[TPS] Part 2 - Is This a Curse or Destiny?
PLAKK
"Awshh." Jaeden menyentuh pipi dan bibirnya yang menjadi sasaran amukan telapak tangan Cleo.
"Kau!" Cleo mengacungkan telunjuk ke depan wajah pria itu. Napasnya memburu. Ucapan Jaeden benar-benar sudah membangkitkan kemarahan pada dirinya. Baru saja seorang pria berani menjatuhkan harga dirinya dengan mengajaknya tidur. Benar-benar kurang ajar! Memangnya dia siapa?
"Ingat baik-baik. Aku tidak peduli denganmu dan aku harap aku tidak akan bertemu denganmu!" bentaknya. Cleo berucap sambil menunjuk wajah Jaeden dengan penuh emosi.
"Tunggu!" Jaeden menggapai lengan Cleo ketika wanita itu akan melangkah pergi.
"Lepaskan tangan kotormu ini! Kau kira siapa kau dapat menyamakanku dengan wanita di luaran sana hah?!" Cleo menghentakkan lengannya dan meluapkan semua kekesalannya pada pria tidak tahu diri di hadapannya saat ini.
"Maksudku bukan itu!" ucap Jaeden pelan.
"Lalu apa? Kau butuh berapa untuk ganti rugi jam milikmu itu?"
Cleo memandang Jaeden yang tenang-tenang saja.
"Aku tidak butuh uangmu!" jawab Jaeden dengan sombongnya.
"Kau! Lalu apa? Ingat! Jika kau sekali lagi menganggapku seperti seorang pelacur, aku tidak akan tinggal diam!" Cleo membentaknya lagi. Sedangkan Jaeden hanya menunjukkan raut wajah datar namun tatapannya sulit ditebak.
"Apa yang akan kau lakukan?" tantang Jaeden.
"Aku akan...." Cleo menggigit bibir bawahnya. Hal itu malah membuat Jaeden mengamati betul apa yang dilakukan wanita itu.
Jaeden melangkah mendekat dan tersenyum. Jantung Cleo berdetak begitu kencang.
"Cepat katakan berapa yang harus kubayar? $1 juta?" Cleo mengangkat kepalanya seakan menantang Jaeden.
Jaeden menggeleng. Kini yang diperlihatkannya adalah seringai iblis di balik wajah malaikatnya yang tampan pada wanita itu.
"Kau mau menawariku $1 juta, dua juta atau bahkan ratusan juta, aku tidak menginginkan itu semua, Nona. Asal kau tahu, jam ini tak ternilai harganya. Aku membuatnya sendiri," jelas Jaeden.
"Maksudmu?"
"Kau tadi melihatku sedang berkomunikasi melalui ini, bukan?" Jaeden mengangkat jam yang dipegangnya.
"Banyak perusahaan yang menjual watch phone seperti itu!" Cleo mencoba mematikan ucapan sombong Jaeden.
"Jangan memotong ucapanku, Nona. Dengar, dengan ini kau dapat meretas apapun. Kau mau membuka brankas utama Amerika? Bisa. Kau mau memanipulasi politik? Bisa. Bahkan... kau bisa melakukan apa yang tidak bisa orang lain lakukan dan juga... yang baru kau lihat." Seringai sombong dan licik nampak jelas di wajah pria itu.
"Maksudmu?... siapa kau sebenarnya?" Cleo semakin mendesak Jaeden. Antara kesal dan ingin tahu bercampur menjadi satu.
Jaeden melangkah maju selangkah. "Aku tidak perlu menjawab pertanyaan itu, Nona. Karena kau akan tahu dengan sendirinya siapa aku nanti."
"We'll meet again! Trust me!" Jaeden berucap dengan penuh percaya diri seraya menampilkan seringai sombongnya.
Bak tersihir, Cleo mematung di tempatnya. Seringai nakal Jaeden terukir semakin jelas. Pria itu mendekatkan wajahnya dan --
Cup
Pria itu mengecup bibir yang sedikit terbuka dan sedari tadi menggoda untuk dirasakan itu.
