Chapter 17 (Let It Go)

Happy Reading
***


Cho Rong tengah sibuk menceritakan apa yang tengah terjadi pada dirinya dan Woo Hyun. Menceritakan tentang perjanjian itu dan kasus yang tengah mereka selidiki diam-diam.

"Kau bercanda?" ujar Jang Halabeoji tak percaya.

"Animnida, Halabeoji. Itu fakta. Aku membuat perjanjian dengan Eun Ji. Dia mengamuk, dan sekarang Woo Hyun Sunbae menghi-- Eun Ji-ssi!" Kalimat Cho Rong terpotong, saat netranya melihat hantu sialan itu datang tiba-tiba di dalam ruangan itu.

Jang Halabeoji menyapukan pandangannya ke seisi ruangan. Tidak ada siapapun kecuali dirinya sendiri dan Cho Rong di sana.

"Cho Rong-ah, kau kenapa?" tanya Jang Halabeoji bingung.

Eun Ji terlihat begitu lesu. Wajah piasnya semakin pucat. Pandangannya kosong. Tubuhnya hampir limbung kalau saja Cho Rong tidak sigap menahannya.

"Kau kenapa, Eun Ji-ssi?"

"Cho Rong-ah, Sung Gyu-- dia--" kalimat Eun Ji terbata. Ia sungguh tidak bisa berkata-kata lagi atas apa yang sudah ia dengar saat datang ke kediaman Sung Gyu tadi.

"Cho Rong-ah, apa Eun Ji benar-benar ada di sini?" Jang Halabeoji mulai penasaran. Sementara Cho Rong hanya mengangguk. Ia sibuk memperhatikan gelagat Eun Ji yang aneh.

"Eun Ji-ya, kau di sini? Kau bisa melihatku?" teriak Jang Halabeoji.

Eun Ji menatap Cho Rong dalam. "Pembunuhku, dia, Kim Sung Gyu," ujar Eun Ji pada akhirnya.

"Mworago?" seru Cho Rong refleks. Membuat Jang Halabeoji semakin penasaran karena tidak mengeri apa-apa.

"Cho Rong-ah, apa yang Eun Ji katakan? Apakah dia bisa melihatku?"

"Halabeoji, Kim Sung Gyu, dia yang sudah membunuh Eun Ji," papar Cho Rong. Menjelaskan apa yang baru saja dikatakan oleh Eun Ji.

"Laki-laki itu ada di sana. Laki-laki yang sering bersamamu," lanjut Eun Ji.

"Kim Sung Gyu sialan! Kau akan mati kali ini!" geram Jang Halabeoji, lalu tubuh rentanya segera keluar dari dalam ruangannya. Menyuruh beberapa anak buahnya untuk mendatangi rumah Kim Halabeoji.

Sementara Cho Rong sibuk membantu Eun Ji untuk berdiri. Meskipun ia sangat membenci Eun Ji, namun kenyataan melunturkan perasaan itu. Bukan Eun Ji yang membuat Woo Hyun menghilang. Melainkan Kim Halabeoji. Laki-laki tua yang sudah ia anggap sebagai kakeknya sendiri.

"Cepatlah ke sana. Laki-laki itu dalam bahaya," ujar Eun Ji mengingatkan. Membuat Cho Rong segera berdiri dan pergi meninggalkannya sendirian.

Sepanjang jalan Cho Rong hanya bisa menangis. Ia sangat takut jika hal buruk terjadi pada laki-laki yang sangat ia cintai itu.

***

"Kau, bagaimana bisa?" Woo Hyun masih menahan sakit pada tubuhnya yang terasa remuk.

Kim Halabeoji malah tertawa keras. "Tentu saja bisa. Aku, Kim Sung Gyu." ujarnya sombong. "Ah, Nam Hyeongsa-nim. Kau tau kenapa dia bunuh diri?"

"Tutup mulutmu, kakek tua. Jangan sebut nama kakekku!" teriak Woo Hyun kesal.

"Kau. Kau penyebab kematiannya. Aku yang menyuruhnya untuk bunuh diri jika tidak ingin kau mati. Bukankah itu menyenangkan?!" papar Kim Halabeoji. Membuat Woo Hyun semakin emosi.

