah Jaeden menemui Alucard.
Awalnya perbincangan keduanya berjalan semana mestinya seperti rekan lama yang baru berjumpa kembali hingga akhirnya Jaeden mengetahui tujuan pria yang seharusnya terlihat paruh baya tersebut.
"Bagaimana? Apa kau mau menjual formula itu padaku?"
"Tidak terima kasih tuan Jefferson."
"Aku akan memberikan aset milikku padamu Jae. Oh! Bagaimana jika kita saling bertukar formula? Kau bisa memiliki serum buatanku."
"Tidak penting, aku tidak butuh."
Alucard mencoba meredam kekesalannya mendapai pria sombong di hadapannya itu.
"Kenapa kau sangat keras kepala?"
"Memang."
"Baiklah bagaimana jika kita kerja sama?"
Jaeden berdecak. "Kau membuang-buang waktuku, Mr. Jefferson," sindir Jaeden.
"Lancaster! Aku tidak akan mengundangmu jika tidak ada hal penting!" bentak Alucard kesal.
"Siapa yang menyuruhmu mengundangku?" Jaeden berucap dengan nada meremehkan.
Alucard menatap Jaeden santai. "Serum Oblivious dan Reparo. Bisa kah itu kita kembangkan bersama?" tawarnya.
Jaeden yang berdiri agak jauh dari Alucard seketika terkejut. Bagaimana bisa pria ini tahu? Karena serum itu buatan Jaeden Bersama Professor Finnegan. "Dari mana kau tahu itu huh?"
Prok! Prok! Prok!
Alucard bertepuk tangan angkuh. "Ohhh akhirnya aku mengaku ya? Oh astaga kau belum mengenalkan penemuanmu ke dunia sama sekali? Wahhh keren sekali kau Lancaster." Alucard menampilkan seringai liciknya.
"That's not your business!"
Alucard mendekati Jaeden kemudian meraih lengan kanan pria itu. Menekan dengan keras kemudian mengamati lengan Jaeden seakan ia mengetahui sesuatu kemudian berucap, "Serum reparo hum?"
Jaeden membelalak dengan kesal. "Shit! Get off me!" Jaeden mencoba menghempaskan genggaman tangan Alucard.
Tak tak
Alucard mengetuk lengan Jaeden dengan kemarinya. "Pertahanan yang bagus!"
"Fuck off!" geram Jaeden kemudian menghempaskan gengaman tersebut.
Dengan kesal Jaeden langsung meninggalkan pria itu di ruangannya.
Jaeden berjalan menjauhi tempat tersebut dengan kepala panas. Sialan! Dari mana dia tahu itu semua?
Jaeden melihat lengan bekas cengkraman Alucard.
Apa tujuannya?
"Kita pulang Brahms," ucapan Cleo membuyarkan ingatan Jaeden mengenai Alucard yang benar-benar menyebalkan. Sampai kapanpun ia harus menjauhi pria itu. Alucard merupakan ancaman baginya. Ya!
Jaeden mengangguk seraya memikirkan bagaimana Alucard bisa datang ke sini? Apa mungkin ia memata-matai Jaeden?
"Dari mana kalian?"
Baik Jaeden dan Cleo sama-sama terkejut mendengar suara dari arah belakang mereka saat keduanya sudah berada di depan rumah. Keduanya menoleh, dan mendapati pemuda dengan tatapan tengil di hadapan mereka
"Demian?"
Cleo merogoh kantong yang dibawanya, kemudian memberikan pada Demian kue yang baru saja ia beli. "Ambil ini, aku membelikanmu tadi."
Demian menangkap cookies dalam kemasan yang dilempar ke arahnya. "Thanks..."
Demian mengantongkan cookies pada kantong celananya. Kemudian beralih mengamati Jaeden dari atas hingga ujung kaki yang mengenakan sneakers. "Ada apa dengan adikmu itu?" bisik Jaeden.
"Dia tidak menyukaimu Brahms." Cleo balik berbisik.
"Ohhh..." Jaeden menunjukkan wajah tengilnya juga. Ia balik menatap Demian dari atas hingga bawah.
"Kau tidak tersinggung bukan?" bisik Cleo. Tentu saja bisikan itu bisa didengar oleh Demian. Hanya saja pemuda itu masih diam sambil terus menunjukkan wajah tidak sukanya pada Jaeden.
