Solusi.

Heyya~ Akhirnya bisa update lagi :D
Udah dekat2 UTS lagi.. Aduh, kenapa sekolah yang harusnya menyenangkan dan meningkatkan niat anak2 buat belajar malah membuat anak2 tertekan ya? *eh

GOSH-1K READER!!
AKHIRNYA! MAKASIH BANYAK SEMUANYA, TERUTAMA BUAT YANG SETIA NUNGGUIN BUKU INI :))))
Gak bisa ngomong apa-apa lagii.. Hhh..
Mau hadiah apa nih? :))

Udah ah basa-basinya..
Happy Reading!

♛♛♛

Sampai saat ini, aku sudah ʙᴇʀᴊᴀɴᴊɪ kepada diriku sendiri bahwa diriku penuh dengan kesendirian. Karena tidak ada satu pun yang ʙᴇʀʜᴀʀɢᴀ untuk dikorbankan.

Fajar menyingsing di ufuk timur, menandakan hari baru sudah dimulai. Suara ayam jago berkokok pun terlantun mengiringi hari baru ini. Seharusnya, kamu merasa bahagia akan bergantinya hari ini. Tetapi nyatanya, banyak masalah yang tertimbun dan membuatmu tertekan mulai dari pagi hari. Ketukan demi ketukan didaratkan pada pintu kaca toko bunga milik Ayahmu.

"Pasti penagih hutang.."

Gumammu seraya menyeka kedua matamu yang masih setengah terbuka, cukup berat untuk membuka keduanya penuh dikarenakan intensitas cahaya yang jauh berbeda. Kamu berjalan menuju pintu kaca dan membukanya, hanya untuk disapa oleh sesosok laki-laki dengan tangan penuh dengan lembaran-lembaran kertas.

"Uhm-Apakah ada hutang lagi?"

"Tentu saja, Nona (L/N). Kau pikir hidup ini tidak memerlukan uang? Ayahmu setengah mati bekerja dan penghasilannya tidak cukup untuk dirimu dan dia."

"M-Maaf.. Akan segera saya bayar.."

"Kau bilang begitu juga minggu lalu. Ayahmu juga begitu. Huh, Ayah dan Anak sama saja."

"Akan saya bayar!"

"Karena aku baik, kau dibebaskan. Ku tunggu sampai lusa."

"..."

Disulut amarah, kamu segera mengambil beberapa langkah mundur sebelum membanting pintu tersebut dengan kasar di depan sang lelaki. Bukan maumu dihantui oleh hutang-hutang ketika uangmu pun tidak tersisa banyak, hanya cukup untuk makan sehari-hari. Kamu menghela napas panjang sebelum duduk di salah satu kursi kosong dekat meja dimana beberapa vas bunga diletakkan,

".. Aku harus mengunjungi Ayah.."

Tuturmu dengan nada datar sebelum berdiri dari posisi dudukmu dan berlari menuju kamarmu kembali. Dengan cekatan, kamu mandi dan mengganti baju piyamamu menjadi sebuah dress simple berwarna merah. Sarapan? Kamu meraih sebotol susu yang disimpan oleh Ayahmu dalam kulkas. Tidak ingin memakan waktu sia-sia, Kamu pun pergi menuju rumah sakit dimana Ayahmu berada, sekedar untuk berkunjung dan bertanya akan keadaannya.

Sebelum memasuki kamar dimana Ayahmu dirawat-inap, Dokter pun menyisihkan diri denganmu di lorong rumah sakit yang cukup sepi pada pagi hari itu seraya berbincang-bincang.

"Bagaimana Ayahku, Dok?"

".. Maaf, Nona. Tidak ada perkembangan darinya.."

"Oh..."

"Seharusnya beliau bisa sadarkan diri. Tapi ya, mungkin Ia sedang terperangkap dalam alam bawah sadarnya dan tidak menemukan jalan keluar, mungkin ada yang menahannya.."

".. Apakah itu buruk, Dok?"

"Tidak buruk, Nona (L/N). Asalkan tidak terlalu lama."

"Kalau terlalu lama-?"

"Ayahmu bisa mengalami amnesia."

Mendengar satu kata yang terdiri dari 7 huruf dan mencengangkan itu, kedua matamu terbelalak selama beberapa detik sebelum raut wajahmu perlahan berubah dari datar menjadi sayu. Sang dokter hanya bisa menepuk pundak kirimu sebelum dirinya meninggalkan dirimu sendirian disana.

