Chapter 18
Chapter 18
Bertemu Mook
Hye mi sudah mulai merasa pegal di kedua telapak kakinya. Ia dan Jae Hoon sudah beberapa saat yang lalu meninggalkan desa. Entah sampai kapan mereka terus berjalan.
Hye mi ingin mengeluh tapi gadis itu rasa. Tak ada gunanya. Ia hanya bisa berpasrah diri dalam diam.
" Rumah Mook di dekat sungai. Kita akan segera tiba."
Kalimat Jae Hoon bagai secerca harapan untuk Hye mi. Wajahnya yang sedari tadi mendung. Kini nampak cerah dan segar.
Energi Hye mi seperti kembali terisi. Setelah beberapa waktu berjalan menembus hutan. Hye mi mulai mendengar suara riak air dari kejauhan.
Tak jauh dari bibir sungai ada sebuah pondok kayu kecil yang sangat sederhana. Halaman depan pondok di hiasi oleh beberapa nyala obor yang di pasang menancap pada sebuah kayu.
" Mook" tegur Jae Hoon pada seorang pria tua yang sedang duduk di depan rumah.
Hye mi mendekat ke lelaki tua yang di panggil Jae Hoon dengan nama Mook.
" Yang mulia." sapa Mook dengan tersenyum
Jae Hoon mendekatkan kudanya di dekat sebuah tiang. Lalu ia pun segera turun dari atas pelana.
Mata Hye mi memincing. Hye mi merasa pernah melihat sosok Mook sebelumnya. Tapi ia tak tahu dimana.
" Mook." panggil Jae Hoon " Ada yang ingin kubicarakan padamu."
Mook tersenyum ramah. Lalu ia menatap Hye mi.
" Selamat malam, Nona." sapanya
" Ma- Malam." balas Hye mi
Jae Hoon pun mengambil tempat duduk di depan Mook.
" Gadis ini..." Jae Hoon memulai ceritanya " Entah mengapa membuatku selalu terhempas jauh menembus waktu. Kau tahu apa yang sebenarnya terjadi? Dan pekerjaanmu selama bertapa kemarin pasti ada hasilnya." tutur Jae Hoon.
Hye mi manggut-manggut di sampingnya.
" Gadis ini datang untuk melepaskan kutukan anda, Yang mulia."
Pupil mata Jae Hoon membulat besar. Ia melirik Hye mi dengan pandangan tak percaya.
" D- Dia??!" tunjuk Jae Hoon. Mook mengganguk pelan
Hye mi merasa. Tatapan Jae Hoon seperti mengejeknya.
" Itu tidak mungkin." bantah Jae Hoon
" Sekiranya itulah yang di tetapkan oleh takdir." sahut Mook pelan
" Tapi bagaimana?" tanya Jae Hoon " Setiap bersentuhan dengannya. Aku..." Jae Hoon tak sanggup melanjutkan kalimatnya.
" Aku ingin kembali ke tempat asalku." Sela Hye mi. Akhirnya ia pun memberanikan diri membuka suara.
" Apa Tuan tahu. Apa yang harus kami lalukan?"
Jae Hoon menatap Mook dengan penuh harapan. Ia sungguh lelah dengan semua yang terjadi.
" Kalian berdua yang harus menemukannya. Jalan untuk menyelesailkan masalah."
" Tapi bagaimana?" desak Hye mi " Setidaknya anda memberikankanku petunjuk."
" Hilangkan kabut kegelapan dari langit Joseon. Maka masalah kalian akan selesai."
" Kabut ap--"
" Aku mengerti." potong Jae Hoon " Akan ku lakukan."
Hye mi melotot Jae Hoon tajam.
" Istirahatlah." seru Mook " Kalian pasti lelah."
Hye mi beringsut. Mook benar. Ia merasa sangat lelah. Jika Jae Hoon menyuruhnya pulang sekarang. Hye mi akan mengutuknya.
Gubuk Tuan Mook memang tidak senyaman rumah Bibi Han ja. Tapi Jye mi dapat terlelap di dalamnya dalan beberapa detik.
Jae Hoon dan Mook memilih bersantai di luar bersama. Tentu saja dengan sebotol sake hangat untuk menghangatkan badan.
" Gadis itu..." tukas Mook " Jaga dia baik-baik."
Kening Jae Hoon berkerut.
" Menjaganya?"
Mook mengganguk
" Kau dan aku sama-sama tahu. Gadis itu berasal dari kehidupan di masa depan."
Mook meneguk cangkir sakenya dalam sekali teguk.
" Para tikus di Joseon. Akan memintanya menjelaskan apa yang terjadi di masa depan. Bukan tidak mungkin. Dunia akan berubah."
