Tentang Trilogi "The New Girl"


Hai gengs!

Uwooooooh, selesai juga! #nariukaukaditepiapiunggun

Yosh, saking overwhelming-nya sampai ga tau mau ngomong apa.

Em...

Aku mau mulai dengan mengucap syukur ke Tuhan, Father the Almighty, karena lewat berkat dan penyertaan-Nya lah aku bisa menuntaskeun novel-novel ini. Terima kasih juga buat kalian para pembaca yang rutin kasih support. Jujurly, cerita ini nggak bakal jadi sampai 3 buku kalau nggak ada yang nanyain (baca: neror) aku terus akwkwkwk #justkidding.

Aku cerita sedikit tentang latar belakang novel ini... bolelebo ya tsay, namanya juga storyteller.

The New Girl ini adalah novelku yang pertama. Aku mulai menulisnya di tahun 2005, yaitu 17 tahun yang lalu (cek akte: tahun segitu udah pada lahir belom?) Waktu itu aku cuma terbiasa menulis cerpen-cerpen dan dimuat di mading. Sampai waktu itu aku kelas 3, ternyata yang baca cerita-ceritaku makin banyak.

Ide awal yang menginspirasi cerita ini adalah J-Dorama (sinetron Jepang) yang berjudul "Strawberry on The Shortcake", yang waktu itu tayang di Indosiar zaman cabe belom pedes. Aku inget Sabtu sore, sekitar jam 4, aku nonton J-Dorama itu dan di depanku ada kertas binder. Somehow aku mulai nulis, dan jadilah scene pertama ketika Jen datang ke sekolah naik limusin.

Waktu itu cerita ini berlatar di Jepang (karena aku nontonnya pas nulis dorama). Jen was Yuriko Suzuki, the daughter of Japanese conglomerate family. Aku lupa nama awal Meredith sama Tara, tapi yang pasti berbau Jepang juga #wibuundercover. Cuma 2 karakter yang namanya ga berubah sampai versi final cerita ini: Reo Sahara sama Carl Johnson :) Bahkan nama Kira yang notabene nama Jepang, kuganti jadi Ryuichi biar matched sama Reo. Selain itu, judul ceritanya juga bukan The New Girl, tapi masih For Your Smile (FYS). Belum ada unsur fantasy sama sekali, jadi masih pure kisah percintaan remaja gitu. Mungkin kalau sekarang, genre-nya Teenlit.

Aku menulis draft pertama FYS di kertas binder itu, pake tangan + pulpen, karena zaman itu yang namanya laptop masih mahal (baca: akunya yang kere). Aku nggak punya ekspektasi apa-apa pas nulis cerita itu. Kulanjutin sampai di adegan Jen nyelamatin Carl di kelab malam, dan rencananya mau kumasukkin lagi ke mading. Eh, entah kenapa aku malah keterusan nulis dan cerita itu jadi terlalu panjang untuk dimuat di mading, bahkan sekedar dijadikan cerbung.

Tapi bukan berarti nggak ada yang baca. Justru di sinilah aku menemukan passion perdanaku jadi penulis (anggap aja ini sharing, ya. Mudah-mudahan bermanfaat).

Teman-teman sekelasku tahu aku suka nulis cerita, dan mereka juga suka baca. Karena FYS ditulis di kertas binder, jadi halaman-halamannya bisa dilepas. Aku duduk di paling belakang kelas waktu itu, dan di sekolah aku nulis terus wkwk (keliatan rajin di depan guru karena kesannya "mencatat" terus). Dan ternyata teman-temanku gandrung sama cerita itu, sampai di satu titik di mana begitu 1 kertas selesai ditulis (2 halaman), itu langsung ada yang ngantre buat baca. Aku nggak pernah kehabisan kertas sama pulpen waktu di kelas, karena selalu di-"subsidi" sama teman-temanku. Mereka menanti-nantikan banget kelanjutan kisah Yuriko (Jen) waktu itu, sampai tiap jam istirahat, aku ditanyain terus: selanjutnya gimana? :)

Narnia, tempat tinggalku, adalah kota kecil. Omongan mulut ke mulut itu bisa nyebar dengan cepat banget. Aku nggak sadar bahwa aku mulai "dikenal", sampai suatu sore, ada beberapa cewek yang bukan dari sekolahku (karena seragamnya beda) nyetop aku di supermarket pas aku lagi belanja sama mamaku. Terus mereka nanya: Yuriko sama Carl jadian nggak? Terus si Makoto (Anne-Marie) gimana?

Aku kaget banget! FYS nyebar sampai ke sekolah sebelah!

