TheOne -1

MANTANKU TEMPERAMEN

Prilly Asyifa

Zabib Ali Zubair

Juanda Al Jakartawi

"Pril.. lo mau kan jadi cewek gue?" What?! Gue di tembak oei... Si Juanda nembak gue.. OMG...kakak kelas gue yang lumayan ganteng itu nembak gue pagi ini. Mimpi apa gue semalam? Uuh... selama ini gue cuma bisa berkhayal untuk bisa dekat dengan dia eh.. eh.. ternyata ini nyata... wohhoooo... senangnya hatiku... hilang panas demamku... apaan sih gue malah nyanyi lagu iklan obat penurun panas.

"Gue nggak salah dengar kan kak?" Juan tersenyum saaangat manis.

"Nggaklah Pril. Beneran gue nembak lo sekarang. Lo mau jadi cewek gue kan?"

Aduuh... jangan sia-siain kesempatan emas ini Pril... kapan lagi sang kakak kelas pujaan hati nembak lo..? Ah, tapi gue harus minta pendapat Ali dulu nih..

"Emm.. maaf kak bukannya gue nolak ya.. tapii.. gue minta waktu dua hari gimana?"

"It's okey.. Gue harap sih jawabannya nanti nggak mengecewakan."

"Makasih kak.. ya udah gue masuk kelas dulu yaa.. dadah..." Gue tersenyum dan melambaikan tangan pada Juan.

"Dadah cantiik..." Apa tadi dia manggil gue cantik? Aduh... memanas nih pipi gue, pasti sekarang merana deh *eh merona maksudnya..

"Aliii..." Teriak gue ketika sampai depan pintu kelas. Gue melihat Ali hampir duduk di kursinya.

"Apaan sih Pril teriak-teriak?"

"Ali... Ali lo harus dengerin gue.. dengerin gue oke..." Gue langsung naruh tas di atas meja gue yang emang ada di sebelah meja Ali.

"Lo tau..."

"Nggak.."

"Iiihhh... Aliii... gue belum cerita kali." Menyebalkan nih Ali, main potong omongan gue aja.

"Ya udah apa?"

"Gue di tembak Juan. Lo tau Juan kan kakak kelas kita?" Ucap gue penuh kehebohan.

"Li... Aliii... lo dengerin gue gak sih?" Gue goyangin lengan tangan kanan dia yang sedang sibuk menulis.

"Lo apaan sih Pril? Kecoret kan ini?" Protes Ali karena tulisannya jadi tercoret.

"Habisnya lo nggak dengerin cerita gue..." Gue mulai merajuk manja padanya.

"Iya denger kok."

"Kok lo nggak ngasih tanggapan apa gitu?" Ia masih meneruskan menulisnya setelah menghapus coretan yang ada di bukunya.

"Ya terserah lo lah.. kan lo yang jalanin."

"Eh, tapi gue minta pendapat lo. Gimana, sebaiknya gue terima gak nih kak Juan?"

"Terserah lo Priiill...."

"Jangan gitu dong Li... Lo kan sahabat baik gue dari kecil makanya gue minta pendapat lo."

"Emang pendapat gue penting ya bagi lo?" Nah, dia baru balikin badannya dan mendongakkan kepalanya ke arah gue yang berdiri di samping kanannya.

"Ya pentinglah.."

"Kenapa?"

"Emmm... itu karena... karena... ah, pokoknya pendapat lo itu penting bagi gue." Gue bingung jadi asal jawab aja deh, yang penting dia nggak curiga.

"Terus kalau misalnya gue suruh lo untuk nolak, gimana? Mau?"

"Yeeee kok di tolak sih Li? Kan lo tau gue beberapa bulan lalu baru putus sama Nizar, gara-gara ketahuan guru kelayapan sama dia."

"Ya itu kan salah lo sendiri... bilangnya berangkat ekstra tapi malah keluyuran."

