15. Dansa
Sabrina menyadari bahwa perasaanya memang sedang tidak baik-baik saja. Kepergian keluarga Glover dari kota ini adalah alasan utamanya. Dan alasan lainnya adalah Mattheo yang terlihat sangat sibuk dengan telepon genggamnya yang hampir selalu berdering setiap saat.
Sabrina menghela napasnya. Bersandar di sofa dengan ditemani tayangan televisi yang sangat tidak menarik baginya. Tetapi itu masih lebih baik karena dirinya masih bisa melihat Mattheo yang sibuk berbicara dari balik pintu kaca yang menjadi sekat di antara ruangan yang saat ini dia tempati, dan tempat Mattheo berdebat dengan setumpuk dokumen di atas meja dapur.
"Maaf Baby, mereka sungguh keras kepala," gumam Mattheo ketika dirinya kembali dari dapur. Ia mengecup pucuk kepala Sabrina. Menyelinap di belakang tubuh gadis itu sehingga Sabrina bersandar di dada bidangnya.
"Kau terlihat sangat sibuk." Tepat ketika itu, ponsel Mattheo kembali berbunyi. Mattheo menggeram kesal. Jarinya akan menekan tanda penolakan ketika Sabrina menjerit, "Angkat saja. Mungkin itu penting."
Mattheo menghela napas. Bangkit berdiri dan mulai kembali menuju meja dapur yang terlihat mulai penuh dengan lembaran dokumen.
Well, yeah. Mungkin Sabrina bisa membantu untuk merapikan lembaran itu.
Namun Mattheo yang merasa pergerakan di belakangnya dengan sigap mengumpulkannya menjadi satu. Berdesis kepada siapa pun di ujung sambungan sana agar membereskan kekacauan yang terjadi.
"Sudah selesai, huh?"
"Kuharap sudah," balas Mattheo sebelum lengan kekarnya memeluk pinggang Sabrina. Dirinya lalu menunduk untuk menatap gadisnya dan memberikan kecupan di hidung mungil Sabrina. "Aku janji bahwa itu adalah telepon terakhir untuk malam ini."
Sabrina menaikkan satu alisnya. "Apa aku boleh tahu tentang apakah semua ini?"
Mattheo tergelak. "Bagaimana jika itu kubilang sebagai top secret?"
Bibir Sabrina mencebik. "Bahkan kau mengatakan pembicaraanmu dengan Mr. Presiden kepadaku. Aku bahkan takjub ketika kau benar-benar menghubunginya agar aku percaya bahwa kau benar-benar telah bertemu dengannya. Kau tahu aku hampir mengira kau hanya membual."
Mattheo tertawa. Menikmati raut terkejut Sabrina ketika dirinya melakukan video call dengan pemimpin nomor satu di negara paman Sam dan memberikannya kepada gadis itu. "Itu salahmu yang tidak memercayaiku."
Mulut Sabrina membuka dan menutup lagi. "Baiklah. Top secret bisa saja hal yang akan membawaku ke dalam kematian," candanya dengan kekehan. Tetapi suara kekehan itu tidak dibalas oleh Mattheo karena pria itu bahkan tampak kaku dan menegang. Pelukannya di pinggang Sabrina bahkan tampak kaku.
"Aku tidak akan membiarkanmu berada di dalam bahaya Sabi. Kematian harus melangkahi mayatku sebelum menemukanmu."
Bibir Sabrina mengering. Seharusnya Matt tahu bahwa dirinya hanya bergurau. Tetapi apa yang Mattheo katakan dengan sorot mata serius dan penuh kesungguhan selalu membuatnya luluh.
Sabrina lalu balas memeluknya. Meletakan kepalanya di dada Mattheo. Mendengar detakannya yang selalu menggila kala Sabrina berada di dekatnya. Dia lalu tersenyum seraya mengucapkan, "Aku tahu, Matt. Aku berterima kasih kepada Tuhan karena adanya kau di sisiku."
Bibir Matheo tertarik ke belakang. Dia berkali-kali mengecupi pucuk kepala Sabrina dan berada di posisi itu untuk berapa lama.
"Hei, ada tempat yang ingin untuk kau kunjungi," gumam Mattheo.
"Hmm?" Sabrine mendongak. Matanya tampak berbinar penasaran.
"Tetapi kau harus berjanji untuk tidak bertanya dan kau harus menutup matamu. Aku akan membawamu ke sana."
Satu alis Sabrina menukik tajam. "Aku janji kau akan menyukainya."
"Bagaimana kau akan membawaku?"
"Apa yang kau pikirkan?"
Mulut Sabrina membuka lebar. "Kau akan berubah menjadi Max dan aku naik di punggungmu?!"
Matt mengangguk. Memisahkan diri dan memulai bertransformasi sementara Sabrina mulai tertawa senang.
"Astaga! Apa itu berarti aku harus mulai menutup mataku?" gumam Sabrina ketika dirinya mendengar suara koyakan dan satu detik kemudian, sosok Matt telah berubah menjadi Max. Serigala berbulu emasnya yang mengagumkan dan jantan.
