Five
P A S T
Punggung [First Name] bersandar pada papan tempat tidur, matanya sibuk bergerak ke kanan dan ke kiri saat membaca kalimat yang tertulis di buku, tangannya sibuk membalikkan halaman ketika ia sudah selesai membaca bagian tertentu. Jendela kamarnya terbuka sedikit, membiarkan angin sejuk menerbangkan anak rambutnya.
[First Name] memejamkan mata, menikmati kesunyian di rumah baru yang tidak akan ia dapatkan saat tinggal bersama Sakamaki bersaudara. Dulu, [First Name] tidak akan bisa membaca buku dengan tenang. Selalu saja terdengar suara Ayato yang mengoceh tentang dirinya sendiri, ucapan Laito tentang sesuatu yang vulgar, debuman akibat pukulan Subaru yang selalu menggema atau omelan Reiji yang bisa membuat telinganya panas. Suasana tenang seperti ini membuat [First Name] merasa nyaman.
Perlahan tapi pasti, senyuman terukir di wajah [First Name] saat ia menyadari ada seseorang yang berdiri di dekat tempat tidurnya. Tanpa harus membuka mata pun ia sudah tahu kalau seseorang itu adalah suaminya sendiri, anak tertua dari keluarga Sakamaki, Shuu. [First Name] membuka matanya dan melihat sosok tinggi Shuu sedang menatap ke arahnya.
"Ada sesuatu yang kau inginkan, Shuu?" tanya [First Name]. Wanita itu mengulurkan tangannya ke arah Shuu, menyuruhnya untuk mendekat tanpa suara.
Shuu tidak membalas. Sosok pirang itu mendekati [First Name] lalu merebahkan kepala di pangkuan wanitanya. Suara musik klasik terdengar dari earphone Shuu, laki-laki itu memiliki kebiasaan untuk menyetel musiknya dengan suara keras. Untuk memblokir semua suara yang merepotkan, katanya.
"Shuu?" panggil [First Name] lagi. Ia sedikit merasa aneh karena beberapa minggu terakhir ini Shuu jauh lebih sering bicara atau berkomentar tentang sesuatu yang [First Name] lakukan.
Tipikal suaminya, Shuu tidak membalas. Ia hanya membuka sebelah matanya, menampakkan iris sebiru lautan yang sangat [First Name] sukai. [First Name] memiringkan kepalanya, menatap mata Shuu.
"Kau menginginkan sesuatu dariku?" tanya [First Name] lagi. Gadis itu menaruh pembatas pada halaman terakhir yang ia baca lalu meletakkan bukunya di atas bantal, memfokuskan semua perhatian pada suaminya seorang.
"Aku hanya ingin tidur di pangkuanmu," jawab Shuu dengan nada mengantuk. Nada suara itu sering terdengar mengingat Shuu hampir tidak pernah melakukan sesuatu selain tidur dan mendengarkan musik.
"Tapi aku sedang membaca," protes [First Name] setengah tidak rela.
Melihat Shuu yang mengantuk di pahanya dan menenggelamkan wajahnya di perutnya membuat [First Name] tidak bisa menolak permintaan suaminya. Ayolah ... siapa yang bisa menolak permintaan wajah tampan nan damai itu? Yang pasti bukan [First Name]. Semuanya sudah tahu tentang kelemahan [First Name] dan Shuu sering menggunakan wajahnya untuk kepentingan dirinya sendiri.
"Kalau begitu bacakan untukku," gumam Shuu di perut [First Name]. Lengannya melingkar di pinggang [First Name] dan tangannya mengusap punggung [First Name], membujuk gadis itu untuk melakukan permintaannya.
[First Name] tersenyum lalu mengambil bukunya. Satu tangan [First Name] memegang bukunya dan tangannya yang lain memainkan rambut pirang Shuu. Bahkan Shuu rela mengecilkan volume musiknya dan melepas kedua earphone-nya hanya untuk mendengar suara [First Name] lebih jelas. Namun, belum sampai lima menit [First Name] membacakan isi bukunya pada Shuu, vampir itu sudah memotongnya lagi.
"Ada sesuatu yang harus kau ketahui," gumam Shuu seraya mendudukkan dirinya di hadapan [First Name], memperlihatkan betapa seriusnya ia sekarang.
"Apa itu?" bukunya kembali tersingkirkan saat Shuu menuntut semua perhatiannya. Mata mereka beradu dan [First Name] tidak mendengar alunan klasik yang familiar dari earphone suaminya.
"Aku ... aku membunuh teman pertamaku, Edgar," kata Shuu pelan seakan mengakui hal itu membuatnya kembali teringat akan masa lalu yang sangat ingin ia lupakan. "Ibuku tidak pernah menyukai gagasan jika aku berhubungan dengan manusia, terlebih sampai berteman dengannya. Karena mengetahui hal itu, Ibuku membakar desa Edgar."
[First Name] meraih kedua tangan Shuu, meremas mereka dalam genggamannya. Ia bisa melihat tatapan menerawang Shuu yang mencoba sekuat mungkin agar nadanya tidak bergetar saat berbicara, tetapi [First Name] mengenal Shuu lebih baik. Mengingat teman manusianya membuat Shuu merasa sakit dan hal itu membuat [First Name] ikut merasakannya juga.
"Kau tidak bermaksud untuk membunuhnya, kan?" tanya [First Name] memastikan.
Suara [First Name] seperti membangunkan Shuu dari kenangannya. Mendengar pertanyaan wanitanya, Shuu menggeleng pelan. "Tentu saja tidak."
"Kalau begitu tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Pandanganku terhadapmu tidak akan berubah semudah itu," [First Name] memeluk Shuu, menenggelamkan wajah di bahu Shuu. "Terima kasih karena sudah menceritakannya padaku. Karena sudah memercayaiku."
"Setelah Edgar, aku berjanji untuk tidak pernah berhubungan dengan manusia lagi. Mereka sangat rapuh dan mudah terbunuh," gumam Shuu di bahu [First Name]. "Tapi kau membuktikan kalau aku salah, gadis jahat."
"Kenapa aku yang jahat?"
"Kau jahat ... karena kau sudah membuatku hilang kendali."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top