Chapter 5 (Bencana)

Happy Reading
😉😉
***


Pukul 18.30

Bo Mi terus saja menggerutu kesal sepanjang perjalanannya menuju dapur. Ia sama sekali tidak menyangka kalau hari pertamanya ikut orientasi malah menyiksanya seperti ini. High heels sepertinya memang menjadi black list saat ikut acara seperti itu.

Salahkan ekspektasinya yang terlalu tinggi. Ia kira, ia akan mendapatkan perhatian lebih dari para mahasiswa tampan yang ada di sana. Setidaknya salah satu dari mereka tertarik padanya karena ia merasa sangat percaya diri ketika memakai high heels favoitnya itu.

Augh, menyebalkan. Kakiku lecet semua,” dengusnya kesal, lalu mendaratkan bokonghnya pada kursi di meja makan. Menenggak habis sekaligus sebuah minuman bersoda yang kini kalengnya sudah remuk di tangannya.

Tiba-tiba tubuh Bo Mi menegang, begitu mendengar ledakan sebuah tawa yang begitu keras. Mengusik ketenangannya petang itu.

“Suara siapa itu?” gumam Bo Mi pelan. Tubuhnya mulai menegang. Ketakutan mulai memenuhi batinnya. Pasalnya, yang ia tau, ia hanya sendirian di sana. Cho Rong berpamitan untuk pergi sebentar saat keduanya pulang dari kampus sejak pukul 4 sore.

Suara tawa itu semakin keras. memekakkan telinganya dan membuat tubuhnya semakin meremang.

Dengan langkah hati-hati, Bo Mi mulai melangkahkan kakinya memeriksa asal suara tersebut. “Mungkin saja itu hanya ulah iseng Cho Rong,” hiburnya dalam hati. Meski ia tau kalau itu mustahil.

Tawa itu semakin jelas terdengar dari dalam kamar Cho Rong. Tanpa menunggu ijin si pemilik kamar, Bo Mi membuka pintun itu perlahan.

Nihil

Tidak ada siapapun di dalam sana. Namun ada sesuatu yang sungguh menarik titik fokusnya.

Cermin itu.

Cermin yang kemarin sempat membuat sepupunya itu ketakutan bukan main karena sepertinya memang ada yang aneh dengan cermin itu.

Dengan diliputi rasa penasaran yang luar biasa tinggi, Bo Mi menghampiri ranjang Cho Rong di mana cermin itu tergeletak begitu saja. Ia memegangnya perlahan. Sejauh ini, semuanya aman. Ia bahkan bisa melihat pantulan wajahnya sendiri dari balik cermin tersebut.

Eomo! Wajahku pucat sekali,” ujar Bo Mi heboh. Melihat pantulan wajah pucatnya di cermin.

Namun tiba-tiba,

Akkhhhhh!

Prak

Bo Mi melempar cermin itu agar menjauh darinya, setelah melihat wajah yang ia yakini bukan wajah miliknya. Itu adalah wajah mengerikan yang selama ini menghantui hidup Cho Rong. Semenjak perjanjian itu mereka buat.

Tawa keras semakin menggema dalam rongga telinga Bo Mi. Membuat gadis cantik itu ketakutan bukan main. Membuatnya kalut dan berlari asal tanpa tau arah tujuan. Yang ia tau hanya, ia harus segera pergi dari kamar itu.

Bo Mi berlari sekuat tenaga yang ia miliki. Ketakutan terus membayanginya, seiring tawa keras yang entah bagaimana caranya selalu terdengar jelas di telinganya.

Ia Berlari hingga keluar rumah. Ia bahkan melupakan sandalnya. Tak memperdulikan kerikil tajam yang melukai kakinya. Tak memperdulikan mereka yang menatap aneh padanya. Bo Mi hanya tidak ingin mendengar tawa itu lagi, namun, semakin jauh ia berlari, semakin keras tawa itu terdengar.

Hingga akhirnya,

Tin tin

Brak

Segalanya seperti sebuah adegan film yang di putar lamban. Bo Mi merasakan tubuhnya seperti melayang tinggi setelah merasakan sesuatu menghantam keras tubuhnya. Membuat dadanya sesak, hingga benturan kedua yang tepat mengenai kepalanya membuat pandangannya menggelap. Ia tidak bisa merasakan apa-apa lagi.