"Kau gila! Kau berengsek!" teriak Woo Hyun kalap. Terus berontak agar bisa terlepas dari ikatan sialan ini.

Brak

"Kim Sung Gyu, kau sudah dikepung. Menyerahlah." Seorang polisi membobol pintu rahasia milik Kim Halabeoji. Ia masuk sambil menodongkan pistolnya. Diikuti beberapa polisi di belakangnya.

"Hah, sepertinya permainan harus berakhir di sini." Kim Halabeoji bangkit berdiri. Lalu tiba-tiba menusukkan sebilah pisau ukir berukuran sedang ke arah perut bagian samping Woo Hyun. Membuat laki-laki itu kembali mengerang kesakitan. Membuat urat-urat menonjol keluar karena rasa sakit yang teramat.

Polisi itu segera menahan Kim Halabeoji. Memborgolnya tanpa aba-aba lagi.

Plak

Tamparan keras berhasil mendarat di wajah keriput Kim Halabeoji. "Kau sialan! Apakah kau tidak menyesal sudah membunuh Eun Ji? Kau, kau masih berani hidup?! Makhluk terkutuk!" rutuk Jang Halabeoji kesal. Memaki Kim Halabeoji sepuasnya atas kematian Eun Ji.

"Tutup mulutmu, pengkhianat. Aku tidak akan pernah menyesal! Ingat itu!" ujarnya, lalu tersenyum menyombongkan diri.

Jang Halabeoji hampir saja meninju wajah Kim Halabeoji untuk yang kedua kalinya, kalau saja para anak buahnya tidak menahannya.

Emosi sudah sampai di puncak kepala Jang Halabeoji. Membuatnya semakin murka karena tak ada sedikitpun rasa penyesalan di hati manusia terkutuk itu.

Tubuh tuanya limbung ke lantai. Untung saja anak buahnya masih memeganginya, jika tidak, dinginnya lantai akan menyentuh tubuhnya.

"Kepala Jang, kau baik-baik saja?"

"Eun Ji-ya... Mianhae." Jang Halabeoji menangis terisak.

Sementara beberapa polisi yang datang segera membawa Woo Hyun masuk ke dalam ambulance. Memberikan pertolongan pertama pada luka tusuknya. Sedang ia sudah tak sadarkan diri seiring dengan deru ambulance yang membelah Kota Seoul tengah malam.

Tubuh Woo Hyun yang bersimbah darah segera dibawa ke ruang UGD, untuk menerima perawatan atas luka-luka yang ia terima.

***

"Halabeoji, di mana Woo Hyun Sunbae?" Cho Rong datang dengan peluh yang membasahi tubuhnya. Ia sungguh sangat khawatir sampai membuatnya merasa gila karena tidak tau kabar laki-laki itu.

Jang Halabeoji masih duduk di atas kursi makan kediaman Kim Halabeoji. Ia masih syok. Rambut kelimisnya kusut. Raut wajahnyapun kusut. Ia sangat tidak bisa mempercayai fakta yang tengah ia hadapi.

Puluhan tahun ia berusaha untuk menguak misteri ini. Menemukan siapa pembunuh Eun Ji. Fakta sudah di depan mata, namun sulit rasanya untuk mempercayainya.

Seperti ilusi. Jang Halabeoji benar-benar kebingungan.

Cho Rong mengguncang lengan keriput itu, agar kehadirannya dilihat. "Halabeoji, di mana Woo Hyun Sunbae?"

"Oh-- ah, Cho Rong-ah, mianhae. Aku hanya sedang frustasi," ujar Jang Halabeoji. "Dia di rumah sakit. Ayo aku antar kau ke sana," sambungnya.

Cho Rong menggeleng. "Tidak, Halabeoji. Aku bisa sendiri. Kau beristirahatlah. Aku tau bagaimana perasaanmu saat ini," ujar Cho Rong tenang. "Aku pergi, nanti aku kabari, Halabeoji."

Cho Rong kembali melangkah keluar rumah terkutuk itu. Memberhentikan taksi agar bisa segera tiba di rumah sakit.

Hatinya kembang kempis. Ia was was. Takut jika terjadi sesuatu yang buruk padanya.

Ho Won tiba-tiba muncul. Duduk tenang di samping Cho Rong. Menggenggam tangan gadis itu agar tenang. "Gwaencanha. Kkeokjeongma," ujarnya pelan. Tanpa perlu melirik ke arah Cho Rong yang sudah memandangnya terlebih dulu.