"Buat apa aku tersinggung dengan bocah SMP?" Kali ini Jaeden meninggikan suaranya.
"Siapa bocah SMP maksudmu Lancaster?" sahut Demian sinis.
"SMA Brahms..." koreksi Cleo sambil terkekeh.
"Oh! Kau high school student?" goda Jaeden dengan nada mengejek.
Demian menatap tak suka pada Jaeden.
"Dia pasti akan menyukaimu nanti haha. Aku akan membantu Mama di dalam, jika kau ingin berjalan-jalan silakan saja."
"Yeah go on..."
Cleo masuk ke dalam rumah sementara Jaeden masih berada di luar. Pria itu berjalan santai sembari menengok ke penjuru arah dengan waspada.
***
"Cleo, di mana kekasihmu?" tanya nyonya Rachesky yang tengah membuat adonan roti.
"Brahms?"
"Dia di depan, mama tenang saja. Oh ya di mana papa?"
"Sudah berangkat."
"Papa masih bekerja di tempat itu?"
"Ya itu hal yang disukai papamu. Mama sudah menyuruhnya untuk pensiun tapi dia tidak mau."
Cleo manggut-manggut. Wanita itu tengah membantu sang ibu membentuk adonan di atas meja.
"Mama senang kau tampak bahagia dengan kekasihmu." Cleo hanya menyunggingkan senyum karena semuanya hanyalah pura-pura.
***
Jaeden tengah berjalan santai menyusuri daerah Santorini. Pria yang menggunakan kaos lengan pendek putih serta celana hitam panjang tersebut berjalan seraya mengamati daerah tersebut.
Lautan biru nan luas menyapanya di seberang sana. Merenggangkan kedua lengan, Jaeden menghirup udara segar dalam-dalam.
Tiba-tiba sebuah tangan menepuk pundaknya. "Hei!" Jaeden menoleh dan mendapati pemuda tengil di hadapannya.
"Oh kau ternyata."
"We need to talk." Demian berucap dengan ketus.
Demian menatap Jaeden dengan siku menempel pada pembatas beton putih. Demian mengamati Jaeden dari atas ke bawah. Lagi dan lagi dengan tatapan tidak suka.
"Kau tidak benar-benar menyukai Cleo kan?"
Jaeden tidak gentar sedikit pun dengan Demian yang terdengar mencoba mengintimidasinya.
"What do you mean?" jawabnya santai seraya menyugar rambutnya ke belakang.
"Sudahlah Lancaster... sangat tidak mungkin orang sepertimu mau dengan kakakku. Katakan apa yang kau ingin darinya?"
Demian berkata sembari menunjuk Jaeden dengan telunjuknya. Sontak hal itu mendidihkan kekesalan dalam diri seorang Jaeden Brahms. Tetapi ia mencoba menahannya. Tenang... ia bukan tandinganmu, Brahms! Di hadapannya sekarang hanyalah bocah sekolah menengah yang mencoba menguji dirinya.
"Cleo adalah kekasihku sekaligus partner kerjaku."
Demian berdecak kemudian mengeluarkan alat vape dari saku kemejanya. Dengan santainya ia mengisap alat tersebut lalu mengembuskan asap di depan wajah Jaeden seraya menyunggingkan senyuman mengejek.
Sialan! Anak ini belum tahu saja bagaimana watak Jaeden jika sudah ada yang membuatnya marah. Jangan ditanya sekarang ekspresi Jaeden bagaimana. Tangan kananya terkepal menahan kekesalan.
"Apa maumu?" tantang Jaeden seraya mencoba menekan suaranya.
"Aku tidak butuh apapun darimu."
"Katakan, jangan membuatku marah." Jaeden berjalan selangkah maju.
"Aku hanya ingin kau jangan mempermainkan Cleo, keluargaku terutama mama dan papa," ungkap Demian. Itulah hal yang mengganjal di pikirannya sejak kedatangan Jaeden ke rumah mereka. Seorang keturunan orang terpandang dan kaya raya, bisa-bisanya dating ke rumah kecil mereka? Buat apa?
"Mereka bukan mama papamu," tukas Jaeden dengan penuh percaya diri.
"Shut up!" bentak Demian.
Ya, Jaeden sudah mengetahui segala hal mengenai keluarga Cleo. Begitu pula Demian yang bukan merupakan anak kandung pasangan Rachesky.
Jaeden tertawa sinis. "Kau hanya anak angkat."
