4.13 Titik Terang
Darly dan Andi sudah berada di tempat dimana mereka meninggalkan Angel sendiri. Namun, tak ada tanda-tanda keberadaan wanita bule itu.
"Nomornya nggak bisa dihubungi nih," ucap Andi yang berusaha menelepon Angel.
"Aduh! Firasatku jadi nggak enak tentang Ka Angel." sahut Darly cemas.
Andi berusaha menenangkan Darly. Ia tak mau ikutan cemas yang membuat suasana menjadi kacau.
"Kita coba cari dia di belakang aula." usul Andi.
"Iya Kak." jawab Darly.
Keduanya pun berjalan menuju ke pintu belakang aula. Sementara Dinda serta Ait juga berada di tempat tersebut.
Beberapa menit kemudian, suara jeritan yang cukup kencang berasal dari pintu belakang aula. Dan yang membuat hal itu terjadi adalah keempat mahasiswa kampus Bhineka.
"Aahhh!" jerit kedua wanita.
Andi menutup mulut Darly cepat, begitula pula Dinda yang menutup mulutnya sendiri. Ait hanya menghela napas lega.
"Si-siapa kalian?" tanya Darly sudah agak tenang.
"Kami?" sahut Ait. Ia menunjuk dirinya sendiri.
"Aku Dinda dan dia Ait. Lalu kalian siapa?" tanya balik Dinda.
"Hmm... Namaku Darly dan yang ini Ka Andi." jawab Darly.
Andi hanya diam. Ia melirik kecil ke arah Ait.
"Aku merasakan hawa buruk di sini." ujar Ait. Membuat semua mata tertuju padanya.
Ia memegang lengan Dinda. Ia bermaksud untuk membawa wanita itu ke tempat yang lebih aman.
"Anuu... Apa kalian anggota The Mistery?" tanya Darly gugup.
Ait dan Dinda saling memandang satu sama lain. "Tidak!" jawab keduanya kompak.
"Ayo lebih baik kita pergi dari sini!" seru Ait. Ia sudah menarik tangan Dinda namun tiba-tiba pintu belakang aula tertutup dengan sendirinya.
Brakk!!
"Apa yang terjadi ini?" tanya Andi terkejut.
"Kita terkurung di sini." jawab Ait serius.
Terdengar suara langkah kaki mendekat. Dan itu arahnya menuju ke tempat mereka berada.
"Lebih baik kita sembunyi terlebih dahulu." ucap Dinda pelan.
Mau tak mau Andi serta Darly mengikuti ucapan wanita itu. Mereka mengumpat di gudang aula.
Langkah kaki semakin mendekat. Lalu berhenti di tempat sebelumnya rombongan mahasiswa tersebut.
"Sepertinya mereka mengumpat di sekitar sini." gumam sosok pria berbadan besar.
😱😱😱😱😱
Mobil berwarna merah dan biru telah tiba di parkiran kampus. Setelah menempuk jarak yang cukup jauh dan berdebat sedikit dengan satpam.
Akhirnya keempat mahasiswa/i keluar dari mobil yang mereka kendarai. Marsha mengamati keadaan lingkungan kampus yang sangat gelap di malam hari.
"Menyeramkan," gumam Marsha. Ia merasa bulu kuduknya sudah berdiri.
Untung saja pria bermata tajam itu peka. Ia memeluk erat tubuh wanita yang lebih pendek darinya.
"Kamu tenang saja. Ada aku dan teman-teman di sini." bisik Alif lembut.
Marsha merasakan kehangatan. Ia pun menundukan kepala singkat.
"Ehem!"
Suara deheman Vanya mengganggu kedua insan tersebut. Vanya melipat kedua tangan di dada, lalu memandang kesal ke arah keduanya.
"Kalau mau pacaran ingat tempat!" sindirnya.
"Ayo lebih baik kita segera pergi!" seru Devin.
Saat kaki Devin akan melangkah. Ia berhenti mendadak dan membalikan badan.
"Kita mau kemana ya? Hehe..." ucap pria berambut biru cengegesan.
Alif sampai menepuk jidatnya keras. "Dasar bodoh!" umpatnya kesal.
"Kalian harus ke aula." suara bisikan terdengar dari telinga Marsha.
Marsha merinding seketika. Ia pun mempererat pelukan Alif.
"Ada apa?" tanya Alif khawatir.
"Kita harus ke aula sekarang!" seru Marsha.
Ketiga orang lainnya hanya menganggukan kepala kecil. Mereka pun menuju ke aula kampus yang terletak sekitar 100 meter dari tempat mereka saat ini.
😯😯😯😯😯
Di aula kampus...
Suasana semakin mencekam di dalam aula. Keempat mahasiswa yang tengah bersembunyi di dalam gudang merasa was-was.
"Aku takut Ka," bisik Darly.