Perasaan Cho Rong mulai merasa nyaman. Ada Ho Won di sana yang akan menenangkannya.

Taksi berhenti tepat di depan pelataran rumah sakit. Cho Rong turun dari sana setelah memberikan beberapa lembar won.

Ia masih merasa cemas, namun Ho Won masih terus menggenggam erat tangannya. Tak peduli dengan hawa dingin yang membuat tangannya seperti membeku.

"Di mana pasien bernama Nam Woo Hyun berada?" tanya Cho Rong sedikit panik

Sang resepsionis mengecek daftar nama pasien. "Dia masih berada di ruang UGD. Ruangannya ada di sana," tunjuk sang resepsionis.

"Kamsahamnida," ujar Cho Rong lalu segera berlari menyusuri lorong menuju ruang UGD yang masih tertutup.

Ia menyandarkan tubuhnya pada dinding rumah sakit. Menghentak-hentakkan kakinya di atas lantai. "Ho Won-ah, aku takut."

Ho Won menatap Cho Rong lembut. "kkeokjeongma, na yeogi isseo. Dia akan baik-baik saja," ujarnya. Mengelus wajah gadis itu lembut. Memberikan ketenangan padanya.

Bermenit-menit Cho Rong menunggu. Pintu ruang UGD belum juga terbuka. Cho Rong sudah mendudukkan bokongnya di atas kursi di samping pintu. Hatinya masih was-was

Ia menyandarkan kepalanya pada bahu Ho Won. Tubuhnya sungguh terasa letih. Kaku untuk digerakkan. Ia kehabisan tenaga karena terlalu lama menangis.

Pintu ruangan terbuka. Seorang dokter keluar dari dalam sana.

Cho Rong segera bangkit. "Dokter, apa Woo Hyun Sunbae baik-baik saja?" tanya Cho Rong memburu.

Sang dokter tersenyum cerah. "Jangan khawatir. Untung saja luka tusukan itu tidak dalam. Terjadi sedikit retak pada tulang iganya. Ia harus istirahat total."

Brankar yang membawa tubuh Woo Hyun yang tengah tertidur keluar dari dalam ruangan. Dibawa oleh dua orang perawat cantik.

"Kami akan menempatkannya di ruang khusus. Kau tidak perlu khawatir, karena kami akan selalu memantau perkembangannya," tutur sang dokter.

Kedua kaki Cho Rong terasa seperti jelly. Melihat wajah yang biasanya terlihat tampan mempesona, kini terlihat sayu dan pucat. Perban mengelilingi tubuh telanjangnya. Jarum infus tertanam di punggung tangan kirinya. Bagaimana Cho Rong bisa berhenti khawatir jika seperti ini?

Sang dokter untungnya mengijinkan Cho Rong untuk masuk dan melihat keadaan Woo Hyun dengan dekat.

Ia mendudukkan bokongnya di atas kursi yang terletak tepat di samping pembaringan Woo Hyun.

"Sunbae, mianhae," cicit Cho Rong pelan. Sambil menggenggam tangan yang terasa begitu dingin. "Maafkan aku. Karena aku sudah membawamu pada kondisi buruk seperti ini."

Cho Rong masih saja bergumam pelan. Membiarkan tangisnya pecah. Meski dokter berkata kondisi Woo Hyun tidak terlalu buruk, namun tetap saja itu membuat Cho Rong was-was.

Batinnya sungguh terasa ngilu.

Ho Won masih di sana. Ia hanya bisa diam memperhatikan. Ia tidak ingin mengganggu mereka. Meski Ho Won diam-diam sudah menaruh hati pada gadis itu, Ho Won tidak bisa memaksakan egonya, karena mau bagaimana pun juga, mereka berbeda. Ia sudah mati, sedang Cho Rong masih hidup.

Ho Won ikut menaruh rasa sakit dan sesak di dadanya.

Ho Won benar-benar merasa frustasi.

***

TBC


Uhhuhhh, lagi baik, jadinya fast update.
Gimana part ini?
Udah tenang apa masih tegang???

Jan lupa vomment kalian, yeoreobun!!!

Salam,
Aurelia

24 November 2017

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top