3.3 Tak Terduga
Alif serta Marsha sedang menikmati makan siang di kantin. Keduanya nampak begitu senang.
"Sha, nanti sore temenin aku yuk." ajak Alif.
Marsha yang sedang asyik makan langsung terdiam. "Mau kemana?" tanyanya.
"Hmm... ke toko buku sama..." jeda Alif.
"Sama apa?" tanya Marsha kembali.
Alif tersenyum tipis. "Ke toko buku sama mau kencan sama kamu lah." jawabnya.
Ia mencubit kedua pipi Marsha gemas. Marsha langsung cemberut.
"Ciee ngambek. Jadi tambah gemesin deh." goda Alif.
Marsha membuang muka. Ia juga mengembungkan kedua pipi kesal.
"Yaudah kalau cuekin mulu, aku mau pergi sama yang lain deh." kata Alif.
Hal itu langsung membuat Marsha menatap ke arahnya. Ia langsung tersenyum kecil.
"Jangan! Iya deh, aku nggak cuekin kamu lagi." balas Marsha malu.
"Hehehe... jadi pengen cium Marsha kesayangan Alif." ucap Alif.
"Eits! Nggak boleh! Wleee..." sahut Marsha sambil menjauhkan wajah Alif. Keduanya pun tertawa bahagia.
Tiba-tiba seekor nyamuk eh maksudnya seorang pria mendekati mereka. Wajahnya nampak murung.
Pria itu duduk di sebelah Alif. Marsha dan Alif yang merasakan kehadiran pria itu langsung menolehkan kepala.
"Loe ngapa Vin?" tanya Alif heran.
Tak ada jawaban darinya alias Devin. Marsha pun ikut bertanya.
"Babu, kenapa?" tanya Marsha penasaran.
Dan tak ada lagi jawaban. Alif langsung menginjak kaki Devin keras.
"Adaw! Sakit njir!" umpat Devin merasakan sakit di bagian kaki.
Alif tertawa puas, lalu terdiam. Ia merasakan ada hal yang aneh pada sahabatnya itu.
"Loe hari ini aneh." kata Alif jujur.
Devin terdiam. Ia bingung harus memulai cerita darimana.
"Mimpi buruk itu kembali," ungkap Devin akhirnya.
Alif langsung memasang wajah terkejut, sedangkan Marsha bingung tak mengerti.
"Loe ceritain sekarang!" seru Alif tegas.
Dan mulailah Devin menceritakan tentang mimpi buruk yang akhir-akhir ini menghantuinya. Suasana pun menjadi menegangkan, apalagi Marsha yang baru mengetahuinya.
😮😮😮😮😮
Di Perpustakaan...
Pria bermata sipit sedang serius membaca buku. Suasana perpustakaan yang agak ramai tak membuat ia ternganggu.
Halaman demi halaman ia baca dengan teliti tanpa meninggalkan satu kata pun. Sepertinya ia memang memiliki hobi baru membaca.
"Hai Vin," sapa pria berkulit hitam. Ia memilih duduk di depan Malvin.
Malvin melirik sejenak, lalu ia menaruh buku yang di baca di atas meja. "Ada apa, Nix?" tanyanya.
"Sorry ya gw nganggu. Gw mau tanya sesuatu sama loe." jawab pria kulit hitam tersebut.
Malvin menaikan sebelah alis mata. Teman satu kelasnya ini tiba-tiba bersikap aneh kepadanya. Ia pun menatap pria itu untuk melanjutkan.
"Gw akhir-akhir ini merasa di teror. Setiap malam pasti gw di ganggu sama sosok hantu wanita." jelas pria itu.
Kedua bola mata Malvin melebar. Ia terkejut dengan apa yang dikatakan olehnya. Sosok hantu wanita? Dan itu berarti berkaitan dengan mistis.
"Gw mau tanya sama loe. Loe punya nggak benda atau barang untuk menangkal dari gangguan hantu itu." lanjutnya.
Malvin terdiam sejenak. Ia tak tahu harus membalas apa.
"Hmm... ada sih. Tapi ini nggak menjamin seratus persen buat mengusir hantu." balas Malvin ragu.
"Bener Vin? Gw boleh minta benda itu sekarang nggak?" tanya pria berkulit hitam antusias.
"Sabar kali Genix. Gw sekarang nggak bawa bendanya. Mungkin besok gw baru kasih ke loe ya." jawab Malvin agak kesal.
Genix. Nama pria berkulit hitam tersebut. Ia tampak senang sekali.
"Oke, terima kasih Vin. Gw tunggu besok." sahut Genix. Ia langsung pergi meninggalkan Malvin seorang diri.
Malvin menatap kepergian Genix. Ada tanda tanya besar di dalam benaknya saat ini.
"Udah ahh! Gw malas pikiran hal gak penting begitu!" seru Malvin menyakinkan diri.
Padahal sedikit hatinya merasa penasaran dengan teror yang di alami Genix. Ini adalah hal tak terduga baginya.
