Chapter 10 (Confession)

Atas kengaretannya, mianhaeyo
Happy Reading
😘😘😘
***

Pukul 09.13 KST
Rumah Kim Halaboji

Cho Rong kini tengah duduk di atas kursi makan yang terletak di dekat dapur bersama Kim Halaboji dan Woo Hyun.

Lima menit yang lalu mereka baru saja selesai sarapan. Menyantap sup ikan dan japchae buatan Kim Halaboji yang menurut Cho Rong sangat enak.

Kini mereka tengah berada di tengah perbincangan yang sangat pribadi. Salahkan Woo Hyun yang terlalu ingin tau, hingga menanyakan perihal kematian seorang siswi 30 tahun yang lalu.

"Kau mengenal gadis itu kan, Halaboji?" tanya Woo Hyun.

Kim Halaboji mengangguk. Begitu melihat foto seorang gadis di hadapannya. Itu foto gadisnya. Jung Eun Ji.

"Dari mana kau mendapatkan foto itu?" tanya Kim Halaboji penasaran.

"Aku mendapatkannya dari kakekku. Dia yang dulu memegang kasus pembunuhan itu."

"Eoh, Hantu itu!" Cho Rong refleks berteriak saat melihat foto tersebut. Gadis berseragam yang sangat mirip dengan hantu mengerikan itu.

"Kau mengenalnya?" Woo Hyun angkat bicara.

"Anieyo. Aku hanya tau sedikit saja dari Shin Ahjumma," dustanya. Ia merutuki kelancangan mulutnya saat ini. Hampir saja ia ketahuan kalau ia tidak normal di hadapan Woo Hyun.

Woo Hyun mengangguk. Kim Halaboji bungkam.

"Dia kekasihku. Saat kami masih sama-sama SMA."

"Mworaguyo? Kekasih?" Cho Rong semakin tidak bisa mengkontrol suaranya sendiri. Ini berita baru. Mungkin saja informasi tersebut bisa membantunya terbebas dari hantu sialan itu. "Jadi, kalian sama-sama lulusan SMA Gyeongbuk?"

Kim Halaboji mengangguk. Kini giliran Woo Hyun yang bungkam. Dalam hatinya ia menaruh banyak pertanyaan. Sejauh mana kakek tua itu mengenal gadis yang sudah lama meninggal dan menyimpan misteri tak terpecahkan hingga detik ini.

"Kau tau sesuatu tentang alasan meninggalnya gadis itu?" Woo Hyun mulai semakin penasaran.

Kim Halaboji menggeleng pelan. Wajahnya tertunduk sedih. "Tidak. Aku sudah putus dengannya beberapa hari sebelum dia meninggal," jelas Kim Halaboji.

"Apa kau mencurigai seseorang?"

"Aigoooo, sudahlah. Kita ke sini untuk sarapan. Bukan untuk mengintrogasi." Cho Rong menyela obrolan mereka, karena Eun Ji sudah ada di sana. Berdiri si sampingnya. Menatap sendu laki-laki paruh baya di depan sana.

Woo Hyun mendecak kesal. Ia sebenarnya sangat penasaran dengan misteri itu. Karena misteri itu sudah membuat kakeknya frustasi hingga di hantui rasa bersalah dan akhirnya memutuskan untuk mundur dari kepolisian dan gantung diri.

Mengenaskan.

Sangat.

"Aratta."

***

Pukul 13.52 KST

Mobil Audi putih milik Woo Hyun melaju cepat menuju SMA Gyeongbuk. Woo Hyun menggaruk kepalanya frustasi. "Arghhhhh, michingetta!"

"Sunbae, berhati-hatilah! Kau mau membunuhku?" Cho Rong ikut berteriak frustasi karena mobil yang Woo Hyun kendarai melaju sangat cepat

Sial.

Chorong sungguh tidak ingin mati muda.

"Kenapa kau menyudahi pembicaraan kami tadi?" ujar Woo Hyun kesal.

Cho Rong membuka mulutnya. "Ah, soal itu--" Ia tiba kehabisan kata. Otaknya mendadak buntu. Tidak mungkin ia mengatakan kalau Eun Ji selalu saja mengawasinya. Bisa-bisa Woo Hyun malah lari ketakutan dan menjauhinya. "Mollayo." Bahu Cho Rong terangkat, lalu segera membuang pandangan ke arah jalanan di kanannya.

"Kau jangan mangacaukan usahaku kali ini. Cukup ikuti saja aku. Arachi?!" Woo Hyun memarkirkan mobilnya di depan gerbang SMA Gyeongbuk. Membuka seatbelt-nya, lalu keluar dari dalam sana. Diikuti Cho Rong di belakangnya.

"Umh, arasseoyo, Sunbae." Wajah Cho Rong tertekuk. Ia sungguh bingung bagaimana harus memecahkan masalahnya sendiri, sedang Eun Ji selalu saja datang mengganggunya.

