Two

B R O T H E R S

Melarikan diri secepat yang ia bisa adalah pikiran [First Name] sekarang. Apapun yang terjadi, ia harus membuat Ayato dan Laito terkecoh dan menjauhinya. Siapa sangka berjalan di tengah malam sendirian itu berbahaya untuknya?

Beberapa saat yang lalu [First Name] terbangun dan menyadari kalau Shuu tidak berada di sampingnya. Merasa tidak akan bisa tidur tanpa keberadaan vampirnya, [First Name] memilih untuk mencari sosok pemalas itu. Ia tidak menyadari kalau Ayato dan Laito sedang bermain biliard saat ia melewati ruangan itu. Hal selanjutnya yang [First Name] ketahui adalah keduanya mengejar [First Name] untuk mendapatkan sedikit dari darahnya.

"Ayolah bitch-chan, kami hanya ingin sedikit saja. Tidak perlu kejar-kejaran seperti ini, kan?" suara Laito menggema di lorong, memacu kaki [First Name] untuk berlari lebih cepat.

[First Name] mengumpat pelan saat bertemu dengan jalan buntu. Ia bersumpah lorong di mansion Sakamaki yang seperti labirin ini memang dibuat sengaja untuk mempermainkan mangsa mereka. Helaan nafas di telinga [First Name] membuatnya gemetar. Saat ia berbalik, Ayato dan Laito sudah menyeringai menampakkan taring mereka yang mencuat dari gusi.

"Sekarang diamlah dan jadi mangsa yang baik," seringai Ayato. "Ore-sama akan melakukannya dengan sangat lembut. Bagaimana?"

"Ayato-kun, seharusnya kau berbagi," protes Laito sambil mengangkat fedoranya sedikit agar tidak menghalangi pandangan.

Semakin dekat keduanya pada [First Name], semakin [First Name] memundurkan langkahnya. Gadis itu masih ingin melarikan diri, kalau saja dinding lorong tidak menabrak punggungnya. Ia yakin wajahnya memperlihatkan ketakutan yang sangat kentara. Pasalnya, [First Name] tidak pernah digigit, bahkan oleh Shuu sekali pun. Membayangkan gigitan pertamanya bukan dari orang yang ia cintai membuat [First Name] semakin gemetar.

"Tidak perlu takut bitch-chan," Laito berjongkok di depan [First Name] lalu mengelus paha luarnya. "Kau tidak akan bisa melawan kami."

[First Name] meringis saat Laito mencengkeram pahanya lebih keras. Ayato yang tidak ingin ketinggalan, ikut menciumi leher [First Name]. Ia ingin sekali memberontak, tapi kalau hal itu ia lakukan, yang akan [First Name] dapatkan hanyalah hukuman yang lebih sadis lagi. Air mata mulai mengaburkan pandangan [First Name], dalam hati terus meneriakkan nama Shuu, berharap akan datang. Hampir saja ia pasrah kalau tidak mendengar suara yang begitu familiar di telinganya.

"He.. ternyata kau di sini?" suara Shuu membuat kedua vampir itu melepaskan [First Name]. Mereka serempak menoleh ke arah sumber suara.

"Shuu!!"

Laito berdiri dan Ayato menjauh dari [First Name]. Ayato menatap Shuu dengan tatapan tidak suka sekaligus kesal, sementara Laito masih bisa memamerkan senyumnya walaupun masam. Mereka sempat saling berpandangan sebelum beradu tatap dengan kakak tertua mereka.

"Apa tidak pernah ada yang berkata padamu untuk tidak bermain dengan milik orang lain?" tanya Shuu lagi. Kali ini tatapannya menajam saat menatap kedua adiknya. Kedua tangannya terlipat di depan dada pertanda tidak ingin menerima alasan apapun.

Tatapannya yang penuh ancaman dan peringatan tanpa suara membuat Ayato mendecih dan Laito terkekeh pelan. Keduanya langsung pergi tanpa mengucapkan apapun, meninggalkan [First Name] dan Shuu berdua di lorong. Menyadari sudah tidak ada lagi yang mengincar lehernya, [First Name] menghela nafas lega. Kedua kaki [First Name] lemas saking leganya. Ia jatuh terduduk di hadapan Shuu.

"Terima kasih karena sudah menyelamatkanku," bisik [First Name]. Suaranya memang pelan, tetapi ia yakin Shuu bisa mendengarnya dengan jelas walaupun suara lagu klasik menggema di telinganya.

Shuu tidak mengucapkan apapun. Anak tertua keluarga Sakamaki itu mendengus pelan sembari menghampiri [First Name]. Ia berjongkok lalu mengangkat wajah [First Name] agar bisa beradu tatap dengannya. Raut wajah [First Name] yang penuh kelegaan sekaligus takut membuat Shuu duduk di sampingnya.

"Dan kau. Apa yang kau pikirkan? Berkeliaran di lorong saat tengah malam dan hanya memakai gaun tidurmu saja?" tanya Shuu dengan nada tidak bersemangat. Walaupun begitu [First Name] bisa menangkap sirat khawatir yang sengaja ditutupi.

"Aku mencarimu. Kau tidak ada saat aku terbangun tadi dan kupikir akan jauh lebih baik kalau kau berada di sampingku," gumam [First Name]. Tubuhnya masih sedikit gemetar, entah karena dingin atau ia teringat kejadian beberapa saat yang lalu. Tanpa sadar tubuhnya mendekati Shuu, mencari kehangatan dari vampir di sebelahnya.

Shuu mengerang, lalu menarik tangan [First Name] agar berada di pangkuannya. "Bagaimana kalau aku tidak mencium keberadaanmu tadi? Kau ingin menjadi santapan Ayato dan Laito? Dasar gadis nakal."

"Bukan begitu," sangkal [First Name]. Ia merebahkan kepalanya di bahu Shuu lalu memejamkan mata. "Aku tahu kalau kau akan datang untukku. Kau selalu begitu."

"Terlalu berisik," komentar Shuu.
Menyadari gadis yang berada di pangkuannya ini masih gemetar, Shuu berinisiatif untuk melepas sweater dan menyampirkannya di bahu [First Name]. Kepalanya bersandar di dinding, salah satu kakinya menekuk dan kakinya yang memangku [First Name] terjulur panjang. Kedua lengannya memeluk [First Name] dengan sikap protektif. Perlahan, nafas [First Name] mulai teratur, suhu tubuhnya mulai meningkat dan irama detak jantungnya kembali stabil.

Shuu menggeram pelan mengingat apa yang bisa terjadi pada gadisnya kalau ia tidak datang tadi. "Kau milikku [First Name], bukan saudara-saudaraku."

Seperti mendengar apa yang diucapkan oleh Shuu, [First Name] tersenyum dalam tidurnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top