Mr. Pig - chasperr
Nishijima Naoto (Nao)
Yamada Ikimura (Ikimura)
Akihiko Shouta (Shouta)
Na Jaemin (Jaemin)
(author : chasperr)
✨
Nishijima Naoto seorang pelajar SMA. Panggilannya Nao. Nama boleh pria, tapi ia mempunyai kelamin wanita. Walau disangka part time-nya gigolo karena wajah mirip seperti pria kemayu, sebenarnya pekerjaannya tidak jauh dari menjaga rental kaset seberang stasiun.
Barulah teman di sebelahnya ini sungguhan pekerja gigolo meski hanya dapat shift beberapa jam karena seorang pelajar. Yamada Ikimura namanya. Pria asli, tidak homo. Naksir anak sekolah sebelah.
Nao dan Ikimura duduk di sebelah mesin minuman dingin setelah olahraga. Berniat untuk menurunkan suhu badan sebentar sebelum ganti baju. Ikimura baru saja akan berbicara pada Nao, tapi teman-temannya datang. Nao melirik memperhatikan Ikimura gelagapan menanggapi banyak pertanyaan yang diserang oleh teman-temannya perihal tertangkap basah masuk ke klub gigolo jam sepuluh malam.
Lalu pembicaraan itu terdengar seperti candaan jorok khas anak laki-laki. Nao menarik diri tidak betah, beralasan mengganti bajunya.
Ikimura mengiakan tidak nyaman.
*
Menunggu guru tiba, Ikimura mendekati meja Nao. Jangan membayangkan meja Nao ada di samping jendela layaknya anime shoujo. Musim panas begini bangku di dekat jendela paling sial, paling kena imbas cahaya matahari. Ikimura dapat bangku di sana, dan Nao duduk paling depan dekat dengan meja guru. Alasan duduk di depan karena mata wanita itu minus. Bukan pintar.
Yang pintar itu Ikimura. Nao? Dapat kelas musim panas tahun ini. Jadi ia tidak bisa liburan. Kasihan.
Ikimura mengetuk meja Nao dengan jari, menyapa pemilik yang mendengarkan lagu. Ketika Nao melepas sebelah earphone, Ikimura bertanya, "Pulang sekolah mau makan es serut?"
"Makan es serut atau mau lihat perempuan yang kau taksir itu?" Nao terlalu tepat sasaran sampai Ikimura menggaruk kepalanya salah tingkah.
"Kali ini aku berniat untuk meminta Line-nya." Ikimura membara sama seperti matahari terik di luar sana.
Tapi Nao tidak merasakan efek on fire temannya. "Jangan lama. Aku ada shift lembur," balas wanita itu seadanya.
Sampai di situ saja mereka berbicara, padahal guru belum tiba. Alasannya karena waktu kelas 10 mereka terlalu dekat sampai diterka berpacaran, padahal masing-masing punya orang yang ditaksir. Jadi tahun kedua ini mereka membatasi diri. Takut juga kalau sungguhan naksir satu sama lain.
*
"Wah, sayang sekali. Padahal musim panas ini, wali kelas berencana untuk mengajak satu kelas liburan ke Okinawa. Semuanya setuju, kau saja yang tidak bisa ikut." Ikimura menerima mangkuk es serut keduanya. Matanya curi-curi pandang ke arah gerbang sekolah putri di seberang. Menunggu pujaan hati muncul.
"Mau bagaimana lagi. Nilai sastraku buruk." Nao mendengus sambil mengaduk es serutnya setengah minat.
"Terus bagaimana dengan part time? Berhenti saja?" tanya Ikimura sedikit penasaran.
"Aku mau membicarakan ini dengan bosku nanti. Semoga saja dia mau mengerti. Mungkin aku akan cuti dulu selama kelas musim panas."
"Mau kubawakan oleh-oleh dari Okinawa tidak?" Ikimura mencoba untuk membuat suasana hati temannya lebih baik. Nao menatapnya curiga. "Tidak, kali ini aku tidak akan memberikan obat penambah berat badan seperti natal tahun kemarin. Aku serius." Ikimura mengeluarkan tanda peace.
Nao kembali mengalihkan matanya pada es serutnya sendiri. "Apa saja yang bisa dipakai sehari-hari."
"Beha?"
"Beha gundulmu!" Sendok melayang menuju jidat Ikimura, bibi di van mobil penjual es serut tertawa mendengar pembicaraan mereka. Lalu tidak lama pujaan hati Ikimura keluar dari gerbang sekolah.
*
Pulang dari tempat part time-nya, Nao membalas pesan Ikimura yang terlihat antusias bercerita soal chat-nya dengan Hikariㅡnama perempuan yang ditaksir Ikimura. Dengan satu tangan yang mengambil onigiri untuk dibawa ke meja kasir, Nao mengejek temannya itu dengan pesan budak cinta ala-ala anak zaman sekarang.
