4 :: Berpesta Bersama ::

Pagi-pagi Rose sudah membuka email pekerjaannya dan dia melihat detail baju yang di kirimkan asisten Aidan. Tidak lama telpon di meja kerjanya berbunyi. "Halo, dengan Rose divisi desain."

["Kau ke ruanganku sekarang!"] Rose bingung dengan si penelpon itu, tapi dari suaranya dia sepertinya tahu siapa yang berbicara dengannya saat ini.

"Maaf ini siapa?"

["Aku bos-mu Mrs.Alexander"] Jika sudah begini tebakannya berarti benar.

"Maaf Sir, tapi ruangan yang mana? saya tidak mengingat ada ruangan anda di kantor ini." Aidan tidak bisa marah di tempatnya sana, karena yang Rose katakan benar adanya.

["Ruangan di mana aku menciummu."] Rose menggigit bibirnya sendiri karena teringat akan hal itu. Aidan benar-benar gemar menggodanya, tidak hanya pesan sekarang pria itu juga di kantor. Rose datang ke ruangannya dan membawa desain yang pernah Aidan minta melalui Asisten pribadinya, dia yakin Aidan ingin gambar baju yang sudah dia siapkan itu.

Begitu sampai diruangan Aidan, pria itu langsung menyuruh Rose masuk dengan suaranya. Pintu terbuka terlihatlah Aidan yang sedang fokus menatap ke layar laptop. "Kemari Rose, aku ingin melihat langsung hasilnya."

"Baik Sir," jawab Rose kemudian mendekat ke arah meja kerja Aidan.

"Berdiri di samping ku dan tunjukkan," kata Aidan lagi karena Rose tadinya berdiri di hadapannya saja. Rose tidak ingin membantah dan dia melakukan permintaan Aidan itu. Berdiri di samping Aidan yang duduk di kursi kerja.

"Ini hasil desain yang anda minta Sir," ucap Rose membuka halaman buku sketsa yang ia miliki. Aidan meneliti gambar itu setiap halamannya dan dia tersenyum. Rose memang paham apa yang dia katakan meski hanya melelui perantara saja, dan kerja Rose juga cepat.

"Aku ingin besok semuanya selesai." Rose membulatkan matanya.

"Sir, biasanya diberi waktu dua minggu untuk mengerjakan sampel desain."

"Ini bukan seperti biasanya sweetheart," ujar Aidan kemudian menarik pinggang Rose untuk duduk di pangkuannya. Aidan tersenyum melihat raut keterkejutan Rose, semua yang Rose perlihatkan terasa begitu menyenangkan untuk Aidan lihat. Rose berusaha berdiri kembali tapi Aidan berbisik membuatnya diam seketika. "Jika kau bergerak terus, kau membangunkan sesuatu sweetheart." Entah mengapa Aidan menyukai posisinya seperti ini dengan Rose, terasa tenang dan nyaman untuknya mungkin tidak untuk Rose, terlihat wanita itu gelisah. Dia baru saja ingin menarik dagu Rose, tapi ponselnya berdering dan nama Akira sang ibu tertera di layarnya.

"Pergilah, aku ingin lihat hasilnya besok malam. Tidak ada menawar waktu lagi, jika tidak kau dipecat!"

***

Karena ancaman itu Rose bekerja lembur semalam dan hari ini, matanya sudah letih tapi dia tetap semangat agar tidak di pecat. Rose juga terkadang bertanya sendiri mengapa Aidan bersikap manis kepadanya, tapi juga menyebalkan disaat bersamaan. Lamunannya akan Aidan lenyap saat suara pesan masuk dia dengar.

[Rose, jangan lupa nanti malam kau harus menemaniku. Aku tidak mau tahu.]

"Iya Tif, tapi aku tidak bisa berjanji karena aku ada pekerjaan nanti malam."

[Sekali ini saja Rose, aku tidak pernah memohon padamu selama ini bukan? lagi pula ini adalah moment penting untukku.Tolonglah.]

Rose bingung, dia ingin menolak tapi tidak bisa karena Tifanny juga penting untuk hidupnya. "Baiklah," jawab Rose pada akhirnya dan di sebrang sana Tifanny menutup panggilan telpon mereka dengan bahagia. Rose kembali di sibukkan dengan berbagai macam pekerjaannya. Dari mulai memilih kain untuk sampel yang diminta Bos-nya juga beberapa detail bahan pembuatan pakian lainnya. Max dan Lexi juga ikut serta membantunya, kurang Keith yang absen hari ini karena sakit.

"Aku dengar dari bagian pemasaran, kalau tim musim ini akan di mutasi ke Paris jika berhasil memukau para Direksi." Max memberitahu informasi yang dia dapat hari ini.

"Kau yakin Max?" tanya Lexi dengan raut wajah berbinar.

