TPD - 9. New life

HAPPY READING!!



Beberapa hari telah berlalu setelah adegan Gatha yang diangkat menjadi sekertaris secara tiba-tiba. Dengan iming-iming seperti itu adanya akhirnya Gatha mau-mau saja.

Gavin datang dengan wajah yang tak bersahabat, moodnya tidak dalam keadaan baik hari ini. Gatha yang melihatnya hanya mengangkat bahunya acuh karena bukan urusannya.

"Pergi keruanganku." Kata Gavin melalui telepon yang ada di meja Gatha dengan suara tegas.

Gatha membenarkan bajunya yang sedikit tidak rapi. Setelah dirasa rapi Gatha berjalan dengan anggun sambil membawa jadwal Gavin hari ini.

Hari inipun Gatha terlihat cantik dan menawan dengan baju pink, rok hitam.

Gavin menatap Gatha yang datang dengan intens. Tubuh Gatha memang sungguh menarik pria mana saja untuk melihatnya.

"Jika kau semenarik ini," Gavin menggantungkan kata-katanya membuat Gatha penasaran setengah mati.

"Pasti bapak tertarik sama saya ya." Gatha membuat wajah konyol yang mengundang tawa Gavin namun ditahan.

Hanya melihat Gatha sebentar saja membuat dunianya terbalik lagi, apakah ia harus menempel pada Gatha?

"Sayangnya, tidak." Kata Gavin.

Gatha memberikan ekspresi sedih yang dibuat-buat. Gatha tidak berharap apapun kepada Gavin karena sikapnya yang semena-mena.

"Jadilah istriku."

Jadwal yang dibawa Gatha terjatuh dengan dramatis yang di slow motion. Gatha melihat sekelilingnya penuh bunga. Gatha merasa ia masuk dalam hayalan Gavin.

"Ngaco bapak!"

Gatha mencari jalan keluar dari ruangan berbunga ini, namun sialnya tak berujung. Sudah ia coba untuk berlari.

Gavin datang dengan pesonanya yang sangat kentara membuat Gatha harus memperingati hatinya supaya tidak berdebar. Masalahnya ada di Gavin yang biasanya tidak seperti ini.

Semakin dekat, Gavin semakin dekat dengan Gatha yang sudah membeku bagai patung menangis. Sekarang ia ingin menangis.

"Hatimu berdebar?" Wajah Gavin berada hanya beberapa senti dari wajahnya.

Gatha ingin mati sekarang, atau tenggelamkan saja ia sekarang. Ini tidak lucu.

Gatha meneguk ludah dengan susah payah karena badannya mulai bereaksi. Ini diluar kuasanya. Dalam hatinya ia memanggil nama Mutia yang selalu ada disetiap momen.

Gatha menutup matanya karena Gavin semakin dekat dengan bibirnya. Semakin dekat dan semakin terasa hembusan nafas Gavin yang terasa seperti bau mint.

Tangan Gavin merambat ke pinggul seksi Gatha yang ternyata sangat pas di tangannya.

Gatha mengeratkan matanya yang tertutup sungguh ini adalah momen pertama dari hidupnya.

'Plak.'

Dan inilah akhir dari kedramatisan seorang sekertaris dan bosnya. Gatha menatap Gavin garang.

"Aku tak semurah itu Tuan Gavin yang terhormat." Kata Gatha yang menusuk harga diri Gavin sebagai pria.

Gatha menatap Gavin dan terkaget dengan bekas tamparan yang sangat kentara dan sedikit darah diujung bibirnya. Gatha lupa dia tidak mengatur kekuatan dengan baik.

"Hah?" Gatha melongo melihatnya.

"Hah katamu?"

Gatha panik dan segera mengambil kotak p3k yang ada di ruangan Gavin.

"Saya obatin sini! Aduh bapak ini gimana sih! Seharusnya menghindar!" Kepanikan yang semakin tinggi membuat tangan Gatha bergetar hebat.

Gatha menarik nafas, dan membuangnya dengan keras. Gavin sedikit terganggu dengan apa yang dilakukan Gatha.

"Mukaku lama-lama rusak." Dengan tatapan garang Gavin memperingati Gatha lewat tatapan itu.

Gatha mengetahui bahwa Gavin mencintai citranya melebihi apapun.

"Maaf." Kata Gatha dengan murung.

"Keluar." Gavin menunjuk pintu dengan tatapan dingin yang sama seperti tadi pagi.

"Bos,"

"Kubilang, keluar!"