Beberapa hari kemudian, aku naik angkot dan lewat di sekolah yang lain. Terus ada yang teriak: "Itu dia penulisnya!"

Aku kaget sekaligus takjub. Gimana caranya mereka bisa kenal aku?

Itu adalah dua momen "superstar" yang nggak akan pernah kulupain sampai sekarang.

Di situ aku betul-betul tergugah. Aku merasa: wow, ternyata kekuatan cerita bisa sampai segitunya, ya. Padahal draft awal FYS itu jelas nggak bagus—every first draft sucks, setiap penulis pro pasti tahu soal itu. Tapi ya itu, aku kagum aja karena orang-orang bisa segitunya sama cerita aku.

Akhirnya cerita itu kuterusin, dan bengkak sampai 364 halaman binder (ditulis tangan juga). Banyak banget yang dukung aku untuk kirim ke penerbit, termasuk guru-guruku (setelah ke-gep aku tuh di kelas nulis novel bukannya nyatet wkwkwk). Waktu itu, penulis GagasMedia baru berdiri (lama banget ya wkwk), dan di buku-buku perdana mereka, ada selebaran yang bilang mereka nerima naskah2 baru (biasanya di halaman2 akhir—anak 90's pasti sering lihat).

Aku nggak punya hape, dan salah satu bestie aku yang berinisial Ray punya hape (handphone was still considered as luxury back then). Ray minjemin aku handphone + pulsanya buat nelepon GagasMedia yang ada di Bandung! Zaman dulu pulsa tuh ga ada yang 5.000 kayak sekarang, adanya 50 ribu atau 100 ribu aja (I'm old, I know. I keep saying "waktu itu, zaman dulu"), dan masih ada yang istilahnya "roaming": telpon interlokal mahalnya luar biasa. Uang 50 ribu itu gede (gaji UMR Narnia masih sekitar sejutaan). Tapi ya itu, temanku itu support banget buat kirim FYS ke penerbit. Aku nggak bisa ngobrol banyak, cuma sekitar 3 menitan (karna biaya nelponnya mahal), dan keputus pula wkwk. Tapi sempat dengar orang GagasMedia bilang mereka minta naskahnya diketik dengan ukuran tertentu dulu sebelum dikirim ke mereka (alamatnya ada di halaman belakang buku itu).

Wah, semangatku makin menggebu-gebu! Aku minta tolong (lagi) sama salah satu teman aku yang punya komputer, buat ketikin FYS. Di sinilah malapetaka bermula. Sampai lulus, temanku itu nggak ngasih hasil ketikannya dan malah naskah asli yang kutulis tangan itu hilang sampai 60-an halaman. Tiap kali kutanya, dia jawabannya beda-beda. Aku curiganya sih tintanya luber karena kesiram air, tapi dia nggak mau ngaku. Intinya aku kesel banget karena dia "menyabotase" niatku ngirimin novelku ke penerbit, padahal waktu itu aku optimis banget bakal lolos. Kalaupun hasil ketikannya nggak dikasih, aku masih bisa paham. Tapi gimana aku bisa menulis ulang 60 halaman yang dia hilangkan itu, coba? Dan itulah awal kebencian aku sama zodiak Aries, karena temanku itu Aries (no offense ya teman2 Aries. Ini pengalaman pribadiku aja).

Jeda FYS menjadi versi ketikan yang kubuat sendiri itu cukup lama. Meski sejak 2007-an aku udah punya laptop, tapi belum kepikiran untuk ngetik FYS jadi digital—masih trauma karena karyaku "dihilangkan" sama si Aries menyebalkan itu haha (kok curhat?)

Tahun 2010, aku nyoba masukin The Rich & The Lucky One ke Gramedia dan ditolak, karena waktu itu yang nge-tren adalah novel percintaan ala vampir macam Twilight gitu (anak 90's where you at?), sementara The Rich itu genre-nya kayak young adult semi petualangan, yang mana waktu itu istilah "young adult" sendiri belum populer. Untuk pembaca muda, cuma ada 2 kategori: kalo nggak Teenlit, ya Chicklit. Sisanya masuk ke kategori novel biasa atau roman. Teenlit itu cerita cinta-cintaan ala anak SMA, sementara Chicklit itu bacaan buat 20-something girl yang biasanya kerja kantoran (baca: mbak-mbak kantor Kuningan). Karena penolakan itu pula aku belum berani untuk nulis karya baru lagi.

Aku baru mengulik lagi FYS ini sekitar tahun 2014-an, pas udah kerja. Iya, lama banget. Waktu itu aku vakum nulis, dan pas lagi bongkar-bongkar lemari di rumah, ketemu lah binder-ku itu. Kalau kata Jen, waktu itu perasaanku langsung bergetar.

