PROLOGUE ~ JAEDEN

New York, USA
July, 2nd 2040

SEORANG pria berjalan dengan gagahnya melewati lorong panjang. Ia mengenakan jas lab putih, membawa sebuah cairan di tabung reaksi. Pandangannya tak lepas dari cairan bewarna merah tersebut. Bahkan sedari tadi ia menggumamkan kata-kata agar cairan itu berhasil sesuai ekspektasinya.

"Sir!" Seorang pria memanggilnya sambil berlari tergopoh-gopoh hingga tak melihat seseorang yang dipanggilnya terkejut.

PYARR

"FUCK YOU!"

Pria itu berbalik, menatap marah pada lawan di depannya yang seketika mematung.

Siapa yang berani-beraninya mengganggu konsenterasinya kali ini?!

"Kau mau mati hah?!" bentaknya emosi.

Hancur sudah eksperimen yang dikerjakannya selama berjam-jam itu.

"I'm sorry, Sir...." Pria itu mencicit ketakutan menatap cairan yang tumpah serta tabung yang retak, serta jas putih itu tak luput dari cipratan cairan tadi. Pria itu langsung melepas dan melemparkan jas yang dipakainya tepat ke arah orang sembrono itu. Sedangkan pria di hadapannya tampak gemetar atas kemarahan sang majikan.

"Kau! Siapa yang mengizinkanmu masuk ke area ini, hah?!" tudingnya. Matanya menatap marah sosok di depannya.

"Maafkan saya, Sir... saya hanya ingin menyampaikan sesuatu," cicitnya.

"TIDAK PERLU! MULAI SEKARANG KAU KUPECAT!"

"Tapi, Sir..."

"Kau mau aku menyuruh semua bodyguard di sini menghabisimu sekarang juga, hah?!" ancamnya lagi.

"No, Sir..."

Pria itu, ya, dia Jaeden Lancaster. Ia menyentuh jam tangan dan menghubungi seseorang.

"Datang dan cepat usir pegawai tidak berguna ini! Cepat!" bentaknya pada layar hologram yang muncul dari jam tangannya tersebut.

Sebelum mereka datang, pria paruh baya itu sudah berbalik menjauh dari Jaeden.

"Aku benci orang yang tidak becus!" geramnya.

Jaeden menendang jas yang sudah tergeletak di lantai dengan kesal. Ia berjalan menuju sebuah ruangan.

Ruangan itu didominasi warna putih. Sebuah ranjang tertata rapi di sana dan juga beberapa alat elektronik milik perusahaan berada di ruangan itu. Ia melepas kaca mata putihnya dan melemparkan ke sembarang arah.

Tangannya mengarah ke udara di sudut ruangan. Menekan dan menggeser sesuatu. Ya, itu adalah invisible screen. Tidak semua orang dapat mengendalikannya.

Sedetik kemudian ruangan menjadi gelap dan sebuah cahaya hologram tiba-tiba bersinar entah dari mana. Yang jelas sekarang di hadapannya, terdapat kerangka sebuah bangunan. Melayang, berputar ketika jemari Jaeden tergerak ke udara.

Jaeden menekan sesuatu di sana. Dan setelahnya terpampanglah sesuatu yang membuatnya tersenyum.

"Baik-baiklah di sana."

Ia menggeser lagi. Dan tampaklah sebuah kerangka manusia yang terpisah.

"Sebentar lagi... tunggu saja," gumamnya.

Setelahnya ia membentagkan kedua tangan dan menepukkan sekali, program pun tertutup. Prosesor itu mati seketika dan ruangan menjadi terang kembali.

➰➰➰

Kling

Sebuah pesan masuk ke invisible screen di ruangan itu. Jaeden yang tadinya baru saja bangun dari tidurnya sesaat kemudian menghampiri layar itu.

--Owen--

[Sir, berikut adalah daftar mahasiswa University of California yang sudah kami seleksi dan kami teliti latar belakangnya.]

Tangan Jaeden bergerak menggeser ke kanan. Ia mengamati satu persatu foto dan deskripsi yang terpampang di sana. Hanya dengan menggerakkan jari telunjuknya, layar di hadapannya bergulir sendiri.