"Hutangmu tinggal sedikit, Nona. Jangan khawatir," ucapnya di telinga Cleo.
"We'll meet again, Sweetheart."
Setelahnya Jaeden berlalu meninggalkan Cleo yang masih mematung. Bak tersihir, beberapa detik lalu ia tidak dapat melakukan apa-apa. Pria itu berani-beraninya mencium dirinya. Di tempat umum pula. Tidak tahu malu! Dan Cleo untuk pertama kalinya merasakan benda kenyal nan lembap itu menyentuh bibirnya dengan begitu... sensual.
Pertama kalinya!
Namun tidak butuh waktu lama untuk akal sehatnya seakan kembali.
Ia mengepalkan tangannya."We'll meet again? In your dream!" Cleo mengusap kasar bibir dengan punggung tangannya. Ia ingin menghilangkan jejak bibir pria menyebalkan dan sombong itu.
"You're such a jerk!"
➰➰➰
Los Angeles, California
18:21 PM
Cleo cemas.
Setelah mengalami kejadian yang menurutnya begitu menyebalkan ia langsung kembali ke apartemennya. Ia tidak berani kembali ke restoran itu lagi. Bagaimana tidak? Seluruh pengunjung restoran melihat semuanya tadi. Benar-benar memalukan dan menjengkelkan!
Itu semua karena pria sombong dan angkuh tadi!
Ia benar-benar tidak habis pikir apa yang sudah terjadi padanya tadi sore. Pria asing dengan arogannya tiba-tiba mencium dirinya dan berucap dengan penuh percaya diri.
Sial! Kenapa ia tidak dapat melupakan semua itu?
Ia mencoba memejamkan mata, sedari tadi, setelah selesai mandi. Yang sekarang ia pikirkan adalah: Pasti ia akan kehilangan pekerjaannya. Belum lagi jika ia harus mengganti rugi. Bagaimana jika pria itu tiba-tiba datang lagi dan menagih semua itu?
Jujur, ia percaya dengan apa yang pria tadi ucapkan jika jam tersebut bukan jam sembarangan. Karena Cleo sendiri belum pernah melihat jam seperti itu. Apalagi ketika pria itu menjelaskan fungsinya. Benar-benar tidak ada nada kebohongan. Semua terdengar dan terlihat serius di matanya.
"Argh... apa yang harus kulakukan? Berpikirlah Cleo!" Wanita itu mengetuk-ketukkan telunjuk ke keningnya sembari menyandarkan punggung pada kepala ranjang.
Ting tung
Bunyi bel membuatnya bergegas keluar kamar dan menuruni anak tangga.
"Heleeen I miss youuu." Cleo menghambur memeluk temannya itu.
"Miss you too."
"Kau datang sekarang?" tanya Cleo.
"Ya. Seharusnya pagi tadi, tapi tiba-tiba pesawat mengalami delay."
Cleo manggut-manggut seraya memanyunkan bibirnya.
"Kenapa kau cemberut?"
"Tidak apa. Sebenarnya.... Aku minta maaf Hel karena mungkin aku tidak bisa membayarmu untuk apartemen bulan ini."
Helena memegang kedua bahu Cleo. "Hei dengarkan aku. Sudah kubilang, kau tidak usah membayarnya. Kau temanku, tak apa. Lagi pula alasanku memilih apartemen adalah agar aku punya teman sekamar. Dan aku senang tiga tahun ini aku bersamamu, Cle."
Cleo menyentuh lengan Helena. "Terima kasih, Hel. Suatu saat aku pasti akan membalasnya."
Helena tersenyum begitu tulus. "Tidak perlu. Oh ya, kubawakan kau makanan ayo!" Helena berjalan menuju dapur sembari menggeret kopernya.
"Baiklah. Aku saja yang akan menyiapkannya. Kau gantilah dulu."
"Oke!" Cleo mengambil alih dua kotak makanan yang dibawa Helena. Wanita itu menyiapkan peralatan makan dan menaruh makanan yang dibawa oleh temannya tersebut di atas piring-piring.