Ini masih hari sekolah, karena itu, keadaan di sana sedang ramai. Banyak siswi yang nekat keluar dari dalam kelas, hanya untuk melihat Woo Hyun yang saat itu tengah mengenakan sebuah kaos putih body fit yang mencetak jelas otot-otot sialan yang membuat Cho Rong juga ikut lupa bagaimana caranya bernapas.

Sepanjang lorong kelas, Cho Rong hanya menemukan kebisingan dan gangguan dari penghuni lain sekolah tersebut.

Andai saja ia bisa memilih, ia sungguh ingin mengarungi Sunbae-nya itu. Agar hanya ia saja yang bisa menikmati indahnya wajah tampan itu serta menariknya otot-otot itu.

Langkah Woo Hyun terhenti di depan ruang guru. Cho Rong ikut berhenti, namun tidak ikut masuk ke dalam sana.

Woo Hyun sudah memberikannya tatapan sinis, yang tentu saja membuat Cho Rong enggan untuk ikut masuk ke dalam sana.

Cho Rong hanya bisa menarik napasnya berat. Mendudukkan bokongnya di sebuah kursi panjang di samping pintu ruang guru.

"Jogiyo, apakah kalian siswa baru di sini?"

Seorang gadis cantik dengan surai kecoklatan yang dikepang, datang mendekati Cho Rong. Membuat gadis itu diam sesaat. Lalu meraba wajahnya. "Apa aku terlihat seperti anak SMA?"

"Ah, mianhae, Eonni. Bukan kau, tapi dongsaeng tampanmu itu." Gadis cantik itu menunjuk ke arah Woo Hyun yang terlihat dari balik jendela dengan dagunya.

"Dongsaeng? Ya! Dia bukan dongsaeng-ku!" Cho Rong mulai terpancing emosi. Berani sekali gadis itu mengatainya tua secara tidak langsung. "Dia namja chingu-ku. Wae? Kau menyukainya?" Cho Rong sudah berdiri sambil meletakkan kedua tangannya di atas pinggang. Kedua matanya melotot kesal. Membuat gadis bernama Kim Ji Yeon itu tertunduk ketakutan.

"Mianhaeyo, Eonni. Aku hanya bertanya. Mianhaeyo." Gadis cantik namun menyebalkan itu segera berlari menjauh, setelah memberikan penghormatan sebagai tanda permintaan maafnya.

Brak

sementara itu, Woo Hyun tiba-tiba saja terjatuh setelah seorang guru mendorongnya agar keluar dari ruangan itu. Wajah laki-laki paruh baya itu terlihat memerah karena menahan emosi, sedang wajah Woo Hyun terlihat sangat frustasi, Cho Rong segera mendekati Woo Hyun dan membantunya berdiri.

"Pergilah kalian. Kasus itu sudah lama ditutup. Jangan tanyakan lagi soal kasus itu!" bentak sang guru, lalu menutup pintu tersebut kencang. Membuat Cho Rong dan Woo Hyun menahan napasnya sesaat.

"Gwaencanhayo, Sunbae?" tanya Cho Rong khawatir.

Woo Hyun tersenyum. "Nan gwaencanha, kkeokjeongma."

Sesaat kemudian, Cho Rong melepaskan tautan tangannya pada lengan Woo Hyun, begitu netranya menangkap kehadiran sosok yang sudah lama sekali tidak ia lihat.

"Ho Won-ah!" ujar Cho Rong pelan.

Benar. Ada Ho Won di sana. Laki-laki kasat mata itu akhirnya kembali memperlihatkan dirinya di depan Cho Rong. Namun ia sama sekali tidak angkat bicara. Ia hanya diam memperhatikan Cho Rong dari kejauhan. Membiarkan air matanya jatuh mengalir membasahi pipinya.

"Ho Won-ah!" Cho Rong kembali berteriak. Kali ini dengan suara yang lebih keras, karena Ho Won malah melangkahkan kakinya menjauhi Cho Rong. Mau tidak mau, Cho Rong segera berlari mengejarnya. Ia tidak ingin kehilangan Ho won lagi.

Seperti sedang menyusun puzzle, Cho Rong belum bisa menentukan posisi yang tepat untuk Ho Won di dalam hatinya.

Meski terkadang hantu itu menyebalkan, namun Cho Rong tidak akan pernah memiliki kehidupan yang lebih berwarna jika tidak bertemu dengan hantu itu.

Cho Rong melangkahkan kedua kakinya dengan kecepatan penuh untuk menaiki tangga menuju lantai dua. Diikuti Woo Hyun di belakangnya sambil terus berteriak.

"Cho Rong-ssi, waegeurae?"

Cho Rong sama sekali tidak memperdulikan woo Hyun, ia masih terus berlari mengejar Ho Won, hingga akhirnya sampai di lantai yang paling atas.