"Perfect!"

Ia manggut-manggut lalu menepukkan kedua telapak tangannya senang.

"Carikan satu lagi ahli kimia!" ucapnya di depan layar. Dan seketika pesannya itu terkirim pada pekerja bernama Owen tersebut.

"Baik, Sir," ucap Owen di seberang sana.

Senyum kemenangan terpancar jelas di wajah pria itu.

Ia melangkah keluar dari ruangan tersebut dengan menjentikkan jarinya sekali dan pintu kaca itu terbuka.

Ia melangkah menuju lift dan turun ke lantai terbawah. Sesaat setelah ia keluar dari lift beberapa bodyguard dan pelayan memberi hormat dengan menunduk. Lalu seorang wanita dengan membawa tab di tangannya mendekatinya.

"Sir, Mr. Lancaster just sent a file."

"That's it?"

"No, Sir. Mrs. Emma just called me and wanted me say to you. She really wanna see you, Sir."

Jaeden menoleh pada wanita itu. "Tell her, two weeks later, i'll go to Washington."

"Okay, Sir."

"Sekarang siapkan kolam air panas dan mobil milikku. Cepat!" Ia menghadap ke seluruh pekerjanya.

"Okay, Sir."

Wanita tadi dan beberapa pelayan langsung menjalankan tugasnya. Jaeden berjalan menuju tempat kolam tersebut dan beberapa di antaranya berjalan menyiapkan mobil di garasi pribadi milik penerus Lancaster tersebut.

➰➰➰

"Hi Jaeden!" Seorang wanita berpenampilan sexy menghampiri Jaeden yang berada di sofa dengan lenggak-lenggok bak model. Saat ini pria itu tengah berada di sebuah club. Setelah berendam di air panas tadi sore, Jaeden langsung menuju pusat kota.

Ya, di mana surganya berada.

Jaeden mencoba menoleh pada wanita di sampingnya yang sudah bergelayut manja.

"Hm?" Jaeden tersenyum manis pada wanita itu. Bukan karena ia murah senyum. Tapi karena pengaruh beberapa minuman yang tandas olehnya.

"Are you okay?" tanya wanita itu.

"Kenapa kau minum terlalu banyak?" tanya wanita itu lagi.

"Nope Sweetheart... haha..." Jaeden tertawa konyol. Sedangkan wanita itu makin menempel pada dada Jaeden, mengabaikan musik yang dimainkan oleh seorang DJ semakin berdentum seisi club. Ia bahkan tidak segan-segan naik ke atas pangkuan pria itu. Dalam hitungan detik, wanita itu sudah meraup bibir Jaeden. Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh pria beralis tebal itu. Ia membalas ciuman itu tak kalah ganas.

"Right now?" Jaeden tersenyum penuh arti dengan mata sesekali terkatup. Wanita itu tersenyum sambil menyentuh dagu Jaeden yang begitu tegas. Jaeden tidak membalas dengan kata-kata. Ia langsung meraup bibir wanita itu dan bangkit bersama.

"I miss you so bad, Jae." Wanita itu merangkul Jaeden dan membantunya berjalan melewati kerumunan orang.

"Yeah... me too. Cepatkan langkahmu, Sayang. Kau tidak mau aku lemas di sini, bukan?" ucapnya sambil tertawa konyol. Sesekali pria itu berjalan sempoyongan kalau tidak wanita itu memapahnya, ia akan tersungkur.

"Kau membawa mobil?" Jaeden mengangguk lalu menunjuk mobil sport berlogo [LCST] hitam yang berada tidak jauh dari club itu ketika keduanya sudah keluar dari tempat surga duniawi tersebut.

"Biar aku yang membawanya." Wanita itu mencium pipi Jaeden sekilas.

"Terserah padamu, Babe..." Jaeden berkata sambil tertawa. Ia tidak bisa berjalan dengan tegak. Sementara wanita itu dengan hati-hati memapahnya menuju mobil.

Semua ini karena minuman-minuman tadi. Ya, itulah kebiasaan seorang Jaeden. Ia dengan mudah terkalahkan oleh alkohol.

➰➰➰

Vote and comment below!

Thanks for reading ;)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top