4. Waiting
"Apakah ini menganggumu?" tanya Matt begitu ia memikirkan jawaban yang harus ia katakan kepada Sabrina. Apakah secepat ini mengatakan kepadanya bahwa dirinya bukanlah seorang manusia biasa?
Ya! Ya! Teriak Max dengan antusias.
Tetapi logika Matt tidak mengizinkan. Saat ini Sabrina memang terlihat nyaman dengannya. Namun ia membutuhkan Sabrina untuk percaya sepenuhnya kepadanya. Sehingga ketika ia memperlihatkan Max kepadanya, Sabrina tidak akan lari dan menjauh.
Dasar pengecut! Ejek Max.
Kau harus bermain cerdas, boy!
Max mendengus. Memilih kembali bersembunyi dan tidak lagi mengganggu Matt. Dia sudah mendapat teguran keras dari Matt ketika Sabrina memuji Coleen tadi. Membuatnya hampir kehilangan kendali dan mungkin saja akan menandai Sabrina saat itu juga. Apalagi dengan sentuhan ringan yang Sabrina berikan kepadanya. Sentuhan yang sangat mempengaruhinya.
"Tidak. Aku hanya.... merasa takjub." Katanya malu-malu. Rona merah bahkan sudah menjalari wajahnya.
"Kau tahu. Setelah mendengar bahwa kau adalah seorang penjelajah, aku mulai berpikir bahwa itu terjadi karena seringnya kau berpindah tempat. Seperti jerapah yang mengalami evolusi dan memanjangkan lehernya."
Sabrina lalu segera menutup mulutnya. "Maafkan aku karena mulai meracau."
Matt tidak tertawa dan malah mengetuk-ngetukkan jemarinya di atas meja. "Menurutmu itu menakjubkan?"
Sabrina mengangguk antusias. "Warna mata aslimu biru gelap, ataukah hazel, Matt? Tetapi kutebak adalah biru lautan dalam."
Matt tersenyum lebar. "Biru lautan dalam?"
Lagi-lagi Sabrina mengangguk. "Aku pernah melihat national geography dan ada paus biru yang sedang ditayangkan. Mereka hidup di lautan dalam. Warna matamu persis seperti itu." Ujarnya penuh pemujaan.
"Aku melakukan penjelajahan tidak hanya di daratan."
Binar di mata Sabrina semakin terlihat. "Kau juga menyelam?"
Matt meringis. Untuk bertemu dengan para siren. "Sesekali. Tetapi tidak sering."
Mulut Sabrina membuka dan menutup dengan cepat. "Itu menakjubkan!" Pekiknya keras.
"Jadi kau mau menjadi asistenku?" tanya Matt lagi.
Sabrina mengangguk antusias. "Tetapi kau belum menjawab pertanyaanku. Oh lupakan! Apakah nantinya mataku juga akan sama denganmu?"
Matt menatap netra cokelat terang milik Sabrina. Pasti menakjubkan jika Sabrina juga memiliki netra hazel seperti dirinya. Tetapi sayangnya itu tidak mungkin.
"Tidak. Hanya akulah yang bisa. Tetapi jika kau menikah denganku dan memiliki anak denganku, anak kita akan memilikinya."
Wajah Sabrina tiba-tiba memerah dengan cepat. "Kau menggodaku!" Ia menutup cepat wajahnya. Membuat Matt tergelak kencang.
"Tenanglah, Kid. Masih banyak waktu jika kau berubah pikiran." Matt tersenyum lembut. Mengambil potongan pot roast dan garlic bread untuk kemudian ia letakan di piring Sabrina yang sudah kosong.
"Apakah jika aku mengikutimu, aku akan mendapatkan makanan mewah setiap hari?" Tanyanya dengan menatap irisan daging itu dengan lapar.
"Tentu saja. Aku koki yang hebat," ujarnya sombong.
"Itu semakin membuatku cepat lulus dan segera pergi." Sabrina lalu memotong daging tersebut kecil-kecil. Memasukkannya ke dalam mulutnya dan membuatnya mengerang penuh apresiasi. "Burrito buatanmu adalah sea world! Tetapi pot roastmu adalah surga!"
Matt tersenyum lebar. Berusaha mengendalikan dirinya ketika mendengar erangan yang mampu membangkitkan hasratnya.
Kau harus menahan diri, Max.
Max tertawa. Kau lah yang harus mengendalikan diri saat ini.
"Oh! Warna matamu berubah lagi untuk beberapa detik tadi. Benarkan aku tidak bisa memilikinya?"
Oh baby. Bahkan keseluruhan diriku adalah milikmu. Pikir Matt yang membuat Max semakin tertawa kencang.
Matt menggeleng. Tersenyum kecut dan mengikuti Sabrina untuk makan bersamanya.
"Ada lagi yang ingin kau tanyakan?"
"Ya. Aku masih memiliki satu pertanyaan lagi yang menggangguku sejak kemarin."
"Ya?"