I wrote this many years ago!

Dan di 2014 itulah muncul semangat untuk menghidupkan kembali FYS. Gimana pun juga, itu adalah novelku yang paling pertama, yang betulan kutulis tangan (secara harafiah) selama berminggu-minggu. Ibarat kata, itu anak pertama.

Aku mulai menulis ulang FYS, dengan editan sana-sini, mengikuti kemampuan dan teknis penulisan yang udah lebih diperhalus. Proses penulisan ulangnya juga nggak ngampang, karena aku harus "menggali" lagi ingatanku soal 60 halaman yang hilang itu, dan jedanya udah lumayan lama.

Tahun 2016, akhirnya cerita ini aku masukin ke Wattpad.

Responnya kurang banget wkwk. Nggak apa-apa, aku justru merasa masih punya kesempatan untuk memoles FYS. Aku tambahin unsur fantasi di dalamnya. Aku terinspirasi banget sama serial kartun Avatar: The Legend of Aang yang pernah tayang di Global TV, sama franchise film X-Men yang tentang mutant-mutant itu. Di tahun2 itu, film-film Marvel belum seheboh sekarang. Selain itu, aku juga meng-Indonesia-kan ceritanya, dari yang semula berlatar di Tokyo jadi pindah ke Jakarta. Genre novelnya pun jadi gado-gado, yang awalnya cuma berpusat ke hubungan Jen & Carl (romance), dan sekarang ada unsur fantasy-nya.

Intinya PR banget deh, wkwk.

Seiring berjalannya waktu, udah ada beberapa orang yang ngikutin ceritanya. Sampai waktu itu ada salah satu pembaca yang komen: "Ceritanya bagus, tapi judulnya kurang greget". Barulah di situ aku sadar, judulnya memang terlalu "metropop". Akhirnya kuganti jadi "THE NEW GIRL" biar lebih misterius wkwk. Gimana, apa lebih baik dari For Your Smile?

Buku kedua juga sebetulnya nggak direncanakan. Awalnya kupikir bakal tamat aja ketika Carl dan Jen jadian, karena di naskah awal versi binder yang kutulis tangan itu, ceritanya berakhir seperti itu (actually, di versi itu, Mom-nya Jen meninggal). Aku lupa waktu itu aku habis nulis apa, tapi tiba-tiba aja kangen nulis fantasy. Aku nggak berani nulis fantasy dari nol, karena untuk fantasy harus punya world-building yang kuat. Jadi aku pake basis ceritaku yang udah ada, yaitu The New Girl. Untung aku ketemu ide buat "merajut" ceritanya supaya tetap nyambung. Lalu terus seperti itu sampai The New Girl 3.

Aku pribadi bangga banget sama cerita ini. The New Girl 1-3 adalah perjalanan aku dalam dunia kepenulisan—mulai dari gimana aku baru belajar nulis, sampai sekarang yang jadi penulis yang puji Tuhan, sudah punya karya yang terbit cetak oleh penerbit mayor. Kalau kubaca lagi The New Girl yang pertama, aku suka geli sendiri. Aku jadi berpikir: oh, this was you almost 2 decades ago. This was how you write your story. Dan ke sini-sini, setelah lanjut ke Part 2 dan 3, aku melihat diriku "berkembang".

Aku nggak tahu apa teman-teman menyadari ini. Mungkin di mata pembaca, ceritanya jadi berkesan "lebih berat". Ini bukannya disengaja—aku pribadi juga nggak nyadar sampai beberapa bab terakhir di Part 3 ini. Tapi ya begitulah, konon katanya menulis itu adalah cerminan hidup sang penulisnya. The New Girl 1-2-3 adalah jejak tertulis lahirnya seorang Kai Elian yang teman-teman kenal hari ini.

Jadi akhir kata, aku mau berterima kasih pada kalian karena sudah mengambil bagian dalam perjalananku ini. Thank you so much. Trilogi ini tentu masih jauh dari sempurna—aku menyadari ada beberapa part yang perlu diperjelas, dan pasti akan kuperbaiki. I hope you enjoyed the journey so far.

Selanjutnya, aku berencana menulis novel thriller tapi di platform Gramedia Writing Project (gwp.id). So feel free to say hello to me di sana, ya. Aku nggak berhenti nulis kok. Paling rehat sekitar seminggu, dan akan lanjut di sana. Jadi selama aku sibuk di GWP, mungkin di Wattpad ini nggak akan terlalu banyak update. Terima kasih atas pengertiannya!

Segitu aja. Sekali lagi terima kasih banyak sudah membaca The New Girl! Have a blissful life!


Love,

K

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top