Kognisi.
Halo! Saya sering wb di sini.
Kalau berkenan dan ada waktu luang, bisa baca buku saya yang lain. Saya juga take request di buku lainnya www
Liburan sudah hampir usai.
Doakan saja saya lebih rajin update saat jadwal padat, daripada saat liburan haha.
Happy Reading~
=========================================
〔 Kamu diberikan kesempatan untuk hidup karena kamu lebih kuat dari segala perkara yang ada dalam hidup ini. 〕
Mobil mewah berwarna hitam legam terhenti di depan pintu gerbang milik sekolah SMA Rakuzan. Kamu pun memilih turun dari dalam mobil tersebut untuk melanjutkan berjalan kaki untuk mencapai rumahmu.
"Ah-Bisa tolong sampaikan terima kasih kepada Akashi, uhm-?"
"Baik, nona. Akan saya sampaikan kepada tuan muda nanti."
"Terima kasih banyak kalau begitu."
Tuturmu dengan nada sopan terhadap supir yang sedari tadi mengantarmu sebelum mobil milik Akashi itu meninggalkan tempat dimana kamu berdiri ini. Setelah pandanganmu tidak lagi menangkap sosok mobil tersebut, kamu mulai melangkahkan kedua kakimu menuju arah rumah yang sudah kamu tuju sedari tadi.
Selang beberapa menit kemudian, iris [E/C]mu dapat menangkap jelas bangunan antik nan kokoh yang terletak di tengah jalanan besar tersebut, rumahmu. Tetapi, sebuah sepeda kuno yang terparkir dengan setianya di sebelah bangunan tersebut lenyap tanpa jejak. Tidak lain atau bukan, sepeda milik Ayahmu. Belum ada hal janggal yang kamu sadari sepenuhnya.
"Mungkin Ayah sedang mengantarkan pesanan bunga..."
Gumammu dengan suara nyaris tidak terdengar. Dalam radius beberapa meter dari bangunan rumahmu, tiba-tiba, ponselmu berdering dan bergetar, menandakan ada panggilan masuk. 'Panggilan masuk di jam-jam seperti ini? Aneh' Pikirmu dalam hati sebelum meraih ponsel yang berada di dalam kantungmu dan menjawab panggilan masuk tersebut.
"Hallo?"
"Apa benar ini nona (F/N) (L/N)? Anak dari Tuan (L/N)?"
"Ya benar, ini saya sendiri. Ada masalah apa ya? Dengan siapa saya berbicara?"
"Kami dari Rumah Sakit Kyoto ingin mengkonfirmasikan bahwa Ayah anda, tuan (L/N) saat ini sedang berada di dalam kondisi kritis karena kecelakaan.."
Mendengar kata 'kritis' dan 'kecelakaan', kedua matamu terbelalak lebar. Mulutmu pun menganga, sangat terkejut dan kaget akan runtutan kalimat yang ditangkap oleh membran timfani milikmu. Beberapa detik, kamu kehilangan kekuatan untuk berkata-kata, meskipun hanya satu suku kata.
"Nona?"
"Saya akan segera ke sana."
"Baiklah. Kami tunggu kehadiran Nona di sini. Tuan (L/N) kami tempatkan di Emergency Room."
"Ya."
"Terima kasih."
Lekas, kamu memutuskan sambungan telepon pada panggilan tersebut dan memutar badanmu menuju arah yang berlawanan. Tangan kananmu masih dengan erat menggenggam ponselmu, tetapi kedua kakimu terhuyung-huyung berlari menuju Rumah Sakit Kyoto.
Hilang sudah akal sehatmu karena tragedi ini, hanya perasaan cemas, takut dan kesal yang mendominasi pikiranmu. Bahkan, kamu tidak peduli dengan dirimu. Meskipun kamu harus lari berkilo-kilo jauhnya, kamu tidak peduli, asalkan dirimu dapat menyaksikan sendiri apa yang terjadi.
Setengah jam kemudian, dengan napas terengah-engah, kedua kakimu terjejak di lobi rumah sakit itu.
