DUA PULUH DELAPAN
Semakin ke sini kok semakin bikin iri dan dengki saja Edvind dan Nalia :-)
Setelah selesai menulis dan membaca sebagai pembaca, aku kok jadi pengen pacaran kayak gitu huhuhuhu
Anyway, Edvind dan Nalia mau jadi 'mommy' dan 'daddy' :-))))) untuk makhluk berbulu.
tinggalkan komentar untukku ya.
Love, Vihara(IG/Twitter/FB ikavihara, WhatsApp 0895603879876)
***
Alesha menggelengkan kepala dengan dramatis. Seolah-olah Nalia akan segera dieksekusi oleh seluruh penduduk Indonesia karena baru saja menggandakan jumlah utang negara sepuluh kali lipat. "Tante Linda bilang ke semua orang Edvind mau menikah. Sama temanku. Waktu tahu kamu adalah teman yang dimaksud, Mama jualin kamu. Dia puji-puji kamu setinggi langit dan menyuruh Tante Linda mempercepat penikahan Edvind. Seperti yang Mama lakukan pada Edna dan Alwin. Supaya Tante Linda nggak keduluan orang lain yang juga mau punya mantu yang hebat."
Nalia tertawa keras. "Mantu yang hebat? Ibunya Edvind nggak suka sama aku, Lesh. Ngomong sama aku aja beliau nggak ramah."
"Hmmmppphh...," dengus Alesha tidak percaya. "Waktu pamer di depan semua orang, wajah Tante Linda glowing bahagia. Tante Linda yakin kalau kamu dan Edvind bakal segera menikah. Tante Linda percaya, Nalia, Edvind berhenti gonta-ganti pacar itu karena jatuh cinta sama kamu. Di matanya kamu itu sempurna."
Nalia tidak tahu harus mengatakan apa mendengar perkembangan tidak terduga ini.
"Kayaknya Tante Linda bener. Sejak mulai ngajak kamu ke kampung bantuin anak-anak di sana, Edvind tobat. Nggak pernah ganti-ganti pacar lagi. Eh, tadi Edna sampe mau melempar garpu ke mukaku, karena dia masih menganggap ini semua terjadi gara-gara aku ngenalin kamu sama Edvind.
"Edvind ... Edvind ... dia pikir nggak datang ke acara keluarga itu bikin dia selamat. Padahal seharusnya dia ada di sana biar bisa mengoreksi waktu Tante Linda bilang besok makan siang berikutnya, Edvind bakal bawa kamu menemui keluarga besar."
Perut Nalia langsung mulas. Menemui keluarga besar Edvind? Pada hubungan Nalia dengan Astra dulu, Nalia baru dibawa bertemu keluarga besar Astra dua minggu setelah orangtua Astra melamar Nalia kepada Oma dan Jari. Berkenalan dengan keluarga Edvind sekarang rasanya terlalu cepat. Atau justru tidak perlu dilakukan. Karena semakin banyak orang yang terlibat dalam suatu hubungan, akan semakin rumit saat mengakhiri hubungan tersebut. Walau dalam kasus Nalia, tidak akan ada hubungan yang harus disudahi. Karena Nalia dan Edvind tidak ada hubungan apa-apa.
"Kata Garvin, nggak harus Edvind yang membawa kamu ke sana. Tante Linda punya dua anak laki-laki. Garvin percaya kamu menganggap dia lebih baik, lebih muda, dan lebih ganteng. Kamu lebih menyukainya dibandingkan Edvind. Aku nggak tahu kamu udah akrab sama semua keluarganya Edvind."
"Aku nggak akrab sama mereka. Kalau bukan karena mendadak ibunya Edvind datang ke rumah Edvind, aku nggak akan ketemu mereka. Aku nggak ada niat buat akrab sama ibu dan adiknya Edvind. Aku dan Edvind nggak ada hubungan apa-apa, jadi nggak perlu kenal keluarga."
"Ah, kamu masih juga belum mau berinvestasi penuh pada sebuah hubungan." Alesha manggut-manggut menyentuh dagunya. "Kamu mau menjalin hubungan dengan seseorang, tapi kamu nggak mau dikenalkan dengan keluarganya, dengan teman-temannya. Padahal itu bagian dari sebuah hubungan yang serius. Yang sehat. Yang dewasa. Kamu akan kehilangan laki-laki yang kamu cintai, sebelum kamu memilikinya, kalau kamu nggak bisa menginvestasikan hatimu seratus persen."
"Aku nggak mencintai Edvind, Alesha!" tukas Nalia. "Kenapa sih kamu ngeyel?"
"Nggak ada gunanya berbohong pada diri sendiri, Nalia!" balas Alesha.
Di situ letak salahnya. Nalia tidak sedang berbohong pada dirinya sendiri. Tetapi Nalia sedang meyakinkan diri sendiri. Ada celah pada otak manusia yang dimanfaatkan oleh penyebar berita bohong atau penggiring opini. Otak manusia memercayai dan menganggap benar sebuah pernyataan, meski tidak sesuai dengan kenyataan, selama pernyataan tersebut disampaikan berulang-ulang. Ketika nanti ada informasi baru yang datang untuk mengoreksi informasi salah tersebut, otak enggan menerima. Because we tend to believe that the repeated conclusion is more truthful. Ini yang disebut dengan illusiory truth effect.
