[TPS] Part 13 - Deal

CLEO masih dengan keterkejutannya barusan. Apa pria ini sudah hilang akal atau perlu ditampar akal sehatnya?

Lihatlah sekarang, menyunggingkan senyum seperti tidak punya dosa sekecil pun.

Cleo menarik napas seraya memijat pelipisnya sejenak. "Brahms, kau bercanda, bukan?" Cleo bertanya dengan nada santai.

Ini pasti candaan. Batinnya.

Jaeden mendekatkan diri. "Tentu saja tidak Miss. Rachesky." Ditambah dengan senyuman iblis andalannya.

"Kau tahu kenapa aku memilihmu? Karena aku yakin kau pasti bisa membantuku," lanjutnya.

"Ha? Apa maksudmu?"

"Kita akan menghidupkan kembali mereka yang mati dan dunia akan tahu siapa Jaeden Brahms sebenarnya," ucapnya dengan penuh kepercayaan diri seraya membentangkan kedua lengannya.

Cleo membulat tak percaya. Jadi ini alasan Jaeden membawanya ke sini?

Benar-benar gila!

"Brahms! Kau telah melampaui hukum alam. Kau akan dihukum karena ini!" tunjuknya pada tabung besar di hadapan mereka.

"I DON'T FUCKING CARE!" jawab Jaeden tegas dengan penuh percaya diri.

"Kenapa? Kau takut?"

Cleo memejamkan mata sejanak seraya menarik napas dalam. "Brahms! Percobaan menghidupkan mereka yang sudah meninggal memang bukan kali pertamanya, tapi, kau tahu? Tidak ada yang berhasil sejauh ini. Bahkan ilmuwan puluhan tahun yang lalu pun sudah menyerah. Kau tahu itu, bukan?" kata Cleo mencoba memperingatkan.

"Ya, tentu saja. Mereka gagal karena mereka tidak mengerjakan dengan otak mereka," jawab pria itu dengan angkuh sambil menunjuk kepalanya.

Astaga.... Kau membuatku gila. Batin Cleo.

"Tapi tetap saja Brahms. Sepandai-pandainya manusia, mereka tidak akan pernah bisa melampaui kuasa Tuhan. Mereka yang telah mati tidak akan pernah bangkit kembali. Itu sudah takdir," jelasnya perlahan, berharap Jaeden bisa mengerti.

"Aku tidak percaya dengan yang namanya takdir!" jawabnya.

"Jika seseorang dapat hidup lebih lama karena pengaruh bahan kimia, lalu, bagaimana bisa menghidupkan kembali mereka yang sudah mati, mustahil?" lanjutnya. Pria itu menunjukkan sifat aslinya. Keras kepala dan tidak ingin kalah.

"Tidak ada yang tidak mungkin, kau tahu?"

Cleo menatap serius manik mata pria di hadapanya tersebut. "Apa kau ingin membuktikan pada dunia jika kau adalah ilmuwan hebat, begitu?"

"Ya! Tentu saja!" jawabnya lantang tanpa keraguan sedikit pun.

"Brahms, aku tahu kau seorang peneliti yang genius, tapi untuk masalah ini, tolong jangan lakukan," peringat Cleo khawatir, ia sudah pernah mendengar dari berbagai sumber mengenai ilmuwan-ilmuwan yang berakhir nahas karena eksperimen gila ini. Dan ia tidak mau berurusan dengan hal yang melampaui takdir seperti itu.

"Berhentilah menceramahiku!" bentaknya.

"Aku hanya memperingatkanmu, Brahms!"

"Kau mau membantuku atau tidak?" tanya Jaeden.

"Tentu saja tidak. Kau melampaui hukum alam. Kau tahu apa yang terjadi pada Victor Frankeinstein? Dia terbunuh oleh ciptaannya sendiri." Cleo menjelaskan dengan rasa kesal.

"Itu karena dia melakukan kesalahan dalam perhitungan! Dia tidak memikirkan bahwa otak adalah hal terpenting pada ciptaannya." Lagi-lagi Jaeden dapat menjawab semua yang diucapkan oleh Cleo.

"Tidak Brahms. Coba pikirkan dari sisi lain. Tuhan menciptakan mahluknya dan juga berhak mematikan. Dan kita sebagai manusia? Tidak berhak ikut campur apalagi menghidupkan sesuatu yang sudah mati. Ini manusia. Makluk paling sempurna," jelas Cleo panjang lebar.

"Kau mau membantuku atau tidak. Jawab aku!" tanya Jaeden dengan datar serta tatapan sulit ditebak.

"Brahms...."

Jaeden menyunggingkan senyuman sinis. "Ingat, kau sudah menyetujui perekrutan ini di ruang rektorat. Kau sudah menandatangani itu. Kau ingat? Jika kau tidak mau, aku bisa saja mengatakan jika kau kabur, jadi kau harus membayar ganti rugi. Serta, kau masih punya utang padaku. Bahkan hartamu saja tidak cukup untuk membayar itu semua." Jaeden berkata dengan penuh ancaman.

"Aku..." Cleo tampak gusar. Ia tidak mengira jika Jaeden akan memerangkapnya dengan alasan tersebut.

Jaeden tertawa sombong. "Wanita malang, harus menghabiskan sisa hidupnya di penjara," ucapnya sinis seraya melipat kedua tangan di dada. Cleo mengepalkan tangannya.