Tidak butuh waktu lama untuk Cleo menyiapkan semuanya dan membawanya ke ruang tengah sembari meyalakan TV dan AC.
"Ah... segar sekali." Helena keluar dari pintu sambil mengeringkan rambut dengan handuk.
"Kau mandi?"
"Ya, badanku terasa lengket semua dan benar-benar lelah." Helena duduk di samping Cleo. Wanita itu sudah mengenakan piyama tidurnya.
"Oh ya, bagaimana kabar orang tuamu?" tanya Cleo.
"Baik, mereka akan datang, oh ya, Mom menanyakan bagaimana kabarmu." Helena menjawab seraya memakan ayam tepung pedas yang dibelinya tadi.
"Terima kasih Hel, kau dan keluargamu sangat peduli padaku." Cleo berucap pelan.
Helena menoleh ke samping. "Jangan berucap begitu. Kau sudah seperti saudaraku sendiri Cle..." Helena menepuk bahu Cleo. Wanita itu benar-benar menyayangi Cleo. Cleo mengangguk kemudian mengambil soft drink yang dibawanya dari lemari pendingin tadi.
"Oh ya, lihat, kemarin aku dan Mom membeli ini, dia membelikanmu ini juga." Helena membuka paper bag hitam dan mengeluarkan sebuah sweater putih tebal.
"Ini! Bagaimana? Kau suka?"
"Wow! Bagus sekali Hel. Terima kasih." Cleo mengamati sweater itu.
"$ 800? Apa ini tidak terlalu mahal Hel?" [+- Rp. 12.000.000.]
"Tidak Cle. Dan Mom kemarin juga membelikanku slim phone keluaran Lancaster. Kau tahu?"
Cleo menghela napas. Lancaster lagi Lancaster lagi.
Ia menggeleng. "Lihat!" Helena menunjukkan slim phone bewarna hitamnya.
"Bagus, bukan? Baru dikeluarkan bulan ini, Cle. Aku menyukai design-nya. Benar-benar tipis dan seperti layar saja." Cleo mengangguk setuju. Ia menyentuh benda persegi panjang tersebut.
"Ini pasti mahal."
"Ehm....Ya, sepadan dengan harganya. Limited edition pula. Harganya setara dengan mobil sport Cle."
Cleo membulatkan mata takjub serta tak percaya. Benda persegi panjang tersebut benar-benar di luar perkiraannya. "Benarkah? Wow! Apa keunggulannya?"
Helena menunjuk ponselnya sembari mulai berkata, "Banyak. Ponsel ini memakai jaringan terbaru Lancaster. Bukan Octa Core seperti kebanyakan ponsel. Kau tahu, sinyalnya Lancaster? Lancaster memiliki satelit sendiri dan lagi... tidak ada baterei. Jadi kalau ingin mengisi daya hanya perlu meletakkan di atas ini." Helena menunjuk kardus bergambar lempengan seperti kaca persegi.
"Pengganti charger, begitu?" Helena mengangguk.
"Wow. Pantas saja tidak ada lubang apapun di sisinya."
Helena mengambil tissue dan mengusap ujung bibirnya lalu mengubah posisi menjadi telentang dengan bersandar di pinggiran sofa panjang. "Ponsel ini memiliki banyak fungsi. I mean... yeah! Lancaster is the best. Aku menyukai keluarga itu. Hm... kapan aku akan menjadi orang yang spesial? Aku ingin menjadi kekasih Jaeden. Aku pasti seperti seorang Cinderella yang beruntung mendapatkan seorang pangeran. Bahkan melebihi Prince George ataupun Louis." Cleo mengamati bagaimana Helena senyum-senyum sendiri membayangkan hal itu.
"Ahaha... kau ada-ada saja." Cleo kembali meminum soft drink yang di pegangnya dan meletakkan slim phone di meja depannya.
"Memimpikan itu tidak salah, bukan?"
"Hm. Sekali lagi terima kasih Hel." Cleo tersenyum tipis.
"Berhentilah berterima kasih terus Cle."