Sabrina tidak menjawab. Terlalu menikmati makanannya sehingga piringnya bersih. Ia lalu menyeruput mojito orange hingga tandas dan merapikan bekas makan mereka.
"Apa yang kau lakukan semalam di depan toko Jack?"
Seketika, tangan Matt yang hendak meraih air minumnya melayang tertahan di udara. Max menggeram di dalam pikiran Matt. Marah terhadap kemungkinan terburuk apa yang bisa menimpa Sabrina jika saja dirinya belum kembali ke sini.
Tenanglah, Max! Hardik Matt yang membuat Max langsung berhenti menggeram. Namun ia masih bersiaga dan menunggu jawaban apa yang akan Matt berikan kepada Sabrina.
"Apa dugaanmu?" tanya Matt sebagai balasan kepada Sabrina.
Pada akhirnya Matt berhasil meraih gelas minumnya, meneguknya panjang sembari mengamati apa kiranya yang sedang gadisnya pikirkan.
"Aku tidak tahu. Karena itulah aku bertanya kepadamu."
"Apa itu menganggumu?"
Sabrina mengedikkan bahunya.
"Sebenarnya itu bukan urusanku," Sabrina meringis. Merasa lebih murahan karena terlalu ingin ikut campur terhadap urusan Matt. Tapi ya Tuhan, dirinya membutuhkan untuk tidur dengan nyenyak malam ini dan tidak lagi membutuhkan sesuatu untuk dipikirkan semalaman.
"Hanya saja sikapmu yang memintaku untuk masuk ke dalam sungguh mengusikku, Matt." Sabrina menjeda ucapannya. Menatap khawatir kepada Matt yang telihat menunggunya menyelesaikan ceritanya.
"Kau terlihat marah, khawatir, dan ketakutan semalam. Kau menyuruhku masuk padahal kau tidak mengenalku- belum mengenalku. Karena itulah..." Sabrina meremas kedua tangannya dan menjalinnya. "Apakah ada yang harus kutahu mengenai semalam?"
Matt menggertakkan giginya. Kilatan-kilatan mengenai rogue semalam yang memasuki kawasan yang telah ia tandai benar-benar membuatnya gusar. Hal ini memang jarang terjadi, mengingat jumlah rogue yang tidak lagi terlalu banyak sementara kawanan werewolf pada masa sekarang memilih membaur bersama manusia sembari melindungi kawasannya.
Rogue tidak lagi dipandang sebagai serangga pengganggu seperti jaman dahulu. Sejak perang itu...
Matt semakin mengeratkan rahangnya. Perang besar-besaran yang hampir membuat para makhluk supranatural musnah. Menyisakan setengahnya dan meski dirinya tidak ingin menyombongkan diri, dirinya merupakan salah satu sebab mengapa hak-hak rogue sama halnya dengan anggota kawanan pack. Tidak ada lagi diskriminasi karena menjadi serigala penyendiri merupakan sebuah pilihan hidup.
"Aku bertemu dengan kenalanku dan memiliki sedikit kesalahpahaman. Aku hanya khawatir jika kau terseret dalam masalah yang tidak kau tahu," jelas Matt yang membuat Sabrina semakin penasaran.
"Apakah, sekarang sudah baik-baik saja?" Pertanyaan Sabrina yang terdengar mengkhawatirkan dirinya membuat dada Matt berdesir. Sementara Max sudah meraung kesenangan karena Sabrina yang mulai memperhatikannya.
"Aku tidak apa-apa. Semuanya sudah selesai," ujar Matt dengan senyum lebar yang membuat Sabrina berdebar. Penampilan Matt yang biasa saja sungguh sangat menarik. Ditambah dengan senyum itu, membuat penampilan Matt layaknya seorang dewa yang bercahaya.
Sabrina terpaku melihat wajah Matt. Merasakan ketertarikan dengannya semakin menguat detik demi detiknya. Tatapan mereka saling mengunci. Menyelami jiwa satu sama lain dan mungkin saja, Matt tidak akan bisa menahan dirinya terlalu lama untuk bisa memeluk Sabrina. Menandainya seperti seharusnya dan membuatnya selalu berada di sisinya ketika ponsel Sabrina berdering dengan nyaring. Memutuskan mantra yang mengikat mereka untuk sejenak.
"Permisi," jawab Sabrina cepat sembari menyingkir dan menerima telepon yang masuk ke dalam ponselnya.
"Kau pasti bercanda!" Seru Sabrina yang membuat seluruh sel-sel saraf Matt langsung bersiaga. Dirinya segera menyambangi tempat Sabrina. Melihatnya yang berdiri dengan tatapan kosong dan wajah pucat pasi.
"Apa yang terjadi?" tanya Matt sambil menyentak bahu Sabrina cepat.
Sabrina mengerjap beberapa kali. Air matanya yang menggenang di matanya telah turun sepenuhnya dan mengalir di pipinya.
Lakukan sesuatu, Matt! Geram Max dengan panik.
"Toko pa-paman Jack. Habis terbakar," katanya di tengah isakannya.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top