Lalu Nao duduk di depan kombini menikmati makan malam seadanya. Toko kelontong, majalah, kedai makanan mulai bersiap untuk tutup. Walau masih satu wilayah bagian barat dengan Tokyo, tapi Hachioji bukan kota yang hidup 24 jam. Nao sedikit beruntung dengan ini. Beda lagi dengan pekerjaan Ikimura. Profesi mereka sih, memang aktif malam-malam tinggi.
Menyuap satu gigitan terakhir onigirinya, mata Nao tertuju pada kedai makanan khusus babi di ujung jalan. Mr. Pig namanya. Ada maskot di samping toko yang melambai pada jalanan sepi. Dulu ia mengira maskot itu dalamnya robot, tapi baru masuk SMA ia dan Ikimura tahu kalau di dalam maskot itu ada orangnya. Sesosok pria, kurus, mungkin seumuran dengannya. Tingginya juga kurang lebih sama dengan Ikimura.
Pria itu yang ditaksir Nao. Sampai sekarang ia tidak tahu namanya. Maklum, ia perempuan, malu-malu anjing kalau kata Ikimura. Soalnya Nao sama sekali tidak terlihat seperti kucing. Wajahnya memang mirip anjing chihuahua. Serius.
Nao tidak pernah mengunjungi kedai makanan di sana. Harganya mahal, sementara orangtuanya adalah tipikal ekonomis. Jadi ia hanya meneguk liur kalau lewat kedai itu karena aromanya yang memang menggiurkan. Kapan-kapan ia akan mencuri uang Ikimura karena gaji pria itu tidak wajar untuk seumuran anak SMA.
Pemilik Mr. Pig seorang kakek kisaran usia enam puluhan dan Nao berpikir sepertinya pria itu cucunya yang ditinggal oleh orangtuanya bekerja ke ibu kota. Pemikiran ala sinetron memang. Selain nama pria itu yang tidak ia ketahui, ia penasaran dimana sekolahnya. Mungkin saja ia akan seperti Ikimura nongkrong di jajanan sekolah lain demi melihat pujaan hati lalu berakhir chatting-an dan menyatakan cinta happy ending-nya berpacaran.
Duh, berkhayal memang nikmat.
Maskot itu bergerak membuka kepala babinya. Keluarlah sang pria yang dipuja Nao. Sambil curi-curi pandang dari ponsel, Nao memperhatikan pria itu mengibaskan kaosnya beberapa kali merasa gerah. Sepertinya kedai mereka mau tutup karena kakek pemilik keluar berbicara dengan pria itu.
Tapi benar kata orang, ekspektasi sering tidak sesuai dengan realita.
Karena, mana ada seorang kakek menendang cucunya dengan kaki lalu diludahi? Kecuali dia memang gila, atau semacamnya.
Sialnya, kejadian itu hanya Nao yang melihat.
*
Nao bolak-balik di kasurnya sendiri. Ia belum tidur padahal jam sudah menunjukkan dua pagi. Kejadian tadi menganggunya. Sampai ia duduk dari posisi tidurnya dan memangku wajah. Ia memulai cocokloginya lagi.
"Anak pungut?" Nao menerka. "Orang gembel yang meminta pekerjaan pada si kakek?" Nao menerka lagi. "Atau jangan-jangan kakek itu mucikari?" Terus menerka sampai menggaruk kepalanya stres.
Nao membuka ponsel, jam segini biasanya Ikimura baru pulang dari tempat kerja. Ia berpikir untuk menceritakan apa yang ia temukan, tapi diurungkannya karena ia berpikir mungkin ia salah lihat.
Hari berikutnya, berikutnya, dan berikutnya, sampai satu minggu berlalu, Nao cemas. Dan semakin yakin, ia tidak salah lihat. Semua video pendek yang coba ia rekam ketika kejadian kakek memukul pria itu ia lihat ulang. Semuanya terlihat nyata. Otaknya berpikir ia harus melakukan sesuatu, tapi tidak berani. Mengambil satu langkah yang salah hanya akan membuatnya dalam masalah.
Saking terpuruknya ia dengan hati yang bimbang, guru sastranya menemukan Nao menyandarkan kepala ke dinding lorong sekolah. Terlalu mencolok menemukannya di sana karena banyak siswa memperhatikan wanita itu seperti kerasukan setan musim panas. Ikimura saja angkat tangan dengan tingkah wanita itu satu minggu belakangan.
"Mau ngobrol soal kelas musim panasmu nanti?" Nao mendongak ketika seseorang menepuk bahunya. Akihiko Shoutaㅡguru sastra, memandangnya dengan ekspresi menyelidik.
