[TPS] Part 15 - Go Home

🎶 Shawn Mendes feat Camila Cabello ~ Señorita 🎶
###

***

CLEO tidak berhenti mengeluh karena pria di sampingnya yang ia kira akan segera kembali ketika selesai mengantarnya sampai ke depan apartemen yang ditinggalinya bersama sahabatnya nyatanya terus membuntutinya. Lihatlah sekarang, pria itu dengan santainya berdiri di samping Cleo. Pria berkemeja corak floral itu mengenakan kaca mata hitam.

Ya, setelah Cleo meminta, oh tunggu, lebih tepatnya memohon agak memaksa agar Jaeden membiarkannya pulang ke tempatnya, pria itu menyetujui. Dan jadilah, mereka terbang dari Swiss dan singgah di mansion Jaeden yang terletak di Los Angeles, lalu pria itu mengantarkan Cleo pulang ke apartemennya. Tepatnya di Laurel Canyon.

Apartemen itu terdiri dari lima lantai dan apartemen Cleo berada di lantai ketiga.

Ting

Pintu lift terbuka. Cleo tidak bisa menyembunyikan rasa kesalnya. Ia risih karena keberadaan pria itu. Beberapa orang yang berlalu lalang menatapnya aneh. Tentu saja walaupun Jaeden memakai kacamata hitam, bagi orang yang mengerti siapa dia pasti langsung mengenalinya.

Entah apa yang ada di pikiran mereka melihat Jaeden bersama seorang wanita di mobil sport hitam tadi.

Keduanya sampai di depan pintu dengan nomor 18.

Ting tung

"Brahms... sudah kubilang berapa kali jangan mengikutiku! Apa yang kau inginkan?"

"Tidak."

"Kau ini benar-benar bebal ya. Sudah kukatakan aku tidak akan kabur. Aku mengingat utang-utangku. Kau tenang saja," jelasnya menghadap pria itu.

Jaeden menghela napas lalu menyimpan kacamata yang dikenakannya ke dalam saku kemejanya. "Lalu?" Ucapan Jaeden makin membuat Cleo kesal.

"Kau sudah berjanji bukan, jika kau akan membiarkanku selama seminggu di sini dan juga untuk berkemas?"

"Wajah sepertimu meragukanku."

Cleo mengepalkan tangannya.

Kurang ajar!

Memangnya wajahnya seperti pembohong ulung? Tentu saja tidak!

"Brahms!" Cleo menghentakkan kakinya kesal.

"Apa ini apartemenmu? Ck..." Jaeden menatap sekeliling dengan pandangan mengejek. Cleo tahu itu akan terjadi. Secara, apartemennya jauh dari kata mewah.

Cleo memutar bola matanya jengah. Kenapa Helena tidak segera membukakan pintunya? Apa dia sedang mandi atau tidur? Pikrinya.

Ting tung

Cleo menekan bel lagi.

"Kau terlihat jelek, Nona," ucap Jaeden menyentuh helaian rambut Cleo yang menjuntai ke bawah.

"Tutup mulutmu!" sembur Cleo ketus.

"Heleen!"

"Sudah berapa tahun kau tinggal di sini?"

"Bukan urusanmu!" sahutnya ketus. Ia menghentak-hentakkan kakinya. Kenapa temannya itu lama sekali? Pikirnya.

"Tentu saja urusanku," sahut Jaeden.

"Kau bisa diam tidak?!"

"Tidak." Jaeden menyugar rambutnya.

"Huh. Terserah kau. Dan lagi, jangan bilang kau membawa bodyguard ke sini?" Cleo melemparkan tatapan tajamnya.

Jaeden terkekeh. "Haha kau terlalu paranoid, Nona. Aku pria tangguh, mana mungkin aku memerlukan bodyguard ke mana-mana."

Cleo memutar bola matanya jenuh.

"Lama sekali," desisnya.

Ting tung

"Heleeen."

"Kenapa kau tidak langsung membukanya saja?"

"Kau tidak lihat? Pintunya terkunci dari dalam. Memangnya kau, pintumu hanya sekali usapan?" Cleo mengalihkan pandangan kesal.

"Hahahaha." Jaeden dengan sengaja tertawa mengejek.

"Berhenti mengejek!"

"Siapa yang mengejek?"

"Kau."

"Tidak, aku tidak mengejek," elaknya.

"Arrghh!!! Diamlah, Brahms!"

"Kau yang mengawalinya," tuduh Jaeden tak ingin disalahkan.