***

Sementara itu, Cho Rong masih sibuk memperhatikan Ho Won yang tengah kesulitan membuka lokernya sendiri.

“Kau itu bodoh atau bagaimana? Password loker sendiri kau lupa?” dengus Cho Rong kesal. Pasalnya, ia sudah kepalang kesal karena terlalu lama menunggu. Ia sendiri mulai meragukan siapakah pemilik loker itu yang sebenarnya.

Camkanman. Sudah lama sekali aku tidak membukanya. Mungkin sudah berkarat,” elaknya. Mencoba untuk meredakan amukan Cho Rong yang semakin geram karena ulahnya.

Drtrrt drrtt

Ponsel yang berada di dalam tas kecil putih yang kini masih setia tergantung pada pundaknya bergetar. Sambil sedikit mendesis sebal, ia merogoh ponselnya di dalam tas.

Tak ada nama di layar ponselnya. Hanya ada sederet nomor yang pastinya tidak Cho Rong kenal. Keningnya mengernyit heran. Sementara Ho Won masih sibuk memikirkan password untuk membuka loker sialan itu, Cho Rong lebih memilih untuk menjawab panggilan asing tersebut.

Yeoboseyo?

“Cho Rong-ah!

Cho Rong membeku. Ia kenal suara itu. Suara Kim Halaboji. Dari suara yang ia tangkap, kabar buruk sepertinya telah terjadi.

“Kim Halaboji, ada apa? Kenapa anda panik?” tanya Cho Rong heran. Manik hitamnya sedikit melirik ke arah Ho Won yang ternyata masih sibuk mencocokkan password pada lokernya. Ia mendengus pelan.

Suara berisik mulai terdengar dari seberang telepon. Membuat Cho Rong semakin panik. “Bo Mi kecelakaan. Dia berada di UGD sekarang. Cepat ke sini!”

Seakan mendapatkan hantaman keras dalam perasaan Cho Rong. Ia refleks berlari menuju jendela kelas. Melompatinya dengan mudah, seperti seorang professional. Mengabaikan teriakan Ho Won yang memanggil namanya , karena gadis itu pergi secara tiba-tiba tanpa memberi tau  Ho Won yang saat itu masih sibuk dengan password lokernya.

Ia menggenggam ponselnya erat. Berlari melewati lorong kelas yang gelap tanpa memikirkan kamera CCTV yang sudah pasti telah merekam jejaknya di sana. Sungguh, persetan dengan CCTV itu. Cho Rong tidak peduli.

Sesampainya di gerbang depan, ia kembali melompat hebat. Tanpa melirik sedikitpun ke arah si penjaga yang rupanya sudah tertidur saat program acara musik yang tadi ia saksikan sudah sampai di penghujung acara.

Dengan langkah cepat, ia memberhentikan taksi yang untungnya lewat bertepatan saat kaki Cho Rong menginjak aspal jalanan. Ia kira, ia akan berlari sampai rumah sakit kali ini, namun Tuhan nyatanya masih berbaik hati padanya.

“Bo Mi-ya, bertahanlah,” gumam Cho Rong sepanjang perjalanan.

Ho Won tiba-tiba sudah duduk tenang di samping Cho Rong. Namun gadis itu mengabaikan kehadiran laki-laki kasat mata itu. Pikirannya tengah semerawut kali ini.

Ho Won tau, kalau Cho Rong kali ini sedang tidak ingin diganggu. Oleh sebab itu, ia hanya mengikuti gadis itu dalam diam. Seperti seorang anak kecil yang dimarahi ibunya karena ingin es krim saat sedang flu.

Taksi yang Cho Rong tumpangi, akhirnya berhenti di depan area pelataran rumah sakit.

Itu bukan rumah sakit biasa. Itu rumah sakit Universitas Seoul. Bo Mi dilarikan ke rumah sakit besar ini, yang berarti kecelakaan itu benar-benar parah. Pantas saja Cho Rong merasa sangat frustasi dan hilang kendali.

Setelah memberikan beberapa lembar won pada pengemudi taksi, tanpa melihat argo, Cho Rong bergegas masuk ke dalam ruang UGD. Menyapukan pandangannya untuk mencari keberadaan kakek sipit yang tadi menelponnya.