"Iya sih Li. Emang gue yang salah. Mau aja gue diajakin pergi sama dia. Jadi deh disidang waka kesiswaan dan guru BK."

"Gimana rasanya disidang?"

"Ya.. enggak gimana-gimana lah. Gue kan langsung nangis histeris dan pura-pura pingsan waktu itu. Biar ayah ibu gue nggak dipanggil ke sekolah. Hebat kan gue.."

"Bohongin guru aja bangga."

"Udah ah udah.. kembali ke topik tadi deh."

"Gue kan tadi udah bilang.. terserah lo."

"Nah, maka dari itu Li, mumpung sekarang ada yang nembak gue, masa iya harus gue tolak sih?"

"Ya udah kalau gitu lo terima aja dia."

"Beneran Li? Boleh nih gue nerima dia?" Ali hanya mengangguk.

"Beneran kan lo ngerestuin?" Ali diam saja membuat gue jadi kesal.

"Aliiiii..." Rengek gue karena gak dia respon.

"Iyaa... iyaa..."

"Makasih Aliiiii... dari dulu emang cuma lo yang selalu ngertiin gue." Gue cubit kedua pipinya yang tembem itu, membuatnya meringis. Lucu mukanya yang kaya gitu...

-TO1-

"Gimana, kapan bisa ngasih jawaban?" Setelah dua hari, kak Juan menghampiri gue saat gue jalan menuju koperasi.

"Hari ini udah bisa kok kak." Gue memberikan senyum termanis padanya.

"Terus apa jawabannya?"

"Ya... aku mau jadi pacar kakak."

"Yang bener?" Gue tersenyum dan mengangguk.

"Yeeeyyy akhirnya gue bisa buktiin sama teman-teman kalau gue bisa dapetin lo." Gue lihat kak Juan kegirangan tapi.. apa tadi maksudnya? Bukti?

"Maksud kakak?"

"Iya.. gue ditantangin sama mereka. Kalau gue bisa pacaran sama lo.. gue bakal dijadiin ketua geng mereka."

"Oh gitu..."

"Ya udah ayo.. ikut gue nemuin teman-teman gue."

Sesampainya di sebuah ruangan yang baisanya dijadikan tempat nongkrong Juan and the geng,

"Woei bro... siapa tuh yang lo rangkul?" Tanya salah satu teman kak Juan yang bernama Ferdi.

"Pacar guelah..." Jawab kak Juan dengan bangganya hingga membuat gue tersipu.

"Beneran kalian ini pacaran?" Nah, ini satu lagi masih nggak percaya aja si Hanif.

"Sumpah deh. Kalau nggak percaya, Tanya aja sendiri pada orangnya."

"Beneran Pril lo nerima dia?"

"Iya kak.." Dengan malu-malu gue menjawab pertanyaan Hanif.

"Weeehhh... selamat bro..." satu persatu teman kak Juan member ucapan selamat karena kami jadian.

"Oke deh, sesuai perjanjian, mulai sekarang lo jadi ketua geng kita." Ucap Ferdi.

"Untuk merayakan hari jadi kalian berdua sekaligus jabatan lo sebagai ketua geng, gimana nih kalau kita makan-makan?" Tanya Hanif.

"Masa iya kabar gembira ini dibiarkan begitu saja?" Vian menimpali ucapan Hanif.

"Boleh... ayo siapa takut! Mumpung gue baru dapat transferan nih dari bokap." Kak Juan menyetujuinya dengan antusias.

"Ayo deh.. Let's go..." Kak Juan langsung merangkulku dan mengajakku ke kantin untuk makan bersama teman-teman satu gengnya. Tak lupa dia juga memperkenalkan gue pada penjaga kantin dan penghuninya. Aduh... Gue jadi malu... tapi gue senenglah satu sekolahan udah pada tahu gue pacarnya kak Juan. Mampus tuh cewek-cewek yang masih ngarepin kak Juan. Udah sana mundur teratur deh dari sekarang... karena guelah pemenangnya..

-TO1-

Author POV.

