SATU

Halooooo! Aku kangen sama kamu. Ini bab satu dari cerita Edvind ya. Aku baru dapat sedikit banget nulisnya, huhuhu. 

Baca dua cerita sebelumnya di daftar karyaku di Wattpad:

The Game of Love(Edna/Alwin)

A Wedding Come True(Alesha/Elmar)

Tokoh-tokoh utama dari cerita tersebut adalah sepupunya Edvind. Siap-siap jatuh cinta dengan keluarga besar mereka hihihi.

Enjoy. Kalau kamu menikmati cerita ini, ajak teman-temanmu baca ya. Dukung selalu cerita baik di mana pun kamu membacanya. Tinggalkan pesan penyemangat buat kita baca bersama ya, di kolom komentar.

***

Tadi malam, untuk pertama kali, Edvind merasakan pahitnya kegagalan. Evind tidak bisa mengakhiri sebuah hubungan dengan mulus. Ketika Edvind mengatakan kepada Laura bahwa tidak ada gunanya lagi mereka terus bertemu, Laura—dengan mata menyala penuh amarah—menyebut Edvind berengsek, bajingan, buaya, bisanya hanya mempermainkan hati perempuan, tidak punya hati dan banyak sebutan buruk lain yang tidak pernah dibayangkan Edvind akan dia terima. Tidak cukup sampai di situ, Laura juga menyumpahi Edvind. Suatu hari nanti Edvind akan jatuh cinta kepada seorang wanita dan wanita tersebut tidak akan menerima cinta Edvind. Hati Edvind akan hancur berserakan dan jiwa Edvind berdarah-darah. Semumur hidup Edvind akan menghabiskan waktu dengan berharap dia tidak pernah dilahirkan dan tidak pernah jatuh cinta. Semua rasa sakit yang dirasakan seluruh wanita yang tersakiti oleh permainan Edvind, akan terkumpul pada satu waktu itu.

Kutukan Laura membuat Edvind merenung. Berapa banyak wanita yang mendoakan Edvind demikian setiap kali Edvind mencukupkan hubungan? Edvind mengetuk-ngetukkan jemarinya di roda kemudi. Kenapa Edvind sangat terganggu dengan kalimat Laura yang diucapkan dengan penuh kebencian tersebut? Sebelum hari ini, Edvind tidak pernah memikirkan perasaan teman wanitanya. Sebab mereka semua berbeda dengan Laura, Edvind menjawab sendiri. Mereka tidak pernah banyak berkomentar saat Edvind mengakhiri hubungan. Sering Edvind mendapati mereka menumpahkan segala rasa kecewa dan sakit hati yang timbul karena keberengsekan Edvind—klaim sepihak mereka, Edvind tidak merasa dirinya berengsek—di media sosial. Hanya Laura satu-satunya orang yang mengatakan langsung di depan wajah Edvind.

It's every women's expectation that hurt them, not the men. Edvind meyakinkan dirinya sendiri. Harapan mereka akan masa depan yang indah bersama Edvin, padahal Edvind tidak pernah menjanjikan, adalah penyebab rasa sakit dan kecewa yang mereka dapatkan. Sedari awal Edvind sudah menjelaskan bahwa Edvind tidak menginginkan hubungan jangka panjang. Kedekatan mereka tidak akan berakhir di pelaminan. Yang diperlukan Edvind adalah teman mengisi waktu ketika Edvind tidak sedang bekerja atau melakukan kegiatan penting lain. Kenapa Edvind tidak menghabiskan waktu bersama sekelompok teman laki-laki? Karena usia Edvind sudah melewati tiga puluh tahun dan semua teman-temannya, kalau tidak punya pacar ya sudah menikah. Mereka punya hidup sendiri dan tidak ada tempat untuk Edvind di dalamnya.

"Kalau kamu kesepian karena teman-temanmu sudah menikah, itu berarti sudah waktunya kamu menikah juga." Pernah Adam, ayah tiri Edvind, berkomentar saat mengetahui Edvind menghabiskan libur panjang dengan jalan-jalan di Amerika Latin. Sendirian.

Adam bukan satu-satunya orang yang terang-terangan menyuruh Edvind untuk bersikap dewasa dan berhenti bermain-main. Edvind memarkirkan mobil di depan rumah orangtuanya. Sengaja Edvind datang pagi-pagi. Ketika ibunya sudah berangkat berpraktik di klinik. Belakangan Edvind memang sengaja menghindari bertemu dengan ibunya. Menghindari pertanyaan kapan menikah dan ceramah betapa pentingnya bagi seseorang untuk segera menikah, lebih tepatnya. Jangan dipikir hanya wanita yang dikejar-kejar oleh keluarga mereka untuk segera berumah-tangga. Laki-laki juga tidak luput dari derita yang sama. Setelah melemparkan kunci mobilnya di atas keranjang rotan putih kecil di meja ruang depan, Edvind mencari sumber aroma sedap yang menyapa hidungnya.

