Eight

A N O T H E R

Reiji baru saja memberitahunya tentang pengantin lainnya. Mengikuti jejak sang Ayah, setiap Sakamaki bersaudara harus memiliki pengantin lebih dari satu. Kabar baiknya, [First Name] adalah pengantin pertama Shuu dan mungkin satu-satunya yang akan mendapat sebagian besar dari perhatian Shuu, mengingat perjalanan mereka berdua sebelum menikah sangatlah panjang. Kabar buruknya, pengantin kedua Shuu akan datang kurang dari seminggu.

Bagaimana kalau Shuu akan lebih mencintai pengantin barunya? Perlukah [First Name] berusaha berteman dengan pengantin Shuu yang baru walau pada kenyataannya mereka adalah rival? Apakah nanti jika pengantin itu datang Shuu langsung melupakannya? Tidak ada lagi alunan piano di telinganya, tidak ada lagi mata biru yang bisa ia tatap sebelum tidur? Argh! Semua pertanyaan yang terus saja berkelebat di pikiran [First Name] membuatnya hampir gila.

Dengan langkah gontai, [First Name] berjalan ke arah taman. Setidaknya langit malam dan bau mawar yang Subaru tanam dengan hati-hati bisa mengalihkan pikirannya dari semua permasalahannya walaupun hanya beberapa menit. [First Name] mendongakkan kepalanya, menatap bintang-bintang yang menghiasi malam gelap. Ia gagal menyadari ada seseorang yang memperhatikannya dengan sebelah mata terbuka.

"Apa yang kau pikirkan?" [First Name] langsung berbalik begitu mendengar suara yang sangat familiar bertanya padanya.

Di sanalah Shuu. Vampir itu merebahkan diri dengan satu lengan berada di bawah kepalanya sebagai bantal dan yang lainnya berada di atas perut, kedua kakinya menyilang, [First Name] bisa mendengar suara orkestra dari tempatnya berdiri sekarang. Tidak ada ekspresi tertentu di wajah Shuu, membuat [First Name] merasa sedikit tenang.

"Shuu!? Apa yang kau lakukan di sini?" [First Name] balik bertanya. Ia menghampiri Shuu yang merebahkan dirinya di atas rerumputan dengan ragu.

Shuu mendengus pelan dan membuka kedua matanya. "Aku yang lebih dulu bertanya padamu."

[First Name] terdiam. Ia ingin sekali mengatakan semua yang membuatnya gelisah, tetapi takut Shuu hanya menganggap kegelisahannya bodoh, menggodanya lalu menertawakannya. Di lain sisi, kalau [First Name] berbohong dan Shuu menyadarinya--ia pasti akan langsung menyadarinya, vampir itu pasti akan menghukumnya, walaupun terkadang ia menyukai hukuman itu.

"Aku ... tidak. Aku tidak apa-apa," gumam [First Name] sambil menundukkan kepala. "Sekarang jawab pertanyaanku Shuu. Apa yang kaulakukan di sini?"

[First Name] bergerak tidak nyaman di bawah iris biru Shuu yang menatapnya dengan pandangan menilai dan tidak percaya. Shuu mendudukkan dirinya dan menarik tangan [First Name] untuk duduk di sampingnya. Salah satu tangannya menangkup wajah [First Name] dan membuatnya mendekat.

"Kau tahu apa hukumannya kalau berbohong padaku," hanya dengan satu pernyataan itu membuat [First Name] mengangkat kembali kepalanya. Kalimat itu menyuruh [First Name] untuk mengatakan apa yang mengganggunya dan Shuu tidak akan menerima kebohongan lagi.

"Aku hanya khawatir dengan masalah pengantin itu," ujar [First Name] sambil mengangkat bahunya, berpura-pura acuh tak acuh.

Sebelah alis Shuu terangkat mendengar jawaban [First Name]. Masalah pengantin? Apa yang [First Name] maksud adalah kedatangan pengantin keduanya? Sudut bibir Shuu sedikit tertarik menyadari [First Name] khawatir tentang masalah sepele. Telunjuknya mengangkat dagu [First Name] dan memaksa gadis itu untuk beradu tatap dengannya.

"Kau menginginkanku untuk dirimu sendiri, dasar gadis serakah," seringai Shuu. Sepertinya ia senang [First Name] bersikap posesif padanya. Sifat khas seorang vampir. "Tenang saja, di bandingkan denganmu pengantin kedua itu tidak ada apa-apanya."

"Maksudmu?" [First Name] memiringkan kepalanya tidak mengerti dengan ucapan Shuu.

"Aku sudah bertemu dengan pengantin keduaku," Shuu mendengus kecil seolah mengingat pengalaman yang membuatnya kesal. "Gadis itu sangat manja, tidak ingin kalah, suka sekali menggoda dan sangat merepotkan."

Shuu kembali membaringkan dirinya di atas rerumputan, kali ini membawa [First Name] dalam pelukannya. Lengan Shuu melingkari bahu [First Name], membiarkan istrinya merebahkan kepala di dadanya. Kedua matanya kembali terpejam, tetapi tidak dengan tangannya yang terus bergerak memainkan helaian rambut [First Name].

"Kenapa orang itu harus mencarikan pengantin baru untukku. Merepotkan saja," gerutu Shuu pelan tanpa membuka matanya.

"Jadi kau akan tetap menikahinya kan?" tanya [First Name] cemas. Ia menyibukkan diri dengan memainkan kancing sweater Shuu yang perlahan menjadi kebiasaannya ketika gelisah.

"Memang," ucap Shuu malas. "Tapi kau yang akan selalu menjadi favoritku."

Mata [First Name] melebar mendengar ucapan Shuu.

"Gadis itu tidak akan bisa membangunkanku seperti dirimu, gadis itu tidak membuatku merasakan apa yang kurasakan saat bersamamu, gadis itu tidak bisa mencintaiku seperti dirimu. Aku akan menikahinya, tetapi selalu kau yang akan kupilih kalau itu yang kau khawatirkan. Kau akan selalu bersamaku, bahkan setelah kau memekik tidak membutuhkanku, dasar gadis egois."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top