Tanpa keduanya sadari, seseorang di balik pintu membuka pintu perlahan. Helena menekan tombol dan terbukalah pintu apartemen tersebut.

"Siapa di sana?" ucapnya dengan malas. Wanita itu sepertinya baru selesai mandi. Ia mengenakan bathrobe dan sebuah handuk melingkari kepalanya

Cleo menoleh.

"Helen!"

"It's me!"

"Cleo?!" Helena tampak terkejut.

Cleo langsung memeluk sahabatnya tersebut. "Oh My God! Dari mana saja kau, kau baik-baik saja kan?"

"Aku merindukanmu Cleo..."

"Hm, aku juga."

Helena melepaskan pelukannya dan mulai bercerita. "Kau tahu, sejak kau tidak ada, Zander – "

"Eghem!" Ucapannya terpotong seketika, siapa lagi kalau bukan. Yah... kalian tahu sendiri.

Helena ternyata tidak menyadari siapa pria di belakang Cleo. Ketika pikirannya mulai sadar, ia langsung terkejut sampai menutup mulutnya dengan kedua tangan.

"Oh God!"

"Are you, ehm I'm sorry, Sir," ucapnya ragu.

"Bagaimana dia ada di sini?" tanyanya berbisik namun sepertinya tidak tepat disebut bisikan. Jaeden dapat mendengaranya.

"Long story," jawab Cleo malas.

"Ehm Brahms, kau bisa pulang sekarang. Temanku sudah membukakan pintu," kata Cleo menatap Jaeden.

"Hei! Kau tidak sopan sekali! Biarkan dia masuk Cleo..." sergah Helena. Ia tampak berbinar-binar melihat sosok yang diam-diam dikaguminya. Ya, seperti yang Cleo tahu belakangan ini, Helena begitu gencar dengan segala yang berhubungan dengan Lancaster.

"Temanmu mengerti betul bagaimana cara menyambut tamu, Nona," ucapnya sengaja ingin menyindir Cleo yang tidak pernah ramah padanya.

"Ehm... masuklah Tuan Lancaster," kata Helena.

Arghhh apa yang akan dia lakukan? Kesal Cleo dalam hati

"Apa kau tidur di tempat ini, Nona?" Tanya Jaeden sembari memperhatikan seisi ruang itu. Apartemen Cleo dominasi bewarna putih.

"Ouw yeah aku dan Cleo sudah berada di sini selama beberapa tahun," jawab Helena tampak berbinar.

"Hm..." Jaeden manggut-manggut seraya berjalan perlahan.

"Ehm Mr. Lancaster can I ask something?"

Jaeden menoleh pada Helena. "Yeah. Tentu saja."

Cih! Bagaimana kau bisa seramah ini, Brahms? Ejek Cleo dalam hati. Bibirnya bergerak-gerak menunjukkan ketidaksukaannya terhadap pria itu.

"Apa yang membuatmu kemari dan juga apa kau dan Cleo sedang mengerjakan projek sehingga kau membawanya beberapa hari ini, boleh kutahu?" tanya wanita itu panjang lebar.

"Ya."

"Singkat sekali," gumam Helena.

Ia mengangguk-anggukkan kepala. Ia tak henti-hentinya menatap punggung Jaeden yang menurutnya. Ugh itu!

"Ehm... aku akan mengganti pakaianku dan juga memesankan makanan untuk kita."

"Oh, Hel!" panggil Cleo namun Helena sudah melangkahkan kaki ke kamar.

Ia menatap Jaeden. "Brahms... apa yang kau lakukan di sini hm? Cepat kembali lah," protes Cleo. Ia menatap curiga pria itu yang terus saja memperhatikan setiap inci apartemen tersebut.

Harus waspada! Batinnya.

"Aku hanya ingin melihat bagaimana apartemenmu," jawabnya santai.

"Itu bukan urusanmu. Apartemen ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan mansion-mu."

"Hm. Benar juga." Cleo bersidekap seraya menatap nyalang pria beralis tebal itu. "Cepatlah!"

Jaeden mengembuskan napas. "Baiklah, tapi ingat! Jangan mencoba kabur Nona."

"Tidak akan! Sudah pergi sana!" Cleo mendorong lengan kekar Jaeden.

"Pulanglah Brahms... dan lagi, jangan mengusikku selama seminggu ini. Kau paham? Aku akan menghubungimu seminggu lagi."

Jaeden menaikkan alisnya. "Dengan apa?"

Cleo habis kesabaran. Sebenarnya apa tujuan pria ini mengikuti hingga masuk ke apartemennya? "Kenapa kau selalu menghinaku hah?!" bentak Cleo. Ia mengecilkan suaranya, takut Helena mendengar.