Gatha keluar dengan bibir yang maju beberapa senti. Uangnya tinggal sedikit karena belum waktunya gajian, ia membutuhkan bosnya saat ini. Tapi bodohnya ia mengacaukan hari ini.

Gavin melihat wajahnya di kaca dengan lebam yang ditutupi plester. Masalahnya tadi malam luka yang dibuat Gatha sudah dibuat oleh ayahnya.

"Kemarin merah sekarang berdarah, sialan." Gavin ingin menonjok sesuatu sekarang.

Ia ingin pergi dari ruangan pengap ini dan mencari udara luar. Klub di pagi hari? Bukan ide yang bagus.

"Pak bos! Ada yang nyarii!!" Teriak suara cempreng seperti toa yang akan berbunyi setiap hari.

Sean berjalan dengan angkuh memasuki ruangan Gavin padahal Gavin belum memperbolehkan masuk.

"Apa?" Tanya Gavin dengan acuh.

"Sekertarismu oke juga." Gavin menatap Sean dengan tatapan tajam.

"Ambil saja." Katanya dengan santai.

Sean duduk dengan santai karena ini di ruangan sahabatnya sendiri. Sean dan Gavin duo pengusaha tersukses di New York.

"Daripada Queen yang agresif kau lebih memilih gadis centil nan cerewet itu?"

Gavin menganggukkan kepalanya, "Karena Queen selalu menggodaku dengan badannya."

"Dan kau tidak suka merasakan sesuatu untuk kedua kalinya Gav." Mereka tertawa bersama.

Gatha datang dengan membawa teh yang aromanya asing di hidung keduanya, bau sangat feminim.

"Pak bos!" Teriak Gatha tiba-tiba.

"Apa?" Gavin menjawab dengan kekaleman tingkat atas.

Sean mengecek pendengarannya, takut jika keluar dari ruangan ini rusak dan berdarah.

"Sebenarnya kita ini dimana sih bos?! Saya nggak tau beneran." Gavin menatap Gatha aneh, bukannya hampir seminggu ia ada di negara ini.

"Kau di New York." Sean kali ini menjawab dengan cepat karena ingin wanita ini keluar.

Gatha menganggukkan kepalanya dengan ekspresi paham, "Apa?!" Teriaknya.

Gatha memandang sekeliling dengan asing. Perubahan drastis raut wajah dan hati yang tidak siap karena kenyataan ini.

"Saya kira di lautan." Gatha menurunkan tehnya.

Gavin dan Sean melihat Gatha yang sedang memberikan teh ke meja dengan terlihat mahir dan sopan.

"Pak bos?!"

"Apalagi?"

Gatha cengengesan dengan mata yang berbinar. Gavin dan Sean gagal faham dengan ekspresi Gatha kali ini.

"Nggak, manggil aja." Gatha bersiap untuk pergi.

"Gat. Ini teh apa?" Tanya Gavin.

"Teh strawberry pak bos!" Kata Gatha dengan semangat.

Gavin dan Sean menatap teh yang berwarna sedikit merah muda itu dengan tatapan aneh.

"Katanya bagus untuk kulit biar mengkilat, terus biar segar kembali gitu pak, cobain deh."

Gavin mengusir Gatha dengan gerakan tangan. Gatha membungkuk dan keluar ruangan.

"Sekertarismu sangat unik." Kata Sean sambil meminum tehnya yang ternyata enak.

"Dan mahal." Tambah Gavin.

Baru beberapa menit Gatha berpisah dengan Gavin dan Sean. Teriakan Gatha kembali menyapa telinga kedua orang yang mulai muak.

"Pak bos!!"

Gavin sungguh ingin menenggelamkan Gatha sekarang. Ia sangat ingin menjahit mulut Gatha supaya diam saja seperti sekertaris-sekertarisnya yang lain.

Sean mencoba menenangkan Gavin yang amarahnya hampir sampai ke ubun-ubun.

"Ada yang nyari!!" Teriak Gatha kembali.

"Wanita seksi!!"

"Diam Gatha! Tanya saja namanya." Teriak Gavin dari dalam ruangan.

Tiba-tiba hening, seperti tidak ada pergerakan apapun dari luar. Ini mencurigakan. Gatha pasti melakukan kesalahan.

"Gatha!" Gavin keluar menemukan Gatha yang diam berdiri di depan meja. Dan di depan Gatha adalah adik sepupunya, Marcella.

"Ngapain?" Tanya Gavin ke Gatha yang sepertinya menahan nafas.

"Kalo saya nanya, jawab Gatha!!"

Gatha menatap Gavin dengan tatapan tajam, "Katanya disuruh diam."



































BERSAMBUNG..

Vote dan komen!!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top