"Kau memang iblis tak berhati Brahms," katanya.

"You just knew it?" Lagi-lagi Jaeden berucap dengan nada mengejek. Ia mengamati gestur tubuh Cleo. Tampak sekali jika wanita itu sangat ketakutan dan juga gugup.

Cleo mengepalkan tangannya.

"Jadi, bagaimana? Kau ragu?"

Cleo bergeming. "Dengarkan aku, jika eksperimen ini berhasil, aku akan memperkenalkanmu pada dunia juga. Kau akan menjadi terkenal. Dua ilmuwan abad ini yang mematahkan anggapan tentang apa yang sudah mati tidak dapat dihidupkan kembali. Namamu akan abadi," ucapnya.

"Sial! Aku tidak butuh itu Brahms!" keukeuhnya.

"Oh... jadi kau lebih memilih berada di penjara...seumur hidup. Ck, kasihan, masa mudamu hilang begitu saja." Lagi, Jaeden mencoba menakut-nakuti wanita itu.

Cleo mengepalkan tangannya. Ingin sekali ia menendang akal sehat pria ini.

"Jadi, bagaimana?"

Cleo mengembuskan napas kesal. "Baiklah, baiklah, aku akan membantumu tapi sebelum itu, biarkan aku pulang," ucapnya kesal.

"Pulang?"

"Tidak, kau akan kabur dan menyebarkan ini semua, bukan? Kau pikir aku senaif itu?"

Cleo menatap tajam Jaeden. Jadi itu yang ada di pikiran pria iblis ini?

"Kau kira aku apa? Kau tidak mempercayaiku?"

"Tentu saja."

Cleo mengusap wajahnya sekilas. "Oh ayolah Brahms... aku, ehm... semua barang dan uangku – "

"Aku akan memberimu itu semua," potongnya cepat.

"Tidak, aku tidak butuh belas kasihanmu," ucapnya jujur diserta rasa kesal yang masih mengganjal. Apa pria ini sengaja membuatnya tampak rendah di hadapannya?

"Aku tidak mempercayaimu, bisa saja kau menyebarkan ini semua kepada orang agar ini gagal, bukan?"

"Tidak!"

"Apa jaminanmu?" tantang Jaeden.

"Kau boleh ikut denganku," ucap Cleo akhirnya.

"Ke mana?"

"California."

"Kenapa kau kembali ke sana? Ingat, kau sudah menjadi bagian dari penelitianku," kata Jaeden tampak tidak senang.

Cleo mengembuskan napas kesal. "Ya. Penelitian mendadak. Bahkan mahasiswa yang lain pun saja tidak ikut bersamaku. Hanya aku yang kau culik. Kenapa tidak semua saja?"

Jaeden terkekeh. Ia sangat ingin tertawa ketika melihat wanita di hadapannya memarahinya seperti itu.

"Jika aku menculik semuanya.... Heliku tidak akan muat, Nona."

Cleo menggertakkan giginya. "Aaarrghhh!!! Aku bisa gila beradu argumen denganmu. Intinya aku ingin kembali ke sana. Semua pakaianku, uangku di sana. Bahkan aku tidak dapat menghubungi temanku gara-gara kau! Ponselku hilang!"

"Karena itu?"

"Menurutmu?" Cleo memutar bola matanya jengah.

Ya, ia tidak memiliki ponsel. Dan lagi, ponsel yang dikatakan Emma akan diberikan padanya pun tidak sampai di tangannya. Bukan! Bukan ia mengharapkan slim phone. Tentu saja tidak sama sekali! Ia hanya kesal tidak dapat menghubungi temannya.

"Jangan risaukan itu. Aku akan menyediakan pakaian untukmu," ucapnya dengan sombong.

"Kau mau seperti apa? Brand terkenal seperti Channel, Dior, Balenciaga, Versace? Atau Victoria Secret?" lanjutnya menggoda wanita itu.

"That's not funny!"

"Baiklah, baiklah, aku akan menemanimu. Lagi pula bulan depan kita baru bisa kembali ke sini. Sekarang bantu aku apa yang harus kupersiapkan, oke?"

Cleo mengangguk. Semua ini ia lakukan karena paksaan dan ancaman sialan itu! "Huff.... apa kau benar-benar ingin memakai metode seperti Frankeinstein?"

"Itu salah satu rencanaku. Tapi bagaimana jika kita membuat semua bagian tubuh ini berfungsi lalu mencoba cara bagaimana menstimulasi agar kerja jantung serta otak berfungsi seperti normalnya."

Cleo mengangguk. "Baiklah. Kalau begitu kita perlu membersihkan semua darah dan menggantinya dengan yang baru," kata Cleo.

Jaeden tampak berpikir sejenak. "Ehm... that's a good idea!" Cleo mengangguki.

➰➰➰

Note: untuk scene/dialog tentang Victor Frankeinstein aku terinspirasi dari film. Dan juga aku baca dari beberapa sumber tentang Victor ini beserta ciptaannya untuk membuat cerita ini.

Harap maklum ya, ini cerita fiksi jadi kalo ada yang nggak jelas silakan diingatkan atau kasih saran dan kritik. Boleh. Aku malah seneng.

Oke see you next chapter!

Cheers!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top