"Aku akan membeli ponsel. Jangan khawatir. Jika kau tidak percaya, kau boleh menemuiku seminggu lagi. Aku tidak akan ka-bur!" Cleo kembali menakankan kata-katanya.

"Tidak perlu. Pakai ini!" Jaeden mengeluarkan benda tipis dari saku celananya

"Slim phone?" Cleo menatap heran.

"Ya. Aku sudah menyambungkan ponsel ini dengan jam di lenganku jadi aku bisa menghubungi setiap saat," ucapnya

"Tidak. Tidak perlu, kau sengaja ingin menambah penderitaanku ya?" tuduh Cleo.

"Maksudmu?"

"Kau ingin menambah utangku? Aku tahu ini sangat mahal."

"Bawa saja." Cleo menolak benda itu.

"Tidak. Bawa atau aku tidak akan pergi dari sini?" ancamnya. Jaeden mengulurkan benda bewarna hitam tersebut.

"Arrghh!!! Baiklah, baiklah."

"Good girl." Jaeden tersenyum kemenangan seraya mengacak rambut Cleo sebelum meninggalkan apartemen tersebut.

Sedangkan Helena yang sudah tampil cantik terbengong mencari keberadaan pria tampan menurutnya itu.

"Where's he?"

"Sudah kuusir," jawab Cleo santai. Ia berjalan menuju kamarnya.

"Aku sudah memesankan makanan. Sebentar lagi diantar. Kenapa kau mengusirnya Cle?... Ah Cleo.... Kenapa kau biarkan di pulang?" Helena tampak kecewa. Baru saja ia melihat seorang Jaeden Lancaster dari dekat. Tapi sekarang? Kesempatan itu sudah hilang.

"Untuk apa memangnya?" awab Cleo santai. Ia menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang dan mencoba menutup mata. Sedangkan Helena, ia tampak kesal. Wanita berambut pirang itu menghampiri sahabatnya.

"I wanna take a picture with him."

"Begitukah? Ada-ada saja kau." Cleo menyunggingkan senyum. Dilepasnya ikatan rambutnya dan membiarkan rambut hitam kecoklatan tersebut tergerai di atas bantal.

"Sudahlah aku ingin tidur. Beberapa hari ini tidurku tidak teratur," ungkapnya jujur.

Helena mengembuskan napas. "Kalau begitu cepat ceritakan apa saja yang kau lakukan bersama si Lancaster itu?" Helena tampak benar-benar penasaran.

"Tidak ada."

Cleo menjawab sembari menatap langit-langit. Setelah sampai di California siang tadi, ia merasa mengantuk sekali.

"Kau bilang kau diajak ke mansion keluarganya?"

"Itu untuk urusan projek kami Hel."

"Benarkah?"

Cleo mengangguk. Helena mendekatkan diri lagi. "Apa kau ehmm..." Helena bertanya perlahan. Kedua alisnya dinaik-turunkan serta ia tersenyum menggoda sahabatnya itu.

"Apa yang kau pikirkan?"

"Apa kau telah..." ia menggantungkan ucapanya dengan senyuman menggoda lagi.

Cleo berdecak. Ia paham pa yang dimaksudkan sahabatnya itu. "Sex? Tentu saja tidak!" bantah Cleo dengan penuh penekanan.

"Kenapa?"

"Apa dia tidak tertarik denganmu?"

"Wajahnya saja mengerikan," gumam Cleo kesal.

"Benarkah? Kulihat tidak seperti itu."

Kau hanya melihat dari luar. Dia bersikap ramah denganmu tadi. Tapi tidak sebenarnya Hel. Batinnya. "Kami... hanya mengerjalan projeknya," lanjut Cleo.

"Tapi kenapa hanya kau saja yang berangkat? Kutanya pada mahasiswa yang masuk dalam perekrutan itu, Lancaster baru akan meminta mereka datang masih lama. Itu pun di perusahaan Lancaster. Kau seperti mahasiswa kesayangan, Cle," katanya panjang lebar.

Cleo membatin. Kau sendiri saja bingung apalagi aku.

"Apa ada misi rahasia?" Cleo langsung menoleh pada sahabatnya itu.

Dilihatnya wajah Helena penuh akan keingintahuan. "Tidak ada."

Cleo bangkit lalu melepas sweater yang dikenakannya. Menyisakan tank top. Begitupun dengan celana yang dikenakannya.

"Ceritakan padaku. Dia mengajakmu kemana saja? Apa pakaian ini darinya?" Cleo menjawab dengan anggukan.

