28. Akhir dari Anne-Marie
Terang dan menyilaukan.
Bermandikan cahaya seperti ini membuatku merasa damai. Bebas dari masalah. Tak ada rasa sakit. Aku bisa merasa diriku melayang dan ringan sekali, seperti sehelai bulu. Meski begitu aku tetap merasa padat dan kokoh, tak bisa tergoyahkan.
"Jennifer?"
Suara itu terdengar samar-samar. Aku membuka mata dan cahaya terang itu perlahan-lahan memudar, membentuk pemandangan sebuah ruangan serba putih. Hangat. Itulah yang pertama kali kurasakan.
Rasa hangat itu ternyata berasal dari genggaman seseorang. Wajah Arini yang cemas muncul di sebelahku. Dia meremas tanganku dan aku bisa merasakannya. Hangat sekali.
"Kamu sudah sadar..."
Aku mengerjap dan ruangan itu tampak semakin jelas. "Arini..."
"Bagaimana, Jen? Apa masih sakit?"
Rasa sakit yang kukenal itu datang lagi. Aku mengangkat tangan dan mencoba meraih perutku, asal rasa sakit itu, tapi Arini menghentikanku.
"Luka kamu udah dijahit, Jen. Sekarang kamu di rumah sakit."
Aku mengangguk. Bagian-bagian tubuhku yang lain mulai ikut merajuk kesakitan. "Carl. Di mana dia?"
"Dia selamat. Sekarang dia dirawat di IGD. Dia kena hipotermia hebat."
"Reo dan Tara?"
"Mereka baik-baik saja. Hanya luka tergores kecil."
"Anne-Marie?"
Arini menarik napas dalam-dalam dan buru-buru tersenyum. "Kamu nggak usah cemas, Jen. Semuanya sudah diatur dan baik-baik saja. Mom akan datang besok pagi."
Oh. Akhirnya Mom akan datang. Setelah aku nyaris mati. "Aku haus, Arini."
Arini memencet tombol tempat tidur dan menegakkannya. Bahkan untuk gerakan kecil dan lambat ini, luka di perutku terasa menusuk. Arini mengambilkan segelas air, mengisi sedotan di dalamnya dan menyorongkannya padaku. Aku meneguk air itu dalam-dalam dan rasanya sungguh nikmat, menyirami tenggorokanku yang sudah sekering padang pasir.
"Udah berapa lama aku dirawat, Arini?"
"Satu minggu, Jen."
"Satu minggu?" Rasanya hanya beberapa menit. "Tapi..."
"Kamu koma," kata Arini lembut. "Sesuatu terjadi pada kamu di ruang bawah tanah museum, aku sendiri kurang paham, Jen. Bu Olena dan Pak Prasetyo yang lebih paham."
Aku tahu betul sesuatu memang terjadi. Rasa sakit yang menyengat di kepalaku dan keadaan ketika aku terpisah dari ragaku dan menyerang Anne-Marie. Tapi apa yang terjadi?
Terdengar suara ketukan di pintu. Arini membukanya.
Tara, Meredith dan Reo berdiri di ambang pintu. Mereka kelihatan lesu, tapi begitu melihatku sudah sadar, mereka langsung menghambur ke arahku.
"Jen!" Meredith memekik bahagia. Tangannya dibebat perban. "Kamu sudah sadar!"
Tara memelukku dengan hati-hati dan aku meringis karena kesakitan. Reo mengusap tanganku dengan perhatian dan tersenyum ramah.
"Halo, Jen..."
Ada sosok lain di ruangan itu. Carl muncul di belakang Tara dan tersenyum. Wajahnya lebih pucat dari biasanya dan pelipisnya penuh lebam kebiruan. Tapi rambutnya sudah tak lagi acak-acakan dan dia memakai kacamata baru bergagang hitam yang membuatnya tampak keren.
Luapan emosi menguasaiku. Tangisku pecah.
"Kalian nggak apa-apa, kan?"
"Kita baik-baik aja," jawab Tara. Matanya berkaca-kaca. "Kita cemas banget, Jen! Kamu koma selama seminggu!"
Arini diam-diam meninggalkan kamar, membiarkan kami bertukar kabar.
"Terus..." Kinerja otakku berangsur-angsur pulih. "Bagaimana Casa Poca-nya?"