Hari-hari pun berlalu, Prilly sedang merasakan kebahagiaan yang saaangat untuk akhir-akhir ini. Pasalnya keinginan dia untuk mempunyai seorang pacar akhirnya terpenuhi. Apalagi pacarnya adalah seorang kakak kelas yang lumayan banyak dikagumi oleh para siswi, walaupun bukan karena prestasinya. Dan itu membuat Prilly merasa bangga karena bisa menjadi pacar dari seorang ketua geng di sekolah. Dia merasa tak akan ada yang berani mengganggunya karena pacarnya pasti siap sedia untuk melindunginya. Siapa sih yang bakal berani melawan seorang ketua geng? Dijamin deh nggak bakalan ada.

Juan adalah anak rantau. Dia berasal dari Jakarta. Di sini dia tinggal di rumah salah satu tokoh masyarakat yang jarak rumahnya dekat dengan sekolah. Selama dua tahun bersekolah, tak ada sedikitpun masalah mengenai dirinya. Dia terkenal sebagai siswa yang alim dan tergolong sebagai siswa pandai dibanding siswa laki-laki lain seangkatannya.

Hingga suatu hari, seorang guru dikejutkan oleh telepon dari bapak kost Juan yang mengatakan bahwa Juan kabur dari kostnya tadi malam. Kabar ini sangat menghebohkan pihak sekolah hingga beberapa guru pun terlibat untuk mencari keberadaannya.

Dengan saling mencari tahu informasi di mana keberadaan Juan dari teman-teman dekatnya, akhirnya pihak sekolah mengutus salah satu guru untuk menjemputnya. Namun, sebelum guru itu beranjak dari halaman sekolah, ternyata Juan sudah ada dihadapannya, dibonceng Ferdi.

Kemunculan Juan pada sore itu di sekolah menimbulkan kesalahpahaman. Tiba-tiba bapak kost Juan melayangkan sebuah surat yang ditujukan pada salah satu guru. Isi surat tersebut adalah menyerahkan Juan agar dirawat karena sudah pergi dari kost tanpa pamit. Karena tak ingin kesalah pahaman itu berlarut-larut, pihak sekolah memuruskan untuk mengutus beberapa guru bersilaturrahmi dan mengantarkan Juan berpamitan pada bapak kostnya. Walaupun kedatangan beberapa guru di rumahnya tak disambut baik layaknya tamu resmi. Akhirnya, Juan pun disuruh untuk menginap di sekolahan saja karena jika menginap di rumah salah satu guru, pasti akan menimbulkan masalah baru nantinya.

Awalnya, hampir semua guru berempati pada keadaan Juan. Kasihan juga karena dia jauh dari orang tuanya. Namun, rasa empati itu perlahan memudar. Semua karena ulah Juan sendiri.

Bugh...

Sebuah tonjokan dilayangkan Juan pada wajah seorang siswa laki-laki. Hanya karena pada waktu istirahat saat Juan berjalan untuk menhampiri Prilly ke kelasnya, dia berpapasan dengan Aziz yang tak sengaja menyenggol lengannya. Untung ada seorang guru yang melihat kejadian tersebut. Hingga Juan dan Aziz dipanggil untuk menghadap waka kesiswaan dan guru BK.

"Kenapa kamu nonjok Aziz?"

"Dendam pribadi bu."

"Eh, dendam itu nggak baik lho."

"Habis dia selalu ngejek Prilly bu."

"Lah Prilly yang diejek aja diam, kenapa kamu yang emosi?"

"Karena saya pacarnya bu."

"Emang kenapa kalau kamu pacarnya?"

"Ya saya wajib melindungi dia bu."

"Heh, kamu denger ya.. melindungi seseorang yang kita sayang itu nggak harus dengan kekerasan, nggak harus menggunakan otot."

Braakk...

"Heh kamu yang sopan ya?" Bu guru BK memperingati Juan yang kala itu menggebrak meja yang ada di depannya.

