PROLOGUE

Prang...
Suara kaca jendela yang pecah mengejutkan kami yang tengah menyantap makan malam. Ibu segera menggendongku dan berlari menuju pintu belakang. Sedangkan ayah mengambil senapan dari kamarnya.

"Ternyata lebih cepat dari yang diperkirakan. Cepatlah lari dan cari bantuan. Aku menyayangi kalian." Ayah mengecup dahiku dan ibu bergantian.

"Jaga dirimu, Sam," ujar ibu pada ayah sebelum berlari meninggalkannya menyusuri hutan yang gelap. Aku yang masih berusia lima tahun hanya bisa menangis melihat ibu membawaku pergi meninggalkan ayah.

Setelah berlari beberapa meter, terdengar suara lolongan serigala dari rumahku disertai suara tembakan beberapa kali. Bahkan terdengar suara teriakan ayah yang amat menyakitkan. Aku semakin mengeratkan pelukanku pada leher ibu. Membenamkan wajahku dilehernya. Takut, itu yang kurasakan. Bahkan badanku semakin bergetar karena isak tangis ku yang tidak berhenti. Sepanjang perjalanan dengan terus berlari, ibu selalu mengelus punggungku, mencoba menenangkan. Sesekali kulihat ia juga mengusap air mata yang terus mengalir di pipi tirusnya. Mata amber-nya tak lagi bercahaya dan semakin redup. Hidungnya memerah akibat menahan isakan.

Kulihat ke depan beberapa meter lagi kami akan sampai di gubuk bibi Maddie. Namun tiba-tiba suara lolongan serigala terdengar kembali. Suaranya tak jauh beberapa meter dibelakang kami. Ibu semakin terisak dan aku memeluknya semakin erat. Ibu mempercepat larinya menuju gubuk bibi Maddie dengan sedikit terseok-seok akibat kakinya yang lecet. Ia segera membuka pintu gubuk itu. Terlihat bibi Maddie telah bersiap dengan peralatan berburu. Ia meletakan belati disaku celana dan dibalik sepatu boot-nya.

Ibu segera memindahkan gendonganku pada bibi Maddie. Awalnya aku menolak namun ibu membujukku hingga akhirnya aku berada di gendongan bibi Maddie sekarang.

"Tolong jaga anakku. Bawa dia pergi dari desa ini sejauh yang kau bisa."

"Lalu bagaimana denganmu? Harusnya kau ikut denganku. Ini tidak sesuai dengan rencana kita, Alice."

"Jika aku ikut, mereka akan menyusul Cassandra dengan cepat. Setidaknya aku bisa menahan mereka untuk sementara disini."

"Tapi..." ibu menyentuh bibir bibi Maddie dengan telunjuknya dan tersenyum. Bibi Maddie mengangguk mengerti maksud ibu.

"Ibu selalu menyayangimu. Jaga diri baik-baik Cassandra," ujarnya sambil melepas kalung batu rubi dari lehernya kemudian mengalungkannya pada leherku dan mencium dahiku. Air matanya menetes hingga mengenai pipiku.

Setelah menyudahi ciumannya, ibu mengangguk pada bibi Maddie dan keluar dari pintu utama gubuk berlari menuju arah kiri. Sedangkan bibi Maddie keluar dari pintu belakang dan menaiki kudanya. Ia menyentak kudanya dan berlari kearah kanan. Aku hanya bisa terisak dan mengeratkan pelukanku pada bibi Maddie. Setelah kuda yang kami tunggangi menjauh beberapa meter dari gubuk, terdengar suara lolongan serigala. Menggeram dan menguik-nguik tak jelas. Lebih seperti kesakitan meminta pertolongan tetapi kemudian kudengar suara ibu yang berteriak kesakitan. Aku hanya bisa menangis memeluk bibi Maddie bahkan kurasakan air mata bibi Maddie menetes diatas kepalaku. Ayah... ibu... Jangan tinggalkan aku. Ayah... Ibu...

*****************************

7 Mei 2017
SILOrstev77

Ini story pertamaku. Semoga berkenan di hati readers.

Ditunggu vommentnya. ^_^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top