"Ya katanya begitu, dan tidak hanya itu. Pengalihan bos besar juga di lakukan," kata Max lagi yang memang selalu tahu informasi penting dan gosip-gosip di kantor tersebut. "Jika biasanya Miss Aleya, kini Sir Aidan yang akan menangani langsung mode-mode musim dingin ini."

"Max berhentilah berbicara, kita harus bisa menyelesaikan itu hari ini," tunjuk Rose kepada salah satu kain yang Max tangani. Rose memang sangat banyak pekerjaan karena Aidan juga menambahkan satu konsep unik untuk katalog tahun ini, yaitu desain baju musim dingin untuk satu keluarga. Hal yang tidak pernah dilakukan perusahaan mereka sebelumnya, karena biasanya mereka hanya berpusat kepada baju-baju wanita saja."

"Kau yakin bisa mengerjakan ini sebelum malam Rose?" tanya Lexi.

"Aku harus membuktikan kemampuanku Lex, jangan sampai mereka merendahkanku karena aku tidak berkuliah. Setidaknya ilmu yang aku dapat bisa darimana saja." Max dan Lexi memberikan tepuk tangan kepadanya. Dua orang itu pamit kepada Rose setelah jam istirahat kantor tiba, sementara Rose tidak beranjak dari ruangannya sedikitpun. Dia masih terus menggambar sketsa sampai semuanya benar-benar rampung. Ketika sudah selesai, Rose pergi ke bagian kain yang ada di lantai bawah ruangannya. Di sana dia fokus memilih kain mana yang akan dia gunakan, kemudian dia pergi lagi ke ruang jahit untuk mulai memotong-motong kainnya. Rose lebih suka mengerjakan sampel pertama seorang diri, setelah itu mendapatkan persetujuan baru dia memberikan kebagian produksi.

Sampai malam Rose masih di kantor untuk menyelesaikan satu baju anak lagi. Wajahnya terlihat lelah, tapi dia tidak menyerah karena semangat ingin menggapai cita-citanya untuk di akui sebagai seorang desainer. Pesan yang masuk ke dalam gawainya pun tidak dia lihat lagi, sampai panggilan telpon dari Tifanny membuat dia berhenti.

["Kau di mana Rose?"]

"Sorry Tif, aku masih di kantor."

["Kau benar-benar tidak bisa menemaniku, ini aku sedang dalam perjalanan menuju ke flat mu."]

"Kau berikan saja alamatnya, aku akan menyusul ke sana." Semua itu Rose katakan karena dia malam ini ada janji bertemu dengan Aidan untuk menyerahkan hasil dari pekerjaannya itu. Rose sudah meminta waktu kemarin, tetapi Aidan tidak mau mengundurkan waktunya padahal menyelesaikan empat set baju dalam waktu dua hari itu tidaklah mudah. Dia sampai harus lembur bekerja dua malam ini. Jika di pikir-pikir Aidan itu sangat tidak pengertian. Kalau bukan karena tujuannya, Rose juga tidak mau bekerja seperti ini.

Satu jam setelah Tifanny menelpon Rose baru selesai dengan pekerjaannya dan dia tersenyum lebar. Meski perut terasa lapar dan matanya sudah mengantuk dia menahan itu semua kemudian mengambil gawai untuk mengirimkan pesan kepada Aidan, ke mana dia harus membawa semua hasil jerih payahnya ini. Belum dia mengirimkan pesan, matanya sudah terbuka lebar membaca pesan yang bos besarnya itu kirimkan.

'Aku tidak bisa melihat hasil pekerjaanmu malam ini, aku sibuk. Mungkin besok malam aku akan memberitahu waktunya.'

"Brengsek!" umpat Rose sambil membanting pensil yang ada di dekatnya. Dia merasa Aidan sudah mempermainkannya. Dia sudah bekerja mati-matian agar tepat waktu menyelesaikan semuanya, tetapi Aidan membatalkan begitu saja. Rose menepuk keningnya saat teringat akan Tifanny yang sudah menunggunya. Mengambil tas dan blazer kerja yang tadi dia letakkan di kepala kursi, Rose buru-buru keluar dari kantor.

Dia tidak membalas pesan Aidan, fokusnya kini membaca alamat yang Tifanny kirimkan. Lagi-lagi dia harus memberhentikan taksi untuk pergi ke perumahan elit yang berada di kengiston place,London. Rose memoles lipstiknya dan mengikat satu rambut panjangnya, meski tidak berdandan lebih baik untuk sebuah pesta, setidaknya wajah yang dia tunjukkan terlihat segar. Setelah riasan wajahnya terlihat baik, dia menyemprotkan parfum murah yang dia beli minggu kemarin.