"Saya gak terima. Orang tua saya aja nggak pernah bentak saya. Kenapa ibu bentak saya?" Tanya Juan dengan wajah memerah melampiaskan emosinya.

"Nggak sopan ya kamu, bentak orang yang lebih tua!" Kali ini bapak waka kesiswaan ikut bersuara. Juan diam menahan amarahnya dan duduk kembali.

"Kamu itu, dikasih tahu dengan cara halus nggak bisa, di kasar nanti gurunya yang salah. Nggak semua masalah harus diselesaikan dengan menggunakan kekerasan."

"Sekali lagi kamu bikin ulah, saya panggil orang tuamu untuk jemput kamu."

"Silahkan dengan senang hati." Juan berdiri dan meninggalkan ruang BK tanpa pamit. Apa pantas perilaku seorang siswa seperti itu terhadap gurunya?

"Lo kok bisa nonjok Aziz sih kak?" Tanya Prilly ketika Juan menghampirinya setelah keluar dari ruang BK dengan tidak sopan.

"Habis dia nyenggol lengan gue."

"Ya cuma kesenggol nggak sengaja juga kenapa langsung nonjok?"

"Eh, denger ya... anak-anak kelas XII saja nggak ada yang berani sama gue? Masa iya ini anak kelas XI nantangin gue?" Ucap Juan menggebu.

"Nantangin gimana? Emang Aziz pernah bilang apa?"

"Nggak ada sih... cuma dari cara dia lihat gue aja gue tahu dia gak suka sama gue." Prilly tak habis pikir dengan jawaban pacarnya. Cuma gara-gara hal sepele namun ia tak terima jadinya makin runyam.

"Udah ah kak. Gue balik kelas dulu."

"Pril.." Prilly segera menghentikan langkahnya dan membalikkan badannya ketika Juan memanggilnya.

"Ingat lo nggak boleh dekat-dekat dengan Ali." Prilly hanya mengangguk. Namun, batinnya menggerutu.

'Kenapa sih kak Juan selalu ngelarang gue dekat Ali? Padahal Ali kan sahabat gue dari kecil. Sahabat yang selalu bisa ngertiin gue.'

"Li, gue mau ngomong nih." Gue langsung menghampiri Ali setelah sampai di kelas.

"Apa?" Ali mengalihkan pandangannya dari buku ke gue.

"Maafin gue yaa.. gue harus jaga jarak sama lo. Kak Juan gak suka keakraban kita."

"Oh..."

"Aliii... kok cuma 'oh' aja sih?"

"Ya, terus gimana?"

"Lo nggak marah kan? Pliiiisss ngertiin gue."

"Ya udah, kalau gitu gue pindah tempat duduk deh."

"Yah, kalau lo pindah ntar gue gak dapat contekan dong?" Ali tak menanggapi rengekan Prilly, dia tetap pindah tempat duduk, meminta salah satu temannya yang duduk di barisan belakang untuk bergantian dengannya.

Sejak saat itulah hubungan Ali dan Prilly mulai renggang.

-TO1-

"Gue harus gimana Mel?" Prilly sedang curhat dengan sohibnya, Melly.

"Aduh Prill... gue capai tahu. Tiap hari yang lo bahas Juan mulu. Itu terus. Itu terus. Dengan masalah yang sama pula. Ali."

"Gue juga sebenarnya capai Mel, tiap ketemu kak Juan selalu aja dia bahas kedekatan gue dengan Ali. Tapi lihat gue ngobrol sama teman cowok yang lain, dia nggak protes."

"Nah, aneh kan? Kenapa hanya Ali yang dia cemburui?"

"Gue sendiri bingung Mel, padahal gue udah sering bilang ke dia kalau Ali itu sahabat gue dari kecil. Dari TK sampai sekarang aja gue sekelas sama dia."

"Iya, tapi sayangnya pacar lo itu gak mau dengar juga gak mau tahu. Karena dia selalu merasa benar dan harus dingertiin." Ucap Melly sedikit kesal.