🤔🤔🤔🤔🤔
Dinda sedang mengerjakan tugas di kelas. Sebagai mahasiswa semester 1 tak terlalu banyak kelas maupun tugas. Namun, sebagai anak yang teladan ia selalu mengerjakan tugas yang di berikan dengan cepat.
"Akhirnya selesai juga," ujar Dinda lega.
Ia segera merapihkan peralatan tulis lalu memasukannya ke dalam tas ransel. Setelah rapi ia pun bergegas menuju ke suatu tempat.
"Semoga dia nggak menunggu lama," gumam Dinda berdoa.
Beberapa menit kemudian, Dinda sampai di tempat tujuan. Ia mengedarkan pandangan untuk mencari keberadaan yang sudah menunggunya.
"Ah! Itu dia!" serunya.
"Maaf harus menunggu lama," ucap Dinda tak enak.
Seorang pria berponi mengalihkan pandangannya dari nasi goreng ke arah Dinda. Pria itu menampikan senyum tipis.
"Selow ajah Din. Ayo cepat duduk." balas pria itu santai.
Dinda tersenyum manis. Ia pun mendudukan diri di depan sang pria.
"Jadi..." perkataan Dinda menggantung. Ia memandang Ait meminta penjelasan.
Ait menyeruput jus alpukat hingga habis. Lalu dia membalas menatap Dinda.
"Jadi... kita harus mengetahui kemampuan mereka. Aku nggak mau kita asal bergabung tanpa mengetahui kemampuan khusus yang di miliki." jelas Ait.
"Hmm... aku tuh masih bingung. Kak Alif melarang aku untuk ikut campur lagi dengan masalah hal-hal yang berbau mistis di kampus ini." ungkap Dinda jujur.
"Iya, aku tahu. Tapi kita tak boleh berdiam diri. Di luar sana banyak yang meminta pertolongan kepada kita. Dengan kemampuan khusus yang kita miliki untuk dipergunakan demi kebaikan." balas Ait.
Dinda tersenyum manis. Ia memang tak salah memilih orang yang tepat sebagai teman atau mungkin lebih.
"Kenapa kamu senyum-senyum begitu? Ciee... hati-hati nanti para pria di kampus kepikat lagi hehe..." goda Ait.
"Hehehe... mungkin," sahut Dinda.
Kedua pun memutuskan untuk mencari tahu kemampuan khusus yang dimiliki anggota The Mistery. Mereka baru mengetahui kemampuan Alif dan Marsha saja.
😊😊😊😊😊
Ting!
Suara notifikasi memberitahukan adanya sebuah pesan masuk. Seorang pria berkulit hitam meraih ponsel yang berada di atas meja.
Ia sedikit ragu untuk melihat pesan tersebut. Rasa penasaran serta takut menjadi satu.
"Gw nggak boleh jadi pengecut." gumam pria itu menyakinkan.
Di bukalah pesan dari nomor yang tidak di kenal. Isi pesan itu adalah...
"Waktumu hanya satu hari. Bila kamu tidak mengikuti isi pesan ini. Kamu bisa mengirimkan pesan ini kepada yang lain."
"Shit!" seru pria itu emosi.
Genix hampir saja membanting ponsel miliknya bila dia tidak mengingat harga ponsel tersebut. Ia mengacak-acak rambutnya frustasi.
"Mana mungkin gw harus mencelakai diri sendiri. Hanya orang nggak waras yang mau ngelakuin." ucapnya.
Genix jadi teringat akan beberapa minggu yang lalu. Sebelum mendapatkan teror pesan kematian, hidupnya sangatlah tenang.
Ia melakukan aktivitas baik di kampus maupun di luar kampus dengan perasaan senang. Namun, semenjak ia mengikuti permainan pemanggil arwah hiduplah menjadi kacau dan tak karuan.
"Ini gara-gara dia! Coba saja waktu itu gw nggak ikut permainan sesat itu!" seru Genix penuh amarah.
"Gw akan membuat dia menderita. Satu nyawa sudah menjadi korban. Gw nggak mau menjadi korban selanjutnya." lanjutnya.
Ia memutuskan untuk menghilangkan penat di pikiran dengan nge-dance. Genix merupakan perwakilan di kampus dalam bidang seni tari atau dance.
Tanpa ia sadari sosok hantu wanita menatapnya penuh misterius. Ia berdiri di belakang Genix yang sedang menari.
"Kamu akan menderita setelah ini," ucap sosok hantu itu menyeringai. Lalu ia menghilang begitu saja tanpa pamit terlebih dahulu.
😱😱😱😱😱
👻👻👻👻👻😈😱😱😈😱😱😈👻👻👻👻
Selamat pagi!
Semoga hari anda menyenangkan yak!
Satu persatu tokoh-tokoh baru bermunculan. Mereka mendapatkan sebuah teror dari pesan kematian.
Ega pun sudah menjadi korban. Lalu siapakah berikutnya???
Penasaran? Tunggu terus kelanjutan chapter The Misteri...
Jangan lupa tinggalkan jejak vomment kalian guys!
(21/08/2018)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top