Epilog
Dear Ezra,
Aku harap kamu udah nggak membenci aku lagi saat menemukan surat ini. Aku harap kita sudah berpisah dalam keadaan yang baik-baik saja, untukmu dan untukku. Maaf atas segala kesalahan yang telah aku lakukan selama berada di sisimu, Zra. Maaf karena nggak bisa memberikan hatiku seutuhnya untukmu.
Apapun yang terjadi nanti, kamu harus tahu itu bukan salahmu atau salah siapapun selain aku, Zra. It's all on me. Maaf karena tidak bisa menjelaskan ini lebih panjang lagi kepadamu. Aku harap kamu baik-baik saja dan bisa menemukan kebahagiaanmu suatu hari nanti.
Sincerely,
Armita
***
Proses penyelidikan, persidangan, dan berbagai tetek bengek lainnya memakan waktu yang jauh lebih lama dari apa yang mereka siapkan. Kalah ataupun menang, tidak ada yang bisa menentukan. Tidak akan pernah ada rasa puas yang datang, bagaimanapun hasil penyelidikannya nanti.
Kalah jadi abu, menang jadi arang. Tidak ada peribahasa yang lebih tepat untuk menggambarkan apa yang Armita rasakan. Mereka hanya bisa bergantung kepada apa yang Armita dua puluh tujuh tahun telah siapkan, bahkan hingga nyaris mengorbankan nyawanya sendiri demi mengungkapkan apa yang terjadi sepuluh tahun terakhir.
Radi menghela napas panjang, matanya menatap Armita dari ujung rambut hingga ujung kaki. Sekilas wanita itu tampak seperti Armita yang dulu, tetapi tidak ada satu pun dari mereka yang tahu sosok Armita mana yang mereka hadapi saat ini. Apakah Armita dua puluh tujuh tahun atau Armita tujuh belas tahun yang masih kehilangan ingatannya.
"Mit, bagaimana persiapanmu?"
"Baik, Rad." Armita mengangguk sekilas. Mereka akan berhadapan dengan tim pengacara yang Om Heru bawa untuk membelanya.
Armita dua puluh tujuh tahun membuat alibi dan jejak palsu untuk mengecoh dan mengelabui orang-orang di sekitarnya serta menjebak Om Heru agar masuk ke dalam perangkapnya. Apa yang orang-orang lihat, pria itulah yang menjadi dalang percobaan pembunuhan atas putri tirinya sendiri, sementara jauh di balik layar dan hanya orang-orang tertentu saja yang tahu, Armitalah sosok yang membunuh dirinya sendiri.
Tidak ada satu pun orang yang tahu, pada hari kecelakaan itu, Armita tidak hanya berusaha membunuh sosok dua puluh tujuh tahun itu secara harfiah, tetapi juga simbolis. Ini adalah awal yang baru baginya, lembar yang baru tanpa memori sepuluh tahun terakhir yang merusak jiwa dan raganya.
"Armita." Ezra memanggil namanya, wanita itu menoleh, tersenyum.
"Ezra." Ia balas menyapa, tangannya melambai sebelum kakinya berjalan mendekat. Tangannya menyelip di antara lekukan tangan pria itu. "Semuanya akan baik-baik saja, bukan?"
Pria itu menegang sesaat sebelum tersenyum. Kepalanya menunduk hingga bibirnya sejajar dengan telinga wanita itu. "Kapan memorimu kembali? Apa jangan-jangan kau tidak pernah kehilangan ingatan, Mit?"
"Apa yang kau bicarakan?" Sebentuk senyum kecil mengembang di bibir wanita itu. "Sebentar lagi kita akan melihat akhirnya. Dan pria itu?" Dagunya menunjuk ke sosok Om Heru yang tengah berdebat dengan pengacara yang ia bawa. "Akan segera mendapatkan ganjarannya."
Wanita ini adalah sosok yang Ezra kenal, sosok yang galak, licik, dan menyeramkan. Sosok perfeksionis angkuh yang tidak tersentuh itu perlahan kembali.
*****
Author Note:
Dear pembaca, pada akhirnya kita telah tiba di bagian paling terakhir dari The Missing Years.
Beberapa part atau bagian terakhir mungkin akan diedit kembali nanti sesuai dengan kebutuhan.
Bagian mana yang masih membutuhkan banyak penjelasan?
G
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top