"Gue capai Mel harus selalu ngertiin dia terus. Dia selalu ngelarang gue dekat sama Ali. Nggak boleh bales sms dari Ali sampai nomer hp Ali gue hapus. Gue juga nggak boleh ngobrol sama Ali. Nggak boleh duduk dekat Ali. Padahal dia sendiri bebas ngobrol sama teman-teman ceweknya, duduk dikerubungi teman-teman ceweknya. Gue panggil-panggil juga gak direspon Mel...Gue selalu dicuekin Mel saat dia sudah asyik dengan teman-temannya." Prilly mengungkapkan semua yang mengganjal di harinya. Suaranya terdengar lirih.

"Dan sekarang gue kehilangan sosok Ali, Mel." Lanjutnya menyesal.

"Kan lo sendiri yang bilang lo harus jaga jarak dengan dia dan jaga hati buat Juan?"

"Iya Mel, tapi gue nggak nyangka Ali bakal ngejauhin gue sampai kaya gini. Senyum sama gue aja udah nggak pernah. Nyapa gue juga nggak. Gue merasa benar-benar jauh dari Ali." Mata Ptilly berkaca-kaca mengingat perubahan sikap Ali padanya.

"Ya udah kalau gitu, lo turutin aja apa kata hati lo. Lo nyamannya sama siapa. Orang itu yang harus lo pertahankan." Dengan bijak Melly member saran. Sebenarnya Melly juga sudah sering berkata seperti itu pada Prilly, namun hanya dianggap angin lalu,

"Ya udah gue mau balik dulu. Lo pikir baik-baik deh. Biar besok pagi di sekolah lo sudah bisa nentuin sikap."

-TO1-

Keesokan paginya gue hanya berdiam diri di kelas. Rasanya semangat gue hilang. Gue benar-benar merasa lemah saat ini. Gue membenamkan kepala di atas meja. Gue lagi nggak pingin diganggu untuk sekarang. Untung tadi gue berhasil meyakinkan kak Juan kalau gue lagi kurang enak badan. Bahkan seharian ini gue juga gak bisa fokus pada pelajaran yang disampaikan guru. Gue sudah berusaha mengambil kesempatan untuk menegur Ali saat di kelas, bahkan saat istirahat gue hampir bisa ngobrol sama dia, tapi waktu gue manggil dia tiba-tiba kak Juan datang menghampiri gue. Yah, pergi deh Ali-nya.

"Alii.." Panggil gue saat dia keluar dari kelas. Gue emang keluar duluan dari kelas saat jam pulang sekolah tapi gue sengaja nunggu Ali keluar. Dia selalu keluar paling akhir.

"Kenapa?" Ya Allah, suaranya masih lembut seperti dulu. Pandangan matanya juga masih meneduhkan. Rindu.. benar-benar merindukan sosoknya.

"Gue mau minta maaf."

"Untuk?"

"Maaf gue udah minta lo ngejauh dari gue." Ali tak bergeming mendengar permintaan maaf gue.

"Apapun asal lo bahagia."

"Gue... gue... nggak mau jauh dari lo lagi." Ucap gue lirih.

"Maksudnya?" Ali bertanya dengan mengernyitkan dahinya.

"Pliiisss... tolong jangan jauhin gue lagi." Ucap gue memelas dan merangkul lengan kanannya.

"Tapi kata lo..."

"Gue nggak peduli. Gue udah capai Li dengan sikap kak Juan yang selalu harus dingertiin."

"Kalau dia marah?"

"Masa bodo ah. Yang penting lo nggak jauhin gue lagi. Lo nggak jaga jarak sama gue. Lo nggak cuek sama gue lagi."

"Yakin? Ntar nyesel lho dekat sama gue."

"Nggak akan Li." Ali tersenyum pada gue. Senyum yang selalu gue rindukan.

"Janji ya LI, lo nggak jauhin gue lagi..." Ucap gue manja.