Cleo mengamati kembali sweater tersebut dan terdiam melihat logo di ujung kerahnya. "Lancaster?" Ia menoleh ke Helena. Seakan tahu apa yang akan ditanyakan, Helena mengangguk mantap.
"Apa Lancaster itu perusahaan yang sangat besar?" tanyanya lagi.
"Tentu saja." Helena bangkit dari bersandarnya. "Tidak hanya di dunia fashion. Sudah kukatakan bukan waktu itu kalau Lancaster juga memiliki home producer, University, dan brand berbagai produk. Seperti mobil dan pesawat."
"Wow... kau tahu banyak tentang Lancaster, ternyata."
"Tentu! Aku mengikuti berita tentang mereka. Aku hafal nama keluarga di sana."
"Benarkah?"
"Ya, keluarga Lancaster memiliki satu anak yaitu Theodore James Lancaster. Istrinya bernama Emma John Weasley. Dan mereka memiliki dua orang pangeran yang sangat tampan..." Helena tersenyum sendiri seraya membayangkan. Wanita itu menyentuh kedua pipinya dan terus melanjutkan ceritanya, "Mereka adalah Shawn Peter Lancaster dan Jaeden Brahms Lancaster. Jaeden. Kau ingat kan? Yang kukatakan akan menghadiri acara wisuda kita." Helena bertanya dengan berbinar-binar.
"Ya. Ehm... memangnya berapa umur Jaeden itu?"
"Sekitar... dua puluh lima, mungkin." Helena mengendikkan bahu. "Untuk masalah tanggal lahir itu sangat privasi, Cle."
Cleo menyunggingkan senyum. "Seperti orang penting saja."
"Dia memang sangat penting. Kau akan tahu seberapa penting dia nantinya, Cle." Cleo manggut-manggut seraya memakan French Fries.
"Kau bilang dia professor."
"Ya, dia bergelar professor di usia muda."
"Apa kau pernah bertemu dengannya?"
"Tidak. Aku hanya melihatnya di internet, kau mau tahu?" Helena mengambil slim phone-nya di meja.
Namun Cleo menolaknya dengan melambaikan tangan sekilas. "Ah... tidak, aku hanya bertanya saja Helen."
"Ya sudah."
"Oh ya, jika Sabtu besok namamu menjadi salah satu mahasiswa yang direkrut Lancaster, aku akan sangat senang, Cle." Helen bergerak memeluk Cleo dari samping. Membuat temannya itu sedikit kesulitan bernapas.
"Helen... aku kesulitan bernapas..." keluh Cleo, sontak Helen langsung melepaskan pelukannya.
"Kau mungkin bisa langsung bekerja dengannya Cle. Kau tahu? Banyak posisi menggiurkan di Lancaster Corp." Helen terus saja berbicara dan Cleo menanggapi dengan anggukan. Ia sendiri tidak tahu siapa itu Lancaster bahkan membayangkan bekerja di sana saja tidak.
"Jika kau pandai dalam teknik mesin atau teknologi, kau dapat bekerja di perusahaan pembuatan mobil ataupun pesawat. Dan kau... science. Kau bisa... ehm... entahlah." Helena tertawa kecil.
"Hah... kai ini." Cleo menggeleng geli. Helena menunjukkan ekspresi percaya dirinya.
"Oh ya, bagaimana harimu tanpaku?"
"Buruk." Cleo menjawab dengan sebal.
"Why? What's going on?"
"Ah... aku tidak ingin membahasnya. Aku yakin bos sudah mencoreng namaku saat ini." Cleo menunduk lemas.
"Maksudmu?"
"Aku berbuat ceroboh di sana."
"Di MacD?" Cleo mengangguk.
"Hm."
"Memangnya kesalahan apa yang kau perbuat?"
"Bukan salahku sepenuhnya. Tadi, ada seorang pria muda, dia berjalan tanpa memandang ke depan dan akhirnya menabrakku. Saat itu aku sedang membawa kopi panas. Kopi itu menumpahi jam tangannya dan pergelangan tangannya menjadi melepuh." Cleo menghadap Helena dengan sedikit menampilkan ekspresi ngerinya.
"Lalu?"