Atap.

"Ho Won-ah, jebal. Jangan tinggalkan aku lagi." Wajah Cho Rong memelas. Memohon agar hantu itu tidak pergi meninggalkannya lagi. "Bukankah aku sudah berjanji padamu, kita akan menyelesaikan misi ini bersama?"

"Jangan pikirkan aku lagi, Cho Rong-ah. Aku selalu mengundang hal buruk pada kehidupanmu. Selalu membuatmu susah dan menangis. Mianhae."

Ho Won berdiri tepat di pinggir gedung. Membuat kepala Cho Rong mendadak sakit, memikirkan kemungkinan yang akan terjadi. Bisa saja hantu itu mati untuk yang kedua kalinya dan tidak pernah kembali lagi. Tidak, memikirkannya saja, Cho Rong sudah tidak sanggup.

"Jebal, ireohke hajima. Kecelakaan itu tidak ada sangkut pautnya denganmu. Bo Mi sekarang sudah tidak apa-apa. Kembalilah, Ho Won-ah, jebal."

Woo Hyun hanya bisa diam, melihat gadis itu menangis sambil memohon seperti itu. Menyebut nama yang sama seperti saat sedang berada di rumah sakit. Woo Hyun tidak menegenal si pemilik nama tersebut, namun itu sungguh sangat menyiksa batinnya. Gadis yang diam-diam ia kagumi, ternyata mencintai laki-laki lain.

Kedua tangannya terkepal erat. Woo Hyun menarik napasnya dalam, lalu berjalan cepat menemui Cho Rong. "Cho Rong-ssi, sadarlah. Kau kenapa?" teriak Woo Hyun, sambil mencengkram kedua bahu Cho Rong erat, lalu mengguncang-guncang tubuh itu.

Cho Rong berusaha untuk melepaskan cengkraman tangan Woo Hyun, namun cengkraman itu terlalu kuat. "Ho Won-ah, jebal. Jangan pergi!"

"Cho Rong-ah! Sadarlah!" kali ini teriakan Woo Hyun semakin keras. Membuat Cho Rong tersentak kaget, lalu bungkam. Dia seribu bahasa. Menatap manik hitam yang basah di hadapannya.

Woo Hyun, laki-laki itu, menangis di hadapannya.

"Sunbae, waegeuraeseumnika?" Cho Rong menyentuh lembut pipi kanan Woo Hyun. Menyeka air mata laki-laki itu agar tidak menetes semakin banyak.

Woo Hyun langsung mendekap erat tubuh Cho Rong. Dadanya terasa semakin sesak. Kembali mengingat bagaimana gadis itu berteriak karena takut kehilangan seseorang bernama Ho Won. "Ireohke hajima, jebal. Tetaplah bersamaku."

"Sunbae--"

"Saranghae, Cho Rong-ah."

***

Woo Hyun mengemudikan mobil Audi putihnya dengan perasaan canggung. Ia sama sekali tidak berniat untuk mengungkapkan perasaannya saat itu juga. Ia bahkan ingin mengutuk dirinya sendiri karena sudah mengatakan apa yang seharusnya tidak ia katakan dalam waktu dekat ini.

Merasa aneh dengan suasana yang mendadak hening, Woo Hyun lantas menyalakan radio yang berada di dashboard mobilnya.

Suara merdu Kim Sung Gyu dengan lagu solonya bertajuk 'I Need You' mulai menggema mengisi keheningan di dalam mobil itu.

Alih-alih membuat suasana menjadi lebih cair, lagu itu malah semakin membuat rasa canggung di antara keduanya meningkat.

"Umh, Sunbae--"

"Ne?"

Cho Rong kembali berpikir sejenak sebelum melanjutkan apa yang ingin ia utarakan.

"Bukankah lebih baik radio itu dimatikan saja?" ujar Cho Rong pelan.

"Ahh." Woo Hyun buru-buru menekan tombol off pada radionya. Membiarkan keheningan kembali menggerayangi keduanya.

Cho Rong membuang pandangannya keluar jendela, sedang Woo Hyun sibuk menatap jalanan yang sudah gelap.

Keduanya tengah sibuk mengatur ritme jantungnya yang terasa tak beraturan.

***

TBC

Yeoreobun, annyeong!!!
Mian, karena lama gak nongol.
Kalo boleh jujur, aku sama sekali kekurangan waktu buat fokus ngerjain project ini.
Dunianya nyata memang menyeramkan kalau sudah egois.

Hummm, niat aku, FF ini bisa cepet kelar sebelum akhir tahun.
Karena di awal tahun nanti aku mau nyiapin ff baru.

Doakan semoga aku bisa cepet kelarin ff ini ya..

Aku tunggu vomment kalian.
Salam,
Aurelia
15 Oktober 2017

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top