Jae Hoon terdiam. Perkataan Mook membuat isi kepala Jae Hoon berputar-putar. Dunia tempat Hye mi berada. Sangat berbeda dengan dunianya yang sekarang.
Kehidupan rakyat Joseon benar-benar berubah. Jae Hoon sendiri pun tidak menyadarinya. Hatinya bertanya-tanya. Apa yang terjadi dengan Joseon hingga dunia berubah seperti itu.
Jae hoon teringat. Saat pertama kalinya ia tersadar di tepi jalan. Benda-benda aneh hilir-mudik dalam kecepatan yang sangat cepat. Kereta kuda mereka bergerak tanpa di tarik oleh kuda atau apapun itu.
" Kau dan Hye mi di takdrikan untuk saling bertemu." lanjut Mook
" Berhati-hatilah dengan Min Hoo." timpal Mook.
Kilat mata Jae Hoon berubah.
" Pria itu mengincar Hye mi."
Tatapan Jae Hoon berubah jadi dingin. Jae Hoon ingat. Saat ia bertemu Hye mi dan Min Hoo di jembatan.
Jae Hoon bertanya-tanya. Mengapa Hye mi dan Min Hoo bisa saling mengenal. Itu sedikit aneh dan menggangu pikiran Jae Hoon.
" Terima kasih Mook." seru Jae Hoon lirih.
🎎🎎🎎
Di lain tempat. Min Hoo tengah duduk bersama seorang wanita paruhbaya. Wanita itu di kenal dengan Nyonya Kim. Seorang cenayang yang sangat terkenal di Hanyang.
" Ingat Min Hoo. Jika kau ingin menjadi seorang matahari untuk Joseon. Kau harus mengambil Bulannya Joseon ke dalam genggamanmu. Jangan biarkan Pangeran bertopeng itu mendapatkannya sebelum dirimu."
Wajah Min Hoo yang biasanya terlihat lembut. Kini berubah menjadi dingin dan kejam.
" Bulan itu... Akan jadi milikku."
Nyonya Kim tersenyum licik.
" Kau harus membuat topeng pangeran terlepas. Jika tidak, kita tidak dapat melakukan apapun." jelas Nyonya Kim
" Sihirku tak kan bekerja. Jika topeng itu masih terpasang di Wajah Jae Hoon."
Min Hoo mengganguk pelan
" Jangan khawatir. Topeng itu akan segera terlepas."
Nyonya Kim kembali tersenyum sinis. Lalu ia pun akhirnya tertawa lebar.
Keesokan harinya. Hye mi terbangun dengan perut sangat lapar. Saat keluar dari pondok. Mata Hye mi membulat besar. Ada sebuah sajian di atas meja bulat.
Jae Hoon duduk disampingnya. Sambil sibuk mengasah pedangnya.
" Mook mana?" tanyanya langsung pada Jae Hoon.
Jae Hoon berbalik dan menatap Hye mi dengan kesal.
" Seharusnya kau mengucapkan selamat pagi untukku. Atau setidaknya ucapan terima kasih atas sarapan ini." ketus Jae Hoon dingin. Menunjuk santapan di atas meja maka dengan dagunya.
Hye mi melangkah mendekat ke arah Jae Hoon.
" Kau yang memasaknya?" tanya Hye mi dengan ragu-ragu.
Bagaimana bisa putra mahkota memasak untuk seorang rakyat jelata seperti Hye mi. Itulah yang saat ini Hye pikirkan.
Ia menatap lekat pada Jae Hoon.
" Mook yang masak." seru Jae Hoon
" Kalau begitu selamat pagi saja untukmu. Di mana Mook?" tanya Hye mi kembali. Ia mengambil posisi di depan meja makan.
" Kenapa kau terus menanyakan Mook? Mook... Mook... Dan Mook."
Alis Hye mi bertaut bingung. Ia menatap heran pada Jae Hoon
" Jadi... Aku..." Hye mi terlihat ragu-ragu
" Harus menanyakan dirimu?"
Jae Hoon mengganguk kecil.
" Untuk apa?"
Kini Jae Hoon yang bingung sendiri
" Karena aku Putra Mahkota." sahutnya lirih
" Lalu?" tanya Hye mi kembali.
" Kau harus mengkhawartikanku."
" Kau bukan kekasihku. Jadi untuk apa aku khawatir padamu."
Pedang di tangan Jae Hoon meluncur turun. Ia menatap Hye mi dengan mata terbelak.
" Tapi aku mengkhawatikanmu." ucapnya lirih
___/______///______////_____
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top