".. Ayah..."

Bisikmu dengan nada lirih. Kamu tidak ingin Ayahmu mengalami amnesia, itu sama saja dengan Ayahmu menjadi robot yang dapat dikontrol sesukamu karena Ia seperti terlahir kembali. Tetapi seperti keadaan saat ini, Ayahmu tidak sadarkan diri. Ia terlihat seperti tertidur dalam kurun waktu yang lama, dan tidak ada siapapun yang dapat memprediksi akhir dari hal ini.

"Aku harus kuat!"

Ucapmu kepada dirimu sendiri seraya mengadahkan dagumu sedikit ke atas, tangan kananmu terkepal dan menepuk pelan dadamu. Dengan langkah kedua kaki yang cukup berat, kamu pun memasuki kamar dimana Ayahmu sedang dengan damainya tertidur.

"Ayah.. Aku datang.. Sayangnya, aku terlalu terburu-buru sehingga lupa membawa sebuket bunga untukmu.."

Tuturmu dengan nada lembut seraya menatap Ayahmu lekat, berharap bahwa Ayahmu dapat mendengar suaramu dan terbangun. Tetapi tentu, itu hanyalah angan-angan semu yang peluangnya kecil untuk terjadi secara tiba-tiba. Kamu pun menarik sebuah kursi kecil, duduk di atasnya. Tangan kananmu menggenggam tangan kiri Ayahmu.

"Kapan Ayah bangun... Aku rindu Ayah..."

Tuturmu lagi seraya mengumbar sebuah senyuman tipis di kedua bibirmu, pandanganmu tidak pernah lepas dari sosok Ayahmu itu. Meskipun kamu tau bahwa Ayahmu tidak akan mendengar, kamu terus berbicara tanpa sadar.

"Banyak hal terjadi, Yah. Aku bertemu dengan pacar Ibu yang baru.. Dia cukup baik, meskipun Ibu menolak kehadiranku mentah-mentah..."

"Ayah.. Aku kewalahan menangani bunga-bunga tersebut.. Aku heran dan takjub akan kehandalan Ayah.."

"Ayah.. Aku berhenti sekolah, gak apa-apa kan? Hidup Ayah dan kita jauh lebih penting daripada sekolah.."

"Ayah.. Aku... Aku tidak bisa..."

Barulah pada runtutan kata yang terakhir terucap dari mulutmu, bulir demi bulir air mata terjatuh dan membasahi wajahmu. Kamu menggeleng pelan kepalamu sebelum membenamkan kepalamu ke lengan Ayahmu seraya menangis terisak-isak.

"Aku.. Tidak ingin lemah.. Tapi, A-Ayah.. Ukh-"

Kamu tidak bisa menahan emosimu lagi. Perlahan, kamu membiarkan dirimu terlarut dalam tangisan. Meskipun Ayahmu tidak bisa berbuat apa-apa, setidaknya, kamu memiliki satu tempat curhat yang dapat kamu percayai. Semua orang dilahirkan kuat, termasuk dirimu, tetapi ada titik dimana seseorang sudah mencapai titik jenuh/maksimal mereka. Jika dipaksakan, maka orang-orang malah akan tertekan dan itulah keadaan yang kamu alami saat ini.

"Di-Dimana Ayah ketika aku membutuhkanmu...?"

Selamu di tengah-tengah isakan tangisan yang sedikit demi sedikit mereda dikarenakan waktu yang berlalu dengan lambat. Setelah puas menangis, kamu menarik tubuhmu menjauhi sosok Ayahmu. Tidak ada angin tidak ada hujan, ucapan seseorang melintas dalam benakmu.

"ᴋᴀᴜ ᴛᴀᴜ-ʀᴜᴍᴀʜᴋᴜ sᴇʟᴀʟᴜ ᴛᴇʀʙᴜᴋᴀ ᴜɴᴛᴜᴋᴍᴜ, (🇫/🇳)."

Siapakah gerangan orang itu yang membuat dirimu dapat menyerah akan keadaanmu sekarang ini. Demi kehidupan Ayahmu dan dirimu, kamu membuang semua ego dan ke-egoisan dari dalam dirimu dan merendah diri. Kamu pun memutuskan untuk pergi menuju rumah dimana orang yang kamu benci tinggal,

ʀᴜᴍᴀʜ ᴀᴋᴀsʜɪ.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top