"Pasti kau sangat puas melihat wajah tampannya." Helena berucap senang sembari membayangkan wajah Jaeden.

"Tidak. Bisakah kau diam? Aku ingin istirahat. Seminggu lagi si Lancaster itu memitaku berangkat bersamanya. Jadi aku juga harus berkemas," jelas Cleo.

"Kau mau kemana?"

"That's secret." Cleo memijat pelipisnya.

"Ah Cleo kenapa kau main rahasia rahasia seperti ini?" rengek Helena

"Sssttt diamlah," kata Cleo. Ia kembali merebahkan tubuhnya

"Huff... aku yakin kau bersenang-senang dengannya pasti."

"Dan ini apa?" Mata Helena tertuju pada slimphone yang ditaruh Cleo di atas ranjang. Ia mengamati dengan saksama.

Wanita itu ternganga melihat Cleo memiliki benda yang sama seperti miliknya. "Dia menyuruhku membawa ini karena ponselku hilang. Kau sudah kuberitahu kan, beberapa hari yang lalu ketika aku menelepon menggunakan slim phone kakak iparnya?"

"Woah Cle. Kau bahkan sudah mengenal keluarganya. Aku tidak menyangka. Apa kau menyukainya? Kau bilang bertemu dengannya adalah kutukan, tapi ini apa? Keberuntungan!" Seru Helena sambil mengangkat slimphone itu.

Cleo memejamkan mata sekilas. Memang kutukan Hel. Sama sekali tidak ada keberuntungan sejak aku bertemu dengannya. Batinnya.

"Kau makin membuatku tak percaya. Dia memberimu cuma-cuma."

"Sudah, diamlah, pergilah kencan. Jangan mengkhawatirkan aku," kata Cleo. Ia menarik selimut.

"Charlie menjemputku nanti malam."

"Aku ingin tidur ..."

"Hm baiklah. Tidur yang nyenyak Nona."

➰➰➰

Laurel Canyon, LA. 10:29 am

"Cleo..." Helena membangunkan temannya setelah ia baru saja keluar dari kamar mandi dengan rambut masih basah

"Cleopatra... wake up!"

"Huff kau sudah tidur lebih dari lima belas jam Cleo... astaga kau seperti orang terkena efek jet lag atau orang mati, hah?!"

"Ehm...." Cleo menggeliat dan terus merapatkan selimut. "Astaga kenapa kau susah dibangunkan hah?!"

Helena mengembuskan napas berat. "Kau tidak kerja Cle?"

Seketika matanya langsung terbuka bagai mata robot yang baru saja diaktifkan

"Astaga!" Ia langsung bangkit.

"Kau! Kenapa kau sulit dibangunkan? Tidak seperti biasanya hah?!" sembur Helena.

"Hm...ini karena efek jet lag beberapa hari ini."

"Kasihan...."

"Jam berapa ini?"

"Lihatlah sendiri," jawab Helena dengan berdiri menghadap ke cermin.

Cleo membulatkan mata sempurna melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul setengah sebelas siang.

"Aku harus cepat." Cleo bergegas mencari keberadaan handuk yang tersampir di lemari samping kamar mandi. "Oh ya, kau tahu? Sejak kau menghilang, kukira bosmu akan menelepon atau menghampiriku di sini untuk menanyakanmu. Ternyata tidak," kata Helena.

"Astaga iya. Aku harus menjelaskan semuanya. Tapi aku harus membersihkan tubuhku dulu."

"Hm. Aku akan membuatkanmu sarapan."

"Thanks!" seru Cleo dari dalam kamar mandi

➰➰➰

Cleo's POV

Kukepalkan tanganku kesal seraya menghentakkan kaki di depan restoran tempat biasa ku bekerja.

Apa-apaan ini?! Bos bilang aku sudah tidak diperbolehkan kerja di sini.

Benar-benar sial, bukan?

Lalu ketika kutanya alasannya, ia menjawab:

"Cleo, kau kan sudah mendapatkan pekerjaan di Lancaster Corporation, lagi pula Jaeden Lancaster pasti akan membayarmu lebih. Kami tidak kekurangan pegawai. Kau tenang saja. Kau adalah pegawaiku yang paling rajin aku akan mengingat itu. Dan juga, Lancaster bilang jika kau tidak boleh bekerja di semua cabang McD lagi, atau kami akan berurusan dengannya jika tetap menerimamu sebagai pegawai. Karena kau sudah menjadi bagian dari Lancaster."

Sial!