"Dia marah dan menyuruh bos memecatku."
"What? Lalu apa yang bosmu katakan?" Helena terlihat semakin ingin tahu.
"Sepertinya dia akan menuruti ucapan pria itu. Bahkan terkesan takut jika membantah."
"Aku penasaran. Memangnya dia siapa?"
Cleo mengendikkan bahu. "Itulah yang aku bingungkan. Dia... benar-benar sombong. Bahasanya sangat.... tinggi. Seperti seorang bangsawan tapi ia mengenakan hoodie bukan setelan jas seperti kebanyakan."
"Benarkah?"
"Lalu apa yang dia katakan lagi? Bagaimana dia? Apa dia tampan?" Pertanyaan Helena semakin membuat Cleo kesal.
"Tidak. Dia.... Tidak tampan sedikit pun." Cleo beralibi. Jujur saja, pria tadi menurutnya benar-benar tampan dan berkarisma.
"Ah... sudahlah aku membencinya."
"Kenapa?" Helena semakin mendesak Cleo.
"Kau tidak perlu tahu, Hel."
"Hm... baiklah. Jangan sedih. Ku yakin setelah ini kau pasti akan mendapatkan pekerjaan yang lebih layak dan kau bisa mendapatkan banyak uang, oke?" hibur Helena. Wanita itu mengelus rambut Cleo dengan sayang.
"Ya, semoga saja." Cleo berkata lemas.
Kling
Tiba-tiba ponselnya berdering. Cleo merogo kantung piyamanya.
"Bos?" Cleo menatap Helena meminta pendapat. Ekspresinya benar-benar ketakutan.
"Angkat saja."
"Aku tidak berani." Cleo menggeleng.
"Sudah angkat saja."
"Kau yakin?"
"Iya, Cle." Akhirnya dengan sedikit gugup Cleo menggeser layar ponselnya.
"Cleo!" Itu suara bos Cleo di seberang sana.
"Ah? Iya, Sir?"
"Kenapa kau langsung pulang?"
"Maaf... aku hanya... ehm... kau sudah memecatku." Cleo berucap pelan.
"Siapa bilang?"
"Hah? Ouw... aku tahu, bos akan mengucapkan sekarang, bukan? Kalau aku tidak bisa bekerja lagi di sana." Cleo berucap pesimis.
"Tidak, aku malah ingin mengatakan kau tidak kupecat Cle. Pria tadi yang melarangku untuk memecatmu."
"Apa?"
Cleo menatap Helena.
"Ada apa?" tanya Helena.
"Maksud, Sir, aku tidak dipecat? Dan... hanya harus mengganti rugi padanya begitu?" tanya Cleo tidak sabar.
"Dia tidak bilang kau harus mengganti rugi, Cle. Jadi... masalah tadi sudah selesai. Ku tutup ya?"
"Ah iya." Sambungan telepon terpustus. Cleo kemudian menatap Helena senang.
"Ada apa?" tanya Helena.
"Pria tadi... mengatakan pada bosku unntuk tidak memecatku dan masalah sudah selesai."
"Benarkah? Itu bagus. Jadi kau masih bisa bekerja di sana?"
Cleo mengangguk. "Ya. Tapi tetap saja aku membencinya!" Cleo berucap kesal.
Lupakan pria itu Cleo! Semoga kau tidak akan bertemu dengannya lagi. Pikirnya.
➰➰➰
"Cleopatra Rachesky. We'll meet again." Jaeden tidak bisa berhenti memikirkan wanita yang berani menamparnya tadi. Benar-benar membuatnya penasaran dan sangat percaya diri ketika ia tahu siapa wanita itu.
"Aku akan segera mendapatkanmu, Nona. Tunggu saja." Seringai licik telukis di wajah pria itu.
➰➰➰
Prosesi wisuda tengah berjalan. Sabtu ini semua mahasiswa dari berbagai jurusan. Seperti Cleo, ia mengambil jurusan ilmu forensik dan science keseluruhannya. Sedangkan Helena sastra Inggris. Tempat duduk Cleo berada di samping Helena. Sangat kebetulan sekali karena setiap jurusan sudah diatur tempat duduknya. Begitu pun dengan orang tua yang hadir. Para dosen duduk di bagian depan. Dan di sebelahnya ada tim paduan suara yang siap mengiringi setiap prosesi.