SREGG
BUGG
Demian meraih kerah baju Jaeden dengan cepat juga ia meraih leher pria itu, mencekek leher Jaeden dengan keras. Membuat Jaeden sedikit kesulitan menggerakkan kepalanya, ia juga balik menekan pundak Demian dengan keras. "Siapa yang memberitahumu?"
"Why? That's right, isn't?"
"Shit!"
Sruggh
Jaeden dengan cepat membalikkan keadaan, ia menekan leher Demian dan memojokkannya di dinding. Membuat pemuda tengil itu mencium tembok di depannya. "Kau jangan mencoba menggertakku. Kau bukan tandinganku anak kecil. Masalah Cleo, kau tidak perlu khawatir. Cleo akan bahagia denganku," ujar Jaeden sambil terus menekan tangannya pada leher Demian, membuat pemuda itu terbatuk dan meronta.
"Lepaskan!"
Lagi Jaeden tertawa sinis. "Jika kau ngin melumpuhkan napas lawanmu, tekan tengkuk dengan jempol serta jari tengahmu seperti ini dengan keras." Jaeden langsung mempraktikkan apa yang ia ucapkan.
UHUKK UHUKK
Jaeden tersenyum sinis. "Jangan mengisap vape terlalu banyak atau masa depanmu akan suram, Nak."
Jaeden kemudian melepaskan cengkaramannya. Berjalan mundur selangkah kemudian merogoh dompet miliknya, mengambil sebuah kartu berwarna hitam.
"Gunakan dengan baik, kau tenang saja. Kau bisa memakainya secara anonym."
Jaeden memberikan kartu itu ke telapak tangan Demian. Demian langsung termenung seraya masih mencoba menetralkan apas dan mengusap lehernya. Sementara Jaeden menyunggingkan bibirnya lalu menjauhi bocah itu.
***
"Sial!" Jaeden mengumpat selepas dirinya masuk ke dalam rumah Cleo kembali.
Cleo yang melihat Jaeden tampak risau bergegas mendekatinya. "Ada apa?"
"Aku tidak dapat menghubungi Owen bahkan orangku di Swiss," ungkapnya mencoba mengutak-atik jam tangan miliknya. Jaeden kemudian berjalan menuju kamar diikuti Cleo agar pembicaraan mereka tidak dapat didengar oleh Nyonya Rachesky yang tengah menyiapkan makan siang.
"Mungkin kau butuh sinyal?"
"Tidak Nona, aku tidak membutuhkan sinyal seperti orga lain. Kau tahu sendiri, ini jaringan khusus Lancaster."
"Kau butuh slim phone?"
Jaeden menggeleng.
"Kau sudah mencoba menghubungi yang lain?"
Beberapa kali Jaeden mencoba menghubungi orang-orang yang dimaksudkannya melalu jam tangan yang ia pakai tetapi semuanya otomatis tertolak. Ada apa sebenarnya?
"Tidak bisa."
"Sangat aneh."
Jaeden duduk di pinggiran ranjang dengn raut wajah gusar sambil memikirkan sesuatu.
"Apa sesuatu hal buruk telah terjadi tanpa kau ketahui, Brahms?"
"I don't know."
"Aku akan ke Swiss mala mini. Kau tetaplah berada di sini, Nona."
"Tidak, kutemani kau Brahms."
"Tapi kau baru saja pulang..."
Cleo menatap Jaeden untuk meyakinkan pria itu. "Tidak apa Brahms... aku sudah senang bisa berkumpul dengan keluargaku."
"Kau tidak apa-apa?"
Cleo mengangguk. "Ya, tidak apa-apa, aku akan menyiapkan barang-barang kita dan berpamitan pada mama kalau begitu. Tapi kau harus makan siang terlebih dahulu, bagaimana?"
Jaeden mengangguki.
Aku akan mengatakan pada mama dulu.
"Oke aku akan menyiapkan invisible car ku."
Jaeden mengambil slim phone miliknya sendiri.
"Sial!"
"Tidak bisa juga?"
"Hang on, akan aku usahakan."
Cleo keluar dari kamar tersebut.
Sementara Jaeden di kamar masih mencoba menghubungi orangnya serta menyiapkan kendaraan mereka.
"Sial! Ada apa ini? Ck..." lima belas menit lebih ia mencoba menghubungi orang-orang yang dimaksud tetapi hasilnya nihil.
Beberapa saat kemudian Cleo datang dengan membawa makanan dalam kotak.