Keempat temanku itu saling pandang.
"Pengumuman pemenangnya ditunda," kata Carl. Dia tertunduk dalam. "Karena peristiwa di museum itu. Dewan Pengendali masih berusaha mengatasi kerusakan yang terjadi akibat perlombaan."
"Tapi kita yang pertama kali memegang trofi itu. Carl, kamu yang menemukannya!"
"Iya, Jen. Tapi..."
"Chelsea berada di bawah kendali Anne-Marie sewaktu dia mencuri trofi itu di tangga."
"Jen! Dengar dulu..."
"Triumph-lah pemenang sesungguhnya dari Casa Poca! Tim kita dicurangi berkali-kali!"
"JEN!" Meredith berteriak. Dia mengangkat telapak tangannya di depanku seperti polisi lalu lintas. "Mereka belum bisa memutuskan siapa pemenangnya karena Carl juga berada di bawah pengaruh Anne-Marie sewaktu dia menemukan trofi itu."
Aku terdiam. Ah, rupanya begitu. Carl tertunduk semakin dalam.
"Kita udah berusaha menghentikan Anne-Marie," kata Reo bijaksana. "Setelah Meredith ngasih peringatan, Jen udah melapor ke Bu Olena dan beliau juga udah lapor ke Pak Prasetyo. Tapi Dewan Pengendali terlalu percaya diri sama kemampuan satgas mereka. Nyatanya, Anne-Marie bisa menerobos dengan mudah."
"Kalau kalian ingat, pengendali pikiran bisa mencipta ilusi yang membuat mereka nggak terlihat," lanjut Tara. "Anne-Marie sudah menyelinap sejak Casa Poca dimulai, di halaman sekolah. Dia mulai mengendalikan Checkmate dengan tujuan ingin menyakiti Carl."
"Gue sadar soal ini setelah memperhatikan bahwa di Tantangan Pertama dan Kedua, Javelin selalu mengincar Carl," kata Meredith. "Carl bukan pengendali terkuat di tim kita – sori, Carl – jadi mereka nggak punya alasan logis untuk menjatuhkan Carl. Seharusnya mereka mengincar gue atau Reo."
"Namun setelah tahu bahwa kamu juga ikut di Casa Poca sebagai tim support, Anne-Marie mengubah rencana," timpal Reo. "Dia dendam sama kamu, Jen. Jadi dia berusaha ingin menyakiti kamu sama Carl. Makanya dia mengendalikan Carl karena dia tahu satu-satunya cara dia bisa menyakiti kamu adalah dengan membuat lo masuk ke arena."
"Aku tahu aku dikendalikan," jawab Carl jujur. Sepertinya dia malu sekali. "Tapi Anne-Marie terlalu kuat. Aku mencoba berkali-kali kasih tahu kamu, Jen, tapi niatku itu selalu digagalkan sama Anne-Marie. Aku minta maaf."
"Tapi akhirnya kamu berhasil menguasai pikiran kamu lagi, Carl," kataku. "Waktu Anne-Marie nyuruh kamu ngabisin aku, kamu sadar."
Carl hanya tersenyum. Dia mengangkat bahu. "Kamu yang bikin aku menemukan kekuatanku, Jen. Aku nggak akan mungkin tega ngelukain kamu lebih parah lagi. Melihat kamu bikin aku sadar."
Semua orang terdiam dan memandang Carl. Dipandangi seperti itu, wajah Carl merona seperti terbakar. Tara terkikik diam-diam.
"Sekarang kamu nggak usah memusingkan itu lagi, Jen," kata Reo menenangkan. "Anne-Marie sudah diringkus oleh Dewan. Jovan Alessandro mengorek pikiran Anne-Marie dan dia mengakui semua perbuatannya."
Aku baru mau bertanya mengapa Anne-Marie tidak melawan ketika pikirannya diselidiki seperti itu. Ternyata itu jawabannya. Bagus, Anne-Marie! Rasain! Pasti tidak enak kan kalau orang lain mengubek-ubek pikiranmu?
Tara berseru bersemangat. "Omong-omong, kita punya pengendali baru!"
Aku menatap mereka bergantian, kebingungan. "Siapa?"
"Kamu," jawab Reo. Dia melirikku lagi dan tersenyum lebar. "Kamu pengendali langka, Jen."