Nalia tidak akan pernah meneruskan dan mengulang berita bohong, informasi yang belum diketahui kebenarannya, atau pernyataan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kepada orang lain. Bahkan selama menjadi guru, Nalia sangat hati-hati memilih kata untuk diucapkan di depan murid dan orangtua. Tidak pernah Nalia kelepasan bilang muridnya nakal, bodoh, dan kata-kata bermakna negatif lainnya. Apalagi mengulang-ulang kata itu. Kalau murid dan orangtua percaya, bisa berbahaya. Tetapi demi kebaikan dirinya sendiri, supaya percaya Nalia tidak mencintai Edvind, Nalia melakukannya. Mengulang pernyataan yang salah.
***
Rumah sakit gempar. Keluarga besar Edvind tidak kalah ribut melihat foto yang diunggah Edvind tadi siang ke Instagram. Foto Edvind bersama Nalia di tempat pembuangan sampah. Edvind pernah membawa ice chest penuh dengan popsicle untuk dinikmati bersama anak-anak. Dalam foto tersebut Nalia sedang berteriak dan menjauhkan es krimnya dari jangkauan Edvind. Karena hanya satu rasa cokelat yang tersisa, Nalia berebut dengan Edvind. Nalia yang menang, tapi Edvind memaksa mencicipi satu gigit. Tidak diizinkan oleh Nalia. Beni yang sedang bermain-main dengan ponsel Edvind, berhasil memotret dua gambar yang jernih. Salah satunya tepat pada saat Edvind berhasil mendaratkan mulutnya pada es krim cokelat yang dipegang Nalia.
Selama ini Edvind tidak pernah mengunggah foto dirinya berduaan dengan siapa pun. Akun Instagram Edvind berisi foto dirinya di rumah sakit, mengikuti seminar, atau berkegiatan bersama rekan-rekan kerjanya. Ada juga foto saat Edvind berlibur, atau ketika Edvind berkumpul dengan sepupu-sepupunya. Nalia adalah satu-satunya wanita yang secara eksklusif muncul di laman media sosial Edvind. Keterangan gambar yang ditulis Edvind pada foto istimewa kali ini juga tidak seperti biasa. I never knew what love is until you came into my life.
Edvind tidak menandai atau menyebut nama Nalia. Banyak—atau semua—mantan teman kencan Edvind mengikuti Edvind di sana. Bisa saja ada yang iri lalu menyerang Nalia. Edvind tidak ingin mengusik ketenangan Nalia dalam bermedia sosial.
Namun, tampaknya Nalia tidak suka fotonya diunggah. Sebelum Edvind meninggalkan rumah sakit tadi, Nalia menelepon dan meminta ... bukan ... Nalia menuntut Edvind agar segera menemuinya. Dari nada bicaranya, Edvind yakin kepala Nalia bertanduk dan telinganya berasap ketika menghubungi Edvind. Baiklah, Edvind akan mandi dulu setelah ini, lalu mengajak Nalia pergi makan malam. Tidak enak berdebat dengan perut kosong. Bicara di rumah Alesha bukan pilihan yang tepat. Kalau Nalia meneriaki Edvind dan Edvind tidak mau membalas, Alesha tidak akan berhenti mengolok Edvind seumur hidup.
Edvind menginjak rem setelah berbelok ke halaman rumahnya. Di sana, di teras rumah, Nalia duduk bersila. Edvind menyipitkan mata—supaya bisa melihat dengan jelas—karena mencurigai ada sesuatu yang menempel di dada Nalia. Sesuatu yang bisa bergerak. Makhluk hidup. Tetapi apa? Edvin turun dari mobil dan berjalan mendekati Nalia. Suara mobil Edvind tidak membuat Nalia mengangkat wajah.
Pasti makhluk hidup yang menyandar di dada Nalia berjenis kelamin laki-laki, Edvind mendengus, kalau melihat bagaimana betahnya dia menyurukkan moncongnya di dada wanita.
"Meoooowww...." Makhluk di dada Nalia merintih memilukan.
"Sssttt ... kamu akan baik-baik saja di sini. Jangan takut. Aku akan selalu menjagamu. Menyayangimu." Nalia kini menempelkan pipinya di wajah kucing yang pandai mengambil simpati orang.
Tidak tahu kenapa, melihat Nalia mengucap janji dengan begitu lembut kepada anak kucing dekil itu, mendadak paru-paru Edvind seperti diremas hingga kempis, menyebabkan semua udara keluar dari sana. Indah dan menyesakkan.
Kapan terakhir kali Edvind melihat pemandangan seindah ini? Ini persis seperti dongeng nenek Edvind dulu, saat Edvind kanak-kanak. Kawah-kawah bulan yang terlihat dari bumi, menurut nenek Edvind, adalah seorang bidadari cantik jelita yang sedang duduk memangku seekor kucing. Dulu Edvind tidak pernah bisa membayangkan secantik apa seorang bidadari rupawan yang dilingkupi cahaya keemasan. Sekarang Edvind tidak perlu berangan. Karena Nalia sudah memeragakan.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top