"Kita berangkat sekarang, Brahms?"
"Kau yakin?"
Cleo mengangguk.
***
Jaeden dan Cleo berjalan sembari menyeret koper dan tas mereka. Seteah berpamitan dengan Nyonya Rachesky, keduanya langsung berangkat.
Berhubung daerah tersebut lumayan jauh dari stasiun atau tempat pemberhentian kendaraan, membuat mereka mau tidak mau berjalan sebentar. "Kau sudah menghubungi... ehm... Shawn?" tanya Cleo di sela keduanya menunggu kendaraan.
"Untuk apa menghubungi dia?" Jaeden menatap Cleo.
"Untuk bertanya... ah lupakan... lebih baik kita pakai jalur darat seperti kemarin saja Brahms..."
"Tidak."
"Apa kau mau menunggu?"
Jaeden bingung. Bagaimana ini?
"Bagaimana dengan heli?"
"Aku juga masih belum bisa menghubungi orangku."
"Bagaimana?"
Jaeden berpikir sejenak. "Baiklah."
***
Sehari sudah perjalanan mereka untuk kembali ke Swiss. Andai kata ia mengendarai invisible car atau heli maka hanya butuh 7-8 jam untuk sampai di base camp Jaeden itu.
Jaeden menyetujui Cleo untuk melalui jalur darat, karena jika ia memakai jalur udara, ia tidak mau orang lain tahu keberadaan dan riwayat perjalanan Lancaster jika ia menaiki pesawat komersil.
Di sinilah mereka sekarang, sudah berada di Kawasan Swiss. Keduanya memutuskan untuk berhenti sejenak di salah satu tempat makan di sana sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan yang tidak lama lagi akan sampai.
"Brahms aku capek." Cleo mengeluh ditambah lagi medan yang harus mereka lalui tidak mulus. Jaeden mengajaknya menyusuri padang rerumputan serta melewati beberapa anak sungai.
"Sebentar lagi Nona."
Kurang lebih sepuluh menit mereka sudah berjala, keduanya mendengar suara ramai dan...
"Brahms... fire!"
Jaeden membelalak tidak percaya denga napa yang dilihatnya. Sial! Apa yang terjadi pada base camp miliknya itu? Asap tebal mengepul dari arah belakang bangunan semi kayu itu.
Jaeden bergegas mendekat. Keduanya melihat beberapa orang sudah di depan sana dengan beberapa ATV dan juga heli.
"Brahms... tunggu aku!" ucap Cleo yang tertinggal beberapa Langkah di belakang.
Base camp Jaeden... terbakar?
Jaeden menghentikan langkahna mendapati siapa orang-orang yang tengah berdiri di depan sana. "Siapa mereka Brahms"
Jaeden tidak menjawab. Ia terbelalak. Jantungnya berdegup kencang ditambah lagi ia melihat robot Ashley tergeletak di tanah dengan sosok yang ia kenal berada di sampingnya. Shawn Peter Lancaster. Boom!
"Dad?"
Theo menatap kedatangan Jaeden dengan tatapan tak bisa ditebak. Yang pastinya banyak hal yang ingin sekali dilontarkan saat itu juga. Cleo ikut terkejut mendapati apa yang sebenarnya telah terjadi?
"Brahms..."
Jaeden berjalan mendekat. "Dad... Apa yang kalian lakukan di sini?"
Shawn berjalan mendekati Jaeden.
"Kau! Apa yang kau – "
SREGG
BUGG
JDUG
"BRAHMS!!!!" teriak Cleo histeris.
➰➰➰
Yeaay akhirnya bisa update lagi hehe
Doain ya semoga bisa rutin walaupun gak setiap hari
Makasih buat yang udah sabar nunggu update an cerita ini
Love you guys...
makasih yang udah vote dan komen :) kalian luar biasa hehe
Yang belom follow silakan klik follow
Apapun bentuk apresiasi kalian aku seneng banget🙆🏻♀️
Btw untuk visual Shawn di cerita sebelah aku masih pakai wajah Brahms ya
Kalo di sini udah ganti
Oh ya untuk visual Brahms dan Cleo aku udah izin langsung ke modelnya. Udah lama sih aku izin dan mereka gak keberatan. So... enjoy guys...
Banyak clue di chapter ini jika kalian teliti untuk next conflict😎
See you next chapter!
Shawn
Brahms
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top