"Bukan cuma langka," kata Meredith, kedengaran agak terpukul. "Tapi satu-satunya."
Oke, ini nggak lucu. "Apa maksud kalian, teman-teman? Aku bukan pengendali."
"Kamu pengendali," timpal Carl meyakinkan. "Kekuatan kamu adalah, kamu bisa mengendalikan kekuatan pengendali lain."
Aku diam sejenak untuk mencerna penjelasan ini. Kekuatanku adalah mengendalikan kekuatan pengendali lain?
"Lo pengendali pengendali," serobot Tara tak sabar. "Lo bisa mengendalikan kekuatan pengendali lain sesuka lo. Kata Pak Yu-Tsin, pengendali pengendali sudah tak lagi muncul sejak tiga ratus tahun terakhir, jadi lo satu-satunya pengendali dengan kekuatan itu saat ini. Dan itu yang lo lakuin ke Anne-Marie. Di saat terakhir ketika dia berusaha bikin lo lupa ingatan..."
"Gila," koreksi Carl hati-hati. "Anne-Marie mau bikin Jen jadi gila."
"Oke. Gila," lanjut Tara cepat-cepat. "Anne-Marie malah mengaktifkan kekuatan pengendalian lo, Jen. Dan lo menyerang dia balik. Hasilnya fatal."
Aku ingat betul kejadian itu. Rasa ketika jiwaku keluar dari tubuhku dan menyerang Anne-Marie hingga ada sesuatu yang terlepas darinya. "Fatal bagaimana, Ra?"
"Lo melenyapkan kekuatan pengendalian Anne-Marie," jawab Tara dengan ekspresi heboh. "Sekarang dia jadi non-pengendali. Kekuatan pengendalian pikirannya hilang sama sekali."
Aku bergidik. "Kalian serius? Ini bukan bercanda, kan?"
"Bukan, Jen," sahut Carl. "Yang bikin pengendali pengendali tergolong langka adalah, karena selain bisa memodifikasi dan mengambi-alih, mereka juga sanggup mematikan kekuatan pengendalian. Kamu bukan hanya mengalahkan Anne-Marie, tapi memunahkan kekuatannya. Sekarang Anne-Marie nggak bisa apa-apa lagi."
Jadi itulah alasan mengapa Jovan bisa menembus pikiran Anne-Marie dengan mudahnya! Anne-Marie bukan lagi pikiran. Dan sekarang aku bisa mengendalikan pengendali manapun? Wah, ini sulit dipercaya!
"Anne-Marie mengaku dia berusaha mengendalikan pikiran lo sebelumnya tapi selalu gagal," tambah Meredith. "Kekuatan pengendalian yang masih nonaktif di dalam diri lo menolak pengendalian pikiran Anne-Marie tanpa lo sadari. Makanya meskipun Anne-Marie bisa mengendalikan gue, Iswara, Carl dan orang lain, dia nggak bisa mengusik elo."
Begitu rupanya. Sekarang aku paham. Selama ini aku selalu minder karena menjadi satu-satunya anak yang nggak punya kekuatan di Cahaya Bangsa. Setiap kelas Pengendalian, aku selalu nelangsa karena nggak bisa beraksi. Apalagi pas Casa Poca waktu itu. Aku sampai kepikiran buat pindah sekolah. Namun ternyata semuanya keliru. Aku memang ditakdirkan untuk bersekolah di SMA Cahaya Bangsa. Aku punya kekuatan.
"Jadi sekarang..." Mendadak aku merasa excited. "Gue sama seperti kalian?"
"Jangan ge-er dulu," goda Tara. "Kata Pak Yu-Tsin, lo masih butuh latihan banyak sebelum bisa menguasai kekuatan lo sepenuhnya, sama seperti Carl waktu itu. Jadi lo masih belum bisa macam-macam sama kita."
Kami tertawa. Aku mencoba menahan tawaku agar tidak terlalu lepas karena jahitan di perutku rasanya tertarik. Reo mencoba bertepuk tangan tapi Meredith mencegahnya, dia bisa merontokan langit-langit kamar ini.
"Karena sekarang lo udah sadar, mungkin mereka bisa mengumumkan siapa pemenang Casa Poca," kata Meredith lagi. "Lusa hari Senin. Duh, gue udah nggak sabar lagi, nih..."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top