Rose menelpon Tifanny untuk menjemputnya di pintu gerbang rumah itu, sebab ia tidak ingin terasa asing di sana. "Kau lama sekali Rose," kata Tifanny dan Rose hanya bisa meminta maaf. "Ya sudah, ayo aku kenalkan dengannya." Rose mengangguk setuju. Matanya masih terlihat kagum dengan kemewahan rumah yang dia datangi itu.

"Apa ini rumah keluarga dari calon tunanganmu itu?"

"Bukan,ini rumah Lion. Sahabatnya." Meski tidak sepenuhnya Rose mengerti dengan maksud Tifanny dia mengangguk saja, padahal nama Lion tidak asing untuk Rose dengar tadi.Dari tempatnya Rose melihat seseorang yang masih Rose hapal garis wajah serta rahang yang pria itu miliki. Dia tanpa sadar tersenyum tipis, bukan karena kagum kali ini tetapi lebih karena merasa marah sudah di permainkan.

Rose tidak pernah menduga pria itu ada di sini, dan karena sebuah pesta malam minggu dia membatalkan pertemuan kerja yang Aidan minta sendiri. Rose melihat Tifanny berhenti tepat di depan Aidan, kemudian menarik tangan Rose dengan tersenyum bahagia. Rose mulai bingung, serta menduga-duga. Hingga kalimat itu dia dengar "Rose kenalkan ini Aidan, dia calon tunanganku." Sungguh Rose tidak percaya dengan semuanya. "Ada apa Rose?" tanya Tifanny yang melihat perubahan wajah sahabatnya tersebut.

"Halo, aku Aidan." Aidan mengulurkan tangannya kepada Rose seolah mereka tidak mengenal satu sama lain. Rose menyambut uluran tangan itu dan menyebutkan namanya. Mata mereka berdua saling bertabrakan, ada hal yang sepertinya ingin Aidan katakan hanya saja Rose memilih untuk tidak lagi terlalu memperhatikan wajah Aidan seperti sebelumnya. Beberapa waktu lalu dia sangat menyukai melihat wajah Aidan, tetapi kini dia tidak lagi ingin melakukannya. Apa yang akan Tifanny katakan jika saja sahabatnya itu tahu kalau beberapa hari yang lalu dia sudah tidur dengan calon tunangannya, bahkan pria itu juga mencium bibirnya di kantor serta menggodanya dengan panggilan 'Sweetheart'.

Angan Rose sepertinya terlalu jauh kemarin, fakta dia dapatkan malam ini. Aidan memang mempermainkannya, tidak hanya perasaannya yang mulai berbunga, tapi juga pekerjaan Hatinya mungkin bukan tanggung jawab Aidan, tetapi bagaimana dengan pekerjaan yang pria itu berikan untuk di selesaikan secepat mungkin.

"Oh ya Rose, kau lembur di kantor hari ini bukan? pasti kau belum makan," ucap Tifanny yang paham bagaimana dirinya.

"Ya, aku memang lembur dan belum makan. Sayang sekali sudah bekerja lembur dua hari ini, tapi bos ku membatalkan janji temunya begitu saja."

"Hah?! kau serius?" tanya Tifanny dan dengan lirikan matanya Rose melihat Aidan mengeraskan rahang. Pria itu kemudian permisi dari hadapan mereka. "Rose ayo, aku temani makan di lantai bawah."

"Tidak apa-apa Tif, kau temani dia saja. Aku bisa makan sendiri," jawab Rose tidak ingin menganggu waktunya berdekatan dengan Aidan. Tifanny menuruti apa yang Rose katakan. Rose juga turun ke lantai bawah di mana banyak hidangan tersaji, musik mulai semakin keras di mainkan, banyak minuman alkohol dan orang-orang yang bergoyang sambil memegang minuman mereka. Rose yang merasa lelah memilih untuk mengisi perutnya saja. Dia mengambil satu piring kecil makanan, lalu mencari tempat duduk yang tidak terlalu ramai orang. Rose melihat ada bangku di kolam renang rumah itu yang tidak terlalu banyak orang sebab musik pesta tidak terdengar di sana.

Baru saja Rose duduk dan makan dengan tenang, suara Aidan membuatnya berhenti mengunyah. "Jadi kau cemburu?" Aidan duduk tepat di depan Rose, kembali mata mereka berdua beradu pandang. Senyum tipis meremehkan dari Rose dapat Aidan lihat dan ia tidak suka itu.

"Kau percaya diri sekali," kata Rose lalu melanjutkan makannya. "Pergilah dari sini, aku tidak ingin Tifanny salah paham."

"Bukankah memang seharusnya begitu?" tanya Aidan yang memancing amarah Rose.

"Kau ini maunya apa sih?"

Bersambung....

Aku akan kasih hadiah untuk 10 komentar yang buat mood nulis aku naik 😘 cuss tinggalkan jejak komentar kalian ya...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top