“Cho Rong-ah, kau sudah datang rupanya.” Kim Halaboji baru saja keluar dari toilet dan berpapasan dengan Cho Rong yang saat itu masih kebingungan mencari ruang rawat Bo Mi. Karena bertanya pada perawat, tidak terpikirkan sama sekali di dalam kepalanya. Ia terlalu kalut.

Cho Rong membuang napasnya lega, ketika akhirnya bertemu dengan kakek sipit itu. “Halaboji, bagaimana keadaan Bo Mi?” tanya Cho Rong pelan. Kedua kakinya mulai merasa lemas. Ia kelelahan karena terlalu lama berlari.

“Dokter masih sibuk menangani Bo Mi di UGD. Sepertinya parah, karena saat aku melihatnya, darah sudah mengotori kepala dan tubuhnya,” jelas kim Halaboji.

Chorong akhirnya terjaruh ke lantai. Kedua kakinya sudah tak mampu lagi berpijak. Apa yang harus ia katakan pada Shin Ahjumma nanti? “Bodoh.” Cho Rong merutuki keteledorannya kali ini. Seharusnya ia tetap bersama Bo Mi di rumah. Menjaganya dengan baik. Bukan malah mengikuti hantu dengan permintaan konyolnya.

Rasa di dadanya semakin sesak. Cho Rong menangkupkan kedua telapak tangannya pada wajahnya yang sudah kusut. Matanya mulai berair. Ia menyesal. Sangat menyesal.

“Sebenarnya apa yang sudah terjadi padanya?” tanya Cho Rong pada Kim Halaboji.

Kim Halaboji berdeham sebentar. “Aku tidak tau pasti. Tapi seorang pemuda yang menemukan Bo Mi mengatakan kalau dia berlari keluar rumah seperti sedang ketakutan. Ia berlari kencang, hingga akhirnya sepeda motor menabraknya, lalu kabur begitu saja,” tutur Kim Halaboji.

“Ketakutan? Pada apa?” Cho Rong kembali mengemukakan pertanyaannya.

Kim Halaboji menggeleng. “Molla. Aku tidak tau apa-apa karena aku sedang tertidur saat itu.”

Cho Rong kembali menghembuskan napasnya kasar. Ia mulai berpikir keras. Sebenarnya apa yang terjadi pada sepupunya itu?

Ho Won masih di sana. Berjongkok di samping Cho Rong yang frustasi. Ia tidak mengeluarkan suaranya sedikitpun. Namun terus memperhatikan gadis itu lamat-lamat.

Perasaannya mulai gelisah. Ia sedikit merasa bersalah. Tidak, sangat merasa bersalah, karena membuat gadis di sampingnya itu menangis tersedu.

Tanpa pamit, Ho Won akhirnya menghilang. Ia tidak tahan berlama-lama di sana. Toh, ia pun tidak bisa berbuat apa-apa. Semua salahnya. Ia yakin, Cho Rong pasti sangat membencinya dan tidak mau lagi bertemu dengannya karena masalah ini. Sepertinya ia harus merelakan reinkarnasinya, karena toh ia tidak bisa pergi ke alam baka.

“Cho Rong-ah, kau pulang saja. Ini sudah malam.” Kim Halaboji menyentuh bahu Cho Rong lembut. Menyadarkannya dari segala pikiran yang tengah berkecamuk di dalam kepalanya. “Aku sudah mengabari eomma-nya Bo Mi dan dia sedang dalam perjalanan kesini,” lanjutnya.

Lagi-lagi Cho Rong menghembuskan napasnya berat. Ini gila. Benar-benar gila. Perjalanan dari Daegu ke Seoul, itu bukan perjalanan singkat. Shin Ahjumma begitu nekat jika itu berurusan dengan putrinya. Dan hal itu sedikit membuat Cho Rong iri. Andai saja ibunya seperti Shin Ahjumma. Ia menepis jauh-jauh perasaan itu, lalu bangkit dari duduknya.

Arasseoyo, Halaboji. Aku akan pulang lalu akan ke sini besok pagi. Hubungi aku kalau ada kabar terbaru dari dokter.” Cho Rong membungkuk memberi hormat, setelahnya ia pergi dari sana dengan perasaan berat hati.

Sebenarnya, ia ingin berada di sana. Menunggu Bo Mi sampai selesai melakukan operasi. Namun urung ia lakukan, karena ia ingin mengecek apa yang sebenanya telah terjadi pada sepupunya itu.