Di dapur, Adam sedang berdiri menghadap kompor. Sejak Edvind mulai menempati rumah ini, usia sepuluh tahun, Adam yang selalu memasak sarapan dan makan malam. Karena Linda, ibu Edvind, payah kalau menyangkut urusan dapur. Namun ibu Edvind selalu mengelak kalau ada orang menyebutnya tidak bisa memasak. Bukan tidak bisa, tapi setiap pagi dan sore ibu Edvind praktik, jadi tidak sempat memasak untuk anak-anak. Tidak sempat berbeda dengan tidak bisa, begitu biasanya ibu Edvind berkelit.

"Pagi, Pa." Tanpa menunggu balasan, Edvind langsung mengambil piring.

"Kalau kamu selalu sarapan di sini, Vind, kenapa kamu beli rumah? Lebih baik kamu tidur di sini, tidak perlu keluar bensin hanya untuk makan." Adam menerima piring yang disodorkan Edvind lalu mengisikan makanan.

"Karena tidak ada wanita yang mau menikah dengan laki-laki dewasa yang masih tinggal bersama orangtuanya. Itu alasanku membeli rumah." Edvind menjawab setelah mengucapkan terima kasih. "Mama tidak akan mau menikah dengan Papa kalau Papa tinggal bersama Eyang."

Adam menyeringai lebar dan duduk di seberang Edvind. "Jadi benar kamu membeli rumah karena berencana menikah? Ibumu berpendapat begitu, tapi Papa bilang jangan banyak berharap. Kalau mendengar jawabanmu tadi, ibumu pasti bahagia sekali. Teman-teman kami sudah punya dua atau tiga cucu, dan kami tidak sabar—

"Wow, wow, wow, tunggu dulu, Pa!" Edvind mengangkat tangan. "Aku tidak bilang aku akan menikah besok atau bulan depan. Membayangkan dapat cucu dariku itu kejauhan."

Adam mengamati anak tertuanya. "Apa tidak melelahkan hidup seperti itu?"

"Seperti apa?" Edvind menelan nasi gorengnya.

"Tidak menjalin hubungan serius dengan satu wanita. Gonta-ganti pacar seminggu sekali. Ibumu bukan tidak tahu apa yang kamu lakukan, Vind. Ada kabar yang sampai di telinga ibumu. Yang menyebut bahwa kamu adalah laki-laki...." Adam berhenti sejenak, memikirkan kata yang tepat. "Yang tidak pantas mendapatkan cinta tulus seorang wanita. Sering ibumu bertanya-tanya apakah dia telah mendidikmu dengan benar. Apakah kami sudah memberikan contoh yang baik kepadamu mengenai bagaimana menjalin hubungan yang sehat di antara laki-laki dan wanita."

"Aku tidak pernah menjalin hubungan dengan siapa-siapa." Edvind selalu mengatakan dengan jelas, dan tegas, kepada teman wanitanya apa yang harus diharapkan dari pertemanan mereka. Begitu mereka mengiyakan ajakan Edvind untuk makan malam atau apa, berarti mereka setuju bahwa apa pun konsekuensinya, mereka akan menanggung dan tidak menyalahkan Edvind. Patah hati atau merasa diberi harapan palsu bukanlah tanggung-jawab Edvind.

Di dunia ini banyak wanita menganggap laki-laki yang tidak bisa memegang komitmen dan tidak pernah mau menjalani hubungan serius, seperti Edvind, sebagai tantangan. Semakin panjang daftar nama mantan teman kencan Edvind, semakin memesona Edvind di mata mereka. Semakin Edvind memesona, semakin mereka berusaha menundukkan Edvind. Sudah lama Edvind mengamati bahwa ada kecenderungan dalam diri kebanyakan wanita untuk tertarik dengan laki-laki berengsek. Tidak ada yang membuat wanita merasa dirinya lebih spesial selain laki-laki—yang dianggap brengsek oleh semua wanita—bersikap manis dan penuh cinta hanya kepadanya. Berapa banyak wanita yang suka membaca cerita tentang laki-laki tampan, seksi, kaya, dan suka bermain-main atau meniduri banyak wanita, tapi menyatakan cinta hanya kepada satu wanita saja? Wanita yang bisa menjinakkannya.

***


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top