"Kamu tenang saja, aku pasti akan melindungimu." balas Andi pelan.
Dor! Dor! Dor!
Pintu gudang di gedor dengan keras dari luar. Keempat mahasiswa itu semakin takut dan cemas di buatnya.
"Gw tahu kalian semuanya ada di sini." ucap sosok pria di balik pintu.
"Suara itu sepertinya nggak asing," gumam Andi.
"Iya Kak. Suara itu mirip..."
Dor! Dor!
Pintu kembali di dobrak secara paksa. Ait pun berjalan menuju ke arah pintu.
"Mau kemana Ait?" tanya Dinda cemas.
"Gw harus menghentikan orang itu." jawab Ait tegas.
"Jangan Ait! Nanti loe bisa kenapa-kenapa lagi!" cegah Dinda.
Ait memandang sejenak Dinda. Ia tersenyum tipis. Senyuman yang jarang di keluarkan.
Dinda tertegun. Ia mengerti arti di balik senyuman itu.
Ia berjalan mendekati Ait. "Apa gw harus pakai kekuatan itu?" bisiknya pelan.
"Hmm... Mau tidak mau. Kita tak bisa membahayakan nyawa mereka." balas Ait.
"Oke!" seru Dinda.
Ia segera membalikan badan, lalu berjalan ke arah Darly serta Andi.
"Tatap mata saya." ucap Dinda.
Kedua orang tersebut menatap kedua mata Dinda intens. Secara perlahan pandangan Darly dan Andi menjadi kosong.
"Sekarang kalian cari tempat yang aman, lalu tidurlah untuk sementara waktu." lanjutnya.
Darly dan Andi menganggukan kepala kecil. Keduanya pun kembali ke tempat persembunyian.
Perlahan demi perlahan kedua mata mereka tertutup rapat.
"Sekarang giliran gw." sahut Ait.
😁😁😁😁😁
Keempat mahasiswa/i sudah tiba di aula kampus. Suasana suram dan aura negatif di dalam sana begitu kuat.
"Gila! Ini benar-benar gila!" seru Vanya tiba-tiba.
Ia baru saja merasakan aura negatif yang sangat kuat dari arah aula kampus. Entah kenapa ia juga bisa memiliki kemampuan seperti itu.
"Aku takut Lif." ucap Marsha ketakutan.
Alif berusaha menenangkan sang kekasih dengan memeluknya erat. Sementara Devin terdiam. Seluruh tubuhnya gemetar dan keringat bercucuran membasahi wajah.
Vanya sampai harus terjatuh. Ia dalam posisi jongkok. Ia tak tahan dengan aura negatif tersebut.
"Lebih baik kalian tunggu saja di sini. Biar gw yang masuk ke dalam dan menyelesaikan teror ini." kata Devin tegas.
"Nggak! Kita harus bersama-sama menyelesaikan teror ini!" bantah Alif.
"Gw nggak mau Lif. Gw nggak mau kalau sampai kalian dalam bahaya apalagi..."
Plak!
Marsha menampar wajah Devin. Entah kenapa ia sampai berbuat seperti itu. Tetapi ia tak suka saat pria berambut biru mengucapkan kata sakral baginya.
Devin memegang pipi kanan yang habis di tampar. Ia menundukan kepala.
"Maaf kalau gw egois. Tetapi ini demi kebaikan dan keselamatan kalian." ucap Devin lirih.
"Gw tahu apa yang loe pikiran saat ini. Namun, gw nggak mau membiarkan sahabat gw sendiri berusaha sampai sejauh ini." kata Alif bijak.
Devin mengangkat kepalanya kembali. Ia tersenyum tipis.
"Terima kasih," ucap Devin tulus.
Vanya bangkit kembali. Ia sudah mulai tenang.
"Sorry,"
"Kita juga pernah mengalami hal yang sampai melibatkan nyawa. Jadi, loe Vin tenang saja." lanjut Vanya tersenyum tipis.
Marsha berjalan mendekati Devin. Ia juga tersenyum tipis.
"Maaf udah nampar loe tadi. Habisnya gw kesel sama ucapan loe itu hehe..." ujar Marsha.
"Kuy lah. Jangan maaf-maafan mulu." sahut Alif.
Semua pun tertawa. Ini merupakan salah satu cara mengurangi rasa takut dan tegang di hati untuk sementara.
Dengan tekad yang kuat, langkah kaki mereka menuju masuk ke dalam aula kampus Bhineka. Dimana teror ini mungkin akan segera berakhir.
😃😃😃😃😃
😈😈😈😈👹👹👻👻👻👹👹👿👿👿👿
Yosh minna!
Selamat malam!
Saya kembali dengan cerita The Mistery yang akan mencapai titik akhir.
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian guys!
See you...
(16/10/2018)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top