"Iya.." Ali mengelus kepala gue. Gue benar-benar bisa merasakan kasih sayang Ali tulus untuk gue.

"Li, gue mau tanya boleh?" Ali hanya mengangguk.

"Lo sebenarnya sayang nggak sih sama gue?"

"Sayanglah..."

"Cinta?" Pertanyaan gue ini membuat Ali mengatupkan bibirnya rapat.

"Sebenernya gue itu cintanya sama lo Li dari dulu. Makanya saat..." Ucapan gue terpotong saat Ali menaruh jari telunjuknya di depan bibir gue.

"Gue... juga cinta sama lo dari dulu."

"Terus kenapa lo nggak ngomong atau nyuruh gue untuk nolak kak Juan? Lo nggak mau perjuangin gue?

"Bukan gitu... Gue cuma takut nggak bisa bahagiain lo, belikan lo ini itu yang lo mau. Kalau Juan kan..."

"Ali... kebahagiaan gue itu kalau gue sama lo." Gue tau arah pembicaraan Ali pasti tentang materi. Segera gue memotong ucapannya.

"Terus kak Juan?"

Gue manghela nafas sebelum menjawab.

"Gue akan jaga jarak sama dia dengan perlahan. Biar dia bisa peka kalau gue udah capai ngalah terus sama dia. Mungkin ini satu-satunya cara agar dia sadar. Gak apa-apa kan Li? Gue takut kalau langsung minta putus nanti dia bikin ulah. Ini juga gue lakuin supaya dia nggak menghajar lo. Gue nggak mau lo babak belur hanya karena sikap keegoisan kak Juan. Dan gue gak peduli dia ngelarang gue dekat sama lo. Karena gue nyaman berada di dekat lo Li.. Gue masih butuh lo Li." Ali tersenyum dan mengelus kepalaku kembali.

"Ya udah kalau gitu kita jalani saja biarkan seperti air mengalir." Gue mengangguk dan menyodorkan jari kelingking di depan wajah Ali. Ali segera menautkan jari kelingkinya pada jari kelingkingku.

"Janji nggak akan jauhin gue lagi?"

"Janji."

"Janji akan selalu ada di dekat gue?"

"Janji."

"Janji..."

"Udah ah, dari tadi janji mulu..." Ali memotong ucapan gue. Gue mengerucutkan bibir karena kesal.

"Itu bibir jangan dimonyongin gitu..."

"Bodo ah. Gue ngambek."

"Ngambek kok bilang-bilang."

"Iya biar lo tahu."

"Eh Pril.. lo mau nggak.....?"

"Nggak." Ucap gue kesal memotong ucapan Ali.

"Jadi beneran nggak mau nih?"

"Nggak."

"Nggak mau denger kalau gue bilang cinta sama lo?"

"What??" Gue langsung menoleh ke arah Ali dan membulatkan mata, syok mendengar ucapan Ali.

"Coba ulang deh Li. Lo tadi ngomong apa?"

"Sorry nggak ada siaran ulang."

"Iiiihhh Aliii...." Gue merengek, menghentakkan kaki dan Ali pergi ninggalin gue.

"Sebel.. sebel... sebel..." Gerutu gue, menundukkan kepala. Namun, tiba-tiba ada yang mengelus kepala gue, membuat gue mendongak untuk melihat siapakah gerangan?

"Gue sayang sama lo. Gue cinta sama lo Pril..." Gue senang, terharu dan... apalagi ya yang bisa gue ungkapin untuk mendeskripsikan perasaan gue saat ini? Gue segera memeluk Ali dan terisak dalam dekapannya. Gue bahagia, Aliku kembali..

"Gue juga cinta lo lebih."

END



Haaaiiiiii.... Ketemu lagi nih kita... jangan bosen yaa... ini cerpen lho yaa jadi jangan minta next... hehe... ya udah selamat membaca dan jangan lupa vote juga commennya. Matur tengkiyu dan see you di kisah Ali Prilly selanjutnya yaaaa...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top