Segera, kamu kembali berlari untuk memasuki Emergency Room. Dan benar, sosok Ayahmu terkulai lemas tidak berdaya di ranjang rumah sakit. Selang-selang, botol infus, infus, mesin respirasi menjaganya untuk tetap menghembuskan napas. Beberapa sosok laki-laki separuh baya dengan jas putih atau yang dapat disimpulkan sebagai para dokter pun berdiri di samping ranjang Ayahmu itu.
"Dokter-?"
"Ah. Apa anda nona (F/N) (L/N)?"
"Ya! Itu saya sendiri.. Bagaimana kondisi Ayah saya, dokter?"
"Beliau-"
Dokter tersebut mengalihkan pandangannya ke arah figur Ayahmu, angan-angan berusaha untuk mencari kata-kata yang sesuai untuk dirinya ucapkan sebagai jawaban atas pertanyaanmu.
"Beliau mendapat benturan keras di kepalanya, sehingga terkena konkusio otak. Untunglah, beliau tidak mengalami pendarahan epidural sehingga operasi tidak diperlukan. Tetapi, darah beliau cukup terkuras.."
"Begitukah?"
"Ya. Selain itu, Beliau juga tidak mendapatkan luka serius yang permanen.."
"Beruntungkah?"
"Ya. Meskipun Beliau masih dalam kondisi koma."
"Kapan Ayah saya akan sadar, Dok?"
"Tidak akan lama. Sebenarnya, seseorang yang mengalami gejala seperti Ayah anda ini tidak akan mengalami koma. Mungkin hanya kehilangan kesadaran selama beberapa jam setelah berhasil ditangani, namun kasus Ayah anda berbeda."
"Berbeda?"
"Mungkin ada faktor psikologis yang menyebabkannya tidak ingin bangun."
"Faktor psikologis?"
"Apa Ayah anda memiliki keguncangan akan suatu hal? Trauma?"
Mendengar pertanyaan tersebut, kamu pun terdiam seribu bahasa. Keguncangan dan Trauma? Siapa yang membuatnya trauma? Ayahmu tidak memiliki trauma, terkecuali Ibumu. Memang kamu sudah bertemu dengan Ibumu sekali, tetapi, mana mungkin Ayahmu dengan sangat cepat juga bertemu dengan Ibumu.
"... Saya kurang tau, Dok. Tetapi, Ayah memang terkadang tidak terbuka dengan saya.. Layaknya, ada sesuatu yang dia rahasiakan dan tidak ingin diketahui oleh saya.."
"Bisa jadi karena hal tersebut."
"Oh.."
"Berdoa saja bahwa Beliau akan segera sadar. Kalau begitu, saya permisi."
"Terima kasih, Dokter."
"Sama-sama, Nona."
Dokter tersebut, beserta rekan sekerjanya pun dengan teratur meninggalkan Emergency Room tersebut. Cukup efisien, karena Ayahmu ditempatkan di ruangan khusus yang tergolong luas. Tetapi tentu saja, hal tersebut tidak membuat dirimu merasa lebih lega. Kembali, dirimu nyaris ditinggalkan oleh orangtuamu bersama dengan teka-teki besar yang tidak kamu ketahui. Bahkan petunjuk sekelumit pun tidak ada.
"Aku tidak bisa melanjutkan sekolahku kalau begitu, huh?"
Kalimat tersebut tiba-tiba terlontar dari mulutmu, kembali teringat bahwa keluargamu berada di garis keluarga yang cukup berkecukupan. Tetapi tentu, perawatan opname dan biaya rumah sakit ini sangatlah besar.
Dan mulai dari hari tersebut, kamu memilih absen tanpa keterangan dari sekolah. Kamu mulai menyambung hidup dengan bekerja sebagai pengganti Ayahmu, mengurusi toko bunga yang amat Ayahmu cintai melebihi dirinya mencintai dirinya sendiri. Tidak mudah memang, tetapi kamu tidak ingin kehilangan segala hal yang sudah Ayahmu mulai dari awal.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top