Kurang ajar Lancaster!

Dia sudah membuatku kehilangan pekerjaanku selama ini, ya walaupun gajinya tidak banyak. Setidaknya $ 500 sudah cukup untuk dua minggu.

"Arrghhh kenapa kau harus berurusan dengannya?!"

Kulangkahkan kakiku di atas trotoar. Menyusuri jalanan dengan ruko di sepanjang bahu jalan. Ya, perlu kalian ketahui, Los Angeles bisa disebut pusat segalanya. Apalagi karena adanya bukit Hollywod dan tidak jauh dari tempatku, Hollywood walk of fame juga menjadi pusat perhatian turis mancanegara dari dulu. Sudah tiga tahun lebih aku menjadi warga kota ini.

Cuaca di sini cukup membuat siapa saja bergegas mencari payung atau mengenakan kacamata hitamnya. Seperti yang kupakai sekarang. Dengan tas kecil berisi pakaian pegawai restoran, kuedarkan pandanganku di balik kacamata hitam yang kupakai. Mungkin saja dia sedang mengintai.

Aku harus berhati-hati. Semenjak bertemu dengan iblis itu, hidupku menjadi tidak tenang.

Kuhentikan langkahku melihat seseorang yang baru saja keluar dari sebuah kedai kopi. Itu dia! Orang yang sangat aku rindukan selama ini.

"Zander!" kupanggil namanya.

Dia menoleh. "Hey!"

Zander tampak terkejut melihatku. "I miss you so bad..." dia langsung memelukku. Astaga... pelukannya sangat hangat dan membuatku nyaman. Pria blonde ini selalu saja bisa membuat mood ku menjadi lebih baik hanya dengan melihat wajahnya saja.

"Hm... me too."

"Are you okay?" tanyanya.

"Seperti yang kau lihat." Aku tersenyum. Apa Zander mengkhawatirkanku? Ya Tuhan...

"Why are you here?"

Jika aku mengatakan karena Lancaster, itu akan menjadi panjang pembahasannya.

"Aku... memilih resign dari tempat kerjaku dan sekarang aku hanya ingin berjalan-jalan saat ini."

"Resign?"

Aku mengangguk. "Yeah, kau tahu, karena aku sudah mendapat pekerjaan di Lancaster Corporation. Oh ya, maafkan aku Zander sudah membuatmu khawatir."

"Tidak apa, itu semua bukan salahmu." Zander tersenyum manis.

"Oh hang on! Penjaga di sana bilang kau ditarik dengan paksa, apa itu benar?"

"Ehm." Kuanggukkan kepalaku. Ya Tuhan... kenapa Zander tampak sangat mirip malaikat di siang yang terik ini? Lihatlah, rambut pirang dengan gaya berantakan serta kemeja putih berlengan membuatnya tampak mirip malaikat yang turun di kota Los Angeles ini.

"Katakan dengan jujur Cle. Jika dia menyakitimu, katakan padaku. Si berengsek itu harus menerima balasan atas perbuatannya!" kulihat Zander mengepalkan tangannya.

Tidak. Tidak apa. Aku sudah menatakannya bukan jika kami sedang menjalankan sebuah penelitian. Kau tidak perlu khawatir Zander," jelasku.

"Apa itu mengharuskanmu dengannya setiap saat?"

Aku mengangguk. "Memangnya kenapa?"

"Aku mengkhawatirkanmu, Cleo."

"Terima kasih kau sudah peduli padaku Zander." Kusentuh bahunya pelan.

"Hm. Baiklah, lupakan itu, bagaimana jika dinner waktu itu aku ganti dengan sekarang?"

"Maksudmu?"

"Ikutlah denganku!" Zander menarik lenganku perlahan menuju mobil SUV putih miliknya.

Ya Tuhan... kenapa wajahku tiba-tiba menghangat.

"Kita akan ke mana?"

"Kau akan tahu nanti!" ucapnya riang.

Huh.... Zander aku merindukan saat-saat bersamamu! Entah, ke mana pria ini akan membawaku, yang jelas dia tidak akan mencelakaiku. Aku mengenalnya betul.

➰➰➰

Next chapter segera publish setelah vote dan komen banyak. So, tunggu apa lagi. Oh ya, aku udah daftarin cerita ini di Wattys. Wish us luck! Ini semua untuk kalian pembacaku. Walaupu nggak menang nggak apa juga sih. Karena bukan penghargaan tujuan utamaku nulis. Karena dari awal aku udah bangga dengan diriku sendiri dan juga terima kasih untuk supportnya :)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top