***

Pukul 21.25

Cho Rong menghempaskan tubuhnya kuat-kuat ke atas kasur kamarnya, setelah selesai membersihkan tubuhnya.

Sesampainya di rumah tadi, ia tidak menemukan hal janggal yang terjadi di sana. Jendela tertutup rapat. Semua lemari masih terkunci dan tidak berantakan. Hanya pintu depan saja yang terbuka, dan itu terjadi pasti karena Bo Mi yang tak sempat menutup pintu saat berlari keluar.

Mustahil kalau ada pencuri yang datang untuk merampok rumah mereka, karena Bo Mi pandai berkelahi. Tidak mungkin perampok membuat Bo Mi ketakutan seperti apa yang dikatakan Kim Halaboji tadi.

Pikirannya kembali dipaksa keras untuk menemukan jawaban dari setiap hipotesis yang melayang-layang dalam pikirannya.

“Apa kabar sepupumu itu? Apa dia sudah mati?”

Sebuah suara dengan nada sinis menghamburkan lamunan Cho Rong. Gadis itu segera bangkit dari tidurnya. Memandang heran ke arah si gadis mengerikan. Entah bagaimana caranya, hantu itu tau soal keadaan Bo Mi.

“Apa maksudmu?”

Hantu itu tersenyum meremehkan. “Kau tau, siapapun yang melihat wujudku dari balik cermin tanpa membuat perjanjian akan mati. Itu kutukannya,” jelas hantu itu.

“Hantu sialan. Enyahlah kau dari sini!” Cho Rong berteriak kesal sambil melemparkan segala benda yang berada di atas meja belajarnya. Termasuk namu, si tanaman kaktus kecil yang ia bawa dari Daegu, karena itu tanaman favoritnya.

Ia kembali tertawa. “Namaku Eun Ji. Jung Eun Ji. Bukan hantu sialan.”

“persetan dengan namamu. Aku tidak mau tau sama sekali!”

“Waktumu tidak banyak, sayang. Selesaikan perjanjian itu hingga tanggal 6 bulan depan tepat pukul 6 pagi. Jika lewat dari tanggal itu, kau akan mati!” ancam hantu mengerikan itu, Jung Eun Ji, lalu menghilang dari hadapan Cho Rong.

Cho Rong akhirnya jatuh terduduk di atas lantai kamarnya. Ia kembali menangis sambil mengutuk hantu itu dengan sumpah serapahnya.

Benar kata Ho Won. Seharusnya, ia tidak perlu memperdulikan cermin sialan itu.

Cho Rong bangkit dari duduknya. Ia benar-benar marah kali ini. Meraih cermin sialan itu yang ternyata tergeletak begitu saja di dekat pintu kamarnya.

Ia berjalan menuju luar rumah, lalu melempar cermin itu asal ke jalanan. Tidak ada retak sama sekali pada cermin itu. Membuat Cho Rong semakin bingung, lalu segera kembali masuk ke dalam kamarnya. Mengabaikan cermin terkutuk itu.

“Tanggal 6 bulan depan. Itu berarti, aku hanya memiliki waktu 8 hari untuk memecahkan kasus ini. Sial.” Cho Rong kembali mendumal kesal. “Omong-omong, di mana Ho Won berada saat ini? Aku sampai mengabaikannya karena kejadian ini.”

***

Yahooo!!!
Noona gemesnya Dong Hyun balik lagi nih!!!
Mian lama nggak nongol.
Apa ada yang kangen?
Tidak ada?
Oke, baiklah.

Hum, hum, konflik udah makin melebar nih, guys.
Korban sudah mulai nampak.
Kira-kira, Cho Rong bisa nggak ya, menyelesaikan misinya?
Belum lagi soal Ho Won yang lagi ngambek gegara dicuekin.

Penasaran, gimana jadinya Eun Ji yang berperan menjadi hantu jahat?
Tungguin lanjutannya yak.

Saranghaeyo, yeoreobun!!!
Salam,
Aurelia

15 Juli 2017

P.S.
Btw, ada yang udah kelar nonton drama Ruler:Master of the mask?
Gimana menurut kalian?
Ada yang nggak bisa move on kaya aku?
Sumpah, aku kesel.
Berasa pengen edit ulang itu endingnya.
Yang udah nonton sampe abis, pasti tau kenapa.

See you on next chap, yeoreobun!!
😘😘❤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top