Seorang pria yang tidak lain adalah kepala University of California berdiri di podium tengah berpidato. Pria itu menyampaikan beberapa hal dan yang terpenting yaitu perekrutan mahasiswa oleh Lancaster. "Baiklah, kita akan mengumumkan siapa saja yang masuk dalam daftar nama yang akan direkrut. Semua nama yang sudah dipilih berasal dari jurusan science," jelasnya.
Semua mahasiswa di barisan Cleo mulai ramai memperbincangkan. Sedangkan wanita itu hanya menanggapi dengan santai.
"Setelah ini seseorang yang begitu kita tunggu akan hadir di ruangan ini," lanjutnya lagi.
"Baiklah. Mr. Lancaster memilih dua puluh satu mahasiswa. Dan nama-nama tersebut sudah ada di sini." Pria itu mengangkat selembar kertas.
"Charlie Matthew Richardson."
Pria itu menyebut satu persatu nama yang tertera di lembaran tersebut. "Harry Hesketh."
"Olivia Hastings."
Cleo mengamati teman-temannya yang namanya disebut. Mereka terlihat bahagia.
"Kuyakin namamu pasti setelah ini, Cle," bisik Helena.
"Lihat!"
"Dylan O'Brien."
"Aghh..." Helena mendesah gemas mendengar bukan nama Cleo. Wanita itu sangat antusias sekali ingin mendengar nama Cleo disebut.
Beberapa nama sudah disebut, tinggal dua lagi. Dan selama disebutkan tadi, Helena tidak henti-hentinya berbicara bahwa Cleo akan masuk.
"Dengar Cle,"
Pria itu menjeda sebelum menyebutkan nama lagi.
"Kenneth Robinson."
"Agh..." Lagi-lagi Helena mendesah kesal.
"Dan yang terakhir yaitu.... Cleopatra Rachesky!" Helena langsung berteriak histeris dan memeluk temannya itu. "Congrats Cle!" Cleo mengangguki. Setelahnya gemuruh tepuk tangan terdengar.
"Baiklah, mari kita sambut Mr. Lancaster." Tepuk tangan mengiringi setelahnya. Dari pintu sebelah kiri podium, datang seorang pria berjas hitam serta dasi abu-abu. Ia berjalan dengan gagahnya. Membuat semua yang berada di gedung itu menatap takjub. Kilatan kamera tak luput di ruangan itu.
"Cleo lihat! Itu Jaeden Lancaster!" Helena berkata dengan begitu antusias, ia berdiri karena semua mahasiswa di depannya berdiri. Ia sedikit berjinjit.
"Di mana?" Cleo pun ikut berdiri dan mencoba mencari pria yang terus saja disebut oleh temannya tersebut.
"Itu! lihat! Dia berjalan dan dikawal." Helena berucap dengan antusias.
"Oh no!" Cleo membulatkan mata tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Kenapa?" Helena menoleh pada Cleo yang sontak menutup mulut tak percaya.
"Dia..."
"Dia apa?"
Cleo menatap Helena cemas. "Dia pria yang ada di MacD waktu itu!"
"What?!"
Cleo semakin membulatkan mata sempurna melihat pria itu berjalan dengan gagahnya menuju podium.
Tamatlah riwayatnya! Ia bertemu lagi dengan iblis itu! Sial! Apa ini sebuah kutukan atau takdir tak terduga?
➰➰➰
Maaf jika masih belum bagus. Aku masih belajar. Silakan memberi tanggapan tentang cerita ini. oh ya untuk nilai mata uang karena settingnya ini 2040 jadi ini imajinasiku aja membulatkan nilai dollar. Sekarang kan 1 dolar = +- Rp. 13.000,00 di sini aku buat 1 dolar = +- Rp. 15.000,00.
Leave vote and comment below!
Thanks for reading my story guys...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top