Max lalu berputar-putar di sekeliling Sabrina. Mengendusnya berulang kali sebelum dia merunduk dan memintanya menaikki punggungnya.
"Uh. Aku pemula. Jadi kumohon kau untuk berhati-hati."
Max tampak senang. "Apa aku harus menggunakan pelindung kepala? Kau tahu aku juga memiliki pelindung siku dan lutut di gudang. Mungkin kita bisa menggunakannya?"
Max tampak mendengus. Dia lalu menolehkan kepalanya dengan mata mengerut lucu.
"Kurasa itu artinya tidak?"
Max mengangguk. Matanya lalu mengerjap beberapa kali.
"Aku harus menutup mataku?"
Max mengangguk sekali.
"Baiklah." Sabrina maju untuk memeluk leher Max. "Aku telah memejamkan mata, Max," tambahnya.
Max mengaum sekali dengan suara kecil. Perlahan keluar dari rumahnya dan sampai di halaman belakang rumah Sabrina dengan cepat. Kemudian, ketika mereka sampai di bibir hutan, Max mulai menambah kecepatan. Membuat Sabrina melanggar janjinya untuk memejamkan mata dan membukanya. Menikmati suasana hutan di malam hari dan tertawa karena angin yang membelai wajah dan tubuhnya.
"Ini menyenangkan! Kau harus sering-sering mengajakku!" teriaknya senang.
Max lalu mengaum. Kali ini lebih keras dan mulai menambah kecepatan. Keempat kakinya berderap dengan hati-hati. Memastikan bahwa gadisnya akan aman sampai di tempat yang akan mereka tuju.
Max merasa bahwa itu adalah hal paling menyenangkan di dalam hidupnya, yaitu bisa mendengar tawa lepas dari Sabrina. Setelah peperangan panjang dan melelahkan, lalu perjalanan sepi yang ia lalui, menemukan belahan jiwa adalah satu bentuk kedamaian yang dirinya butuhkan saat ini.
Max lalu mulai memperlambat larinya. Berderap semakin perlahan dan akhirnya berhenti. Dia lalu kembali merunduk untuk memberikan Sabrina kemudahan turun dari punggungnya. Dengan isyarat, yang entah bagaimana bisa Sabrina pahami, Max menyelinap ke balik pohon. Memakai jeans dan kaosnya sebelum kembali ke gadis itu.
"Kau senang?" tanya Matt dengan senyum lebar di wajahnya. Senyum yang sama, yang saat ini terpatri di wajah Sabrina.
"Apakah aku sudah mengatakan bahwa kita harus melakukannya dengan sering?"
Matt tergelak, "Kupikir kau malah akan ketakutan hingga bergetar dan muntah sepanjang jalan."
Sabrina meninju lengan Matt ringan. Tidak merasa terhina karena lelucon pria itu.
"Nah baby girl, sekarang tutup matamu."
Sabrina ingin menolak. Mengatakan bahwa dirinya sudah menutup matanya ketika dirinya akan melakukan perjalanan. Namun bantahan itu menguap ketika dirinya melihat wajah Mattheo dan lagi-lagi terpesona olehnya.
Telapak tangan Mattheo menutup kelopak matanya. Tubuh besarnya yang hangat berada di belakangnya. Dirinya menuntun Sabrina untuk berjalan perlahan hingga sampai ke tengah area yang cukup lapang. Area yang sudah Matt coba persiapkan sedemikian rupa.
"Kuharap kau akan menyukainya, Love." Bisik Matt lembut di telinga Sabrina bersamaan dengan kedua tangannya yang terlepas.
Kerlip-kerlap lampu dengan cahaya lembut menyambut penglihatan Sabrina, setidaknya dirinya akan menduganya seperti itu ketika cahaya itu mulai bergerak. Sabrina semakin takjub. Astaga! Itu adalah kunang-kunang!
Angin musim semi yang hangat, hutan di malam hari yang sejuk, dan kedamaian dari Matt adalah satu mantra yang membuat Sabrina terpengangah.
Mulutnya tebuka lebar. Dirinya berbalik dan menatap prianya dengan berkaca-kaca. "Ini... Sangat indah, Matt. Terima kasih..."
Sabrina melemparkan dirinya kepada Matt. Memeluknya erat untuk sesaat sebelum dirinya mendengar sayup-sayup suara piano. Matt mengangkat tangannya dan memperlihatkan ponselnya yang memainkan suara piano. Sabrina tergelak geli melihatnya namun menghargai setiap usaha Mattheo.
"Maukah kau berdansa denganku, Love?" bisik Matt yang membuat Sabrina menganggukan kepalanya cepat.
"Oh Matt..." gumam Sabrina dan mereka mulai melakukan dansanya. Sabrina tidak akan menyesal karena bersikeras menolak prom di sekolahnya yang saat ini sedang berlangsung. Karena dia memiliki pesta dansanya sendiri dengan pria istimewa yang kini berdansa dengannya.
***
Ada yang masih nungguin gak sih?
Anoo, kadang pengen lanjut tapi karena sepi banget ya syudah.
Gyahahahaha...
Semoga suka part ini. See you lagi pan kapan 😝😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top