*
"Kenapa urusan begini malah dipendam sendiri?" Shouta bertanya. Nao mengusap tengkuk.
"Bingung, Pak," balas Nao seadanya. Orang lain mungkin akan melihat Nao dengan gurunya sedang kencan di kedai Mr. Pig. Romansa klise siswa dan guru yang sering terjadi di komik rating dewasa plus plus. Namun kenyataannya, Shouta melakukan tindakan impulsif setelah Nao menunjukkan semua video yang terjadi di dalam Mr. Pig, yaitu membawa Nao makan bersama di sana.
Nao bingung antara bahagia karena akhirnya bisa makan di kedai itu atau makin frustrasi memikirkan masalah lain yang akan muncul di luar kendalinya.
Nao memesan menu yang sama dengan gurunya. Setelah berbicara sedikit soal kelas musim panas, Shouta berkata entah pada siapa. "Maskotnya hari ini tidak ada di depan kedai. Apa karena kedai hari ini ramai, jadi butuh tenaga kerja ekstra, ya?"
Nao diam. Merasa tidak digubris, Shouta menatapnya. "Kau takut?"
Ya menurutmu wajahku begini bisa dilihat bahagia? "Sedikit, Pak." Kalau di depannya ini Ikimura, Nao akan membalas apa yang ada di dalam pikirannya. Sayangnya bukan. "Aku takut kita pulang tanpa badan," lanjut Nao.
Shouta mendengus sedikit tertawa. "Sebelum ke sini, aku sudah memberitahu temankuㅡseorang polisi. Dia patroli sekitar sini. Kukatakan kalau sampai besok aku tidak ada kabar, datanglah ke kedai Mr. Pig."
Bukannya lega, Nao semakin dibuatnya tegang dalam bisu. Ekspresi Nao mencoba untuk tersenyum walau hasilnya memang terkesan dipaksa. Masam begitu.
Tidak lama, makanan mereka datang. Beruntungnya yang memberikan makanan mereka adalah pria maskot itu. Sepertinya dugaan Shouta benar adanya. Karyawan di sini bisa dihitung pakai jari, jadi wajar kalau sampai pria maskot itu ikut membantu.
Oh pujaan hati sudah dekat, kira-kira wajahku masih enak dilihat tidak ya? Nao tanpa sadar menyisir rambut pendeknya ke belakang telinga. Semakin pria itu mendekat, semakin jelas pula wajahnya. Manis bagai gula kapas. Nao menggigit pipi dalamnya dan menyadari sesuatu. Situasi tegang begini mana bisa ia pakai untuk memikirkan cinta monyet.
"Permisi." Shouta menahan pria maskot itu untuk pergi. "Apa kalian menyediakan kirin? Aku menginginkannya."
Pria itu menggeleng. "Kami hanya punyaㅡ" Lalu ia terkejut ketika membaca secarik kertas yang digeser Shouta perlahan di atas meja. Kami datang untuk membantumu, bisa tolong beritahu namamu?
"Taku! Antarkan ini ke meja depan!" teriak kakek yang memanggilnya dari dapur. Pria maskot itu mengambil kertas Shouta dan berkata, "Saya akan mengambil minuman selain kirin."
"Namanya Taku." Nao bersuara memastikan hanya gurunya yang mendengarkan. Shouta mengangguk dan merobek kertas lain untuk menulis pertanyaan berikutnya. Tak lama pria itu kembali dengan satu bir dingin bersama potongan kertas. Meletakkan itu dengan cepat sebelum ia bergegas mengantarkan pesanan yang lain.
"Tapi nama keluarganya apa, ya?" Nao mengerut. Shouta terkekeh di seberang setelah membaca tulisan yang diberikan pria maskot. "Namanya bukan Taku."
"Eh? Maksudnya?" Nao menaikkan kedua alis.
Shouta menunjukkan pada Nao tulisan katakana. Nao mengeja seperti anak TK, "Jaemin."
"Jaemin?" Nao mengulang setengah berbisik sedikit tidak percaya pada nama asing yang ia dengar.
Shouta mengangguk setelah melakukan sesuatu dengan ponselnya. "Kalau dilihat dari namanya, dia berasal dari Korea."
Nao melongo. Seketika bayangan teman sekelasnya yang menyukai K-pop mengambang di kepala. Ia dan Ikimura kadang akan mengomentari kelompok Hawa itu sebagai penganggu karena berteriak senang. Jadi, sepertinya ia menjadi penikmat pria Korea sama seperti mereka? Nao memakan omongannya sendiri sekarang.
Hal berikutnya, Shouta meminta Nao untuk menyerahkan masalah ini padanya dan polisi kemudian mengirimkan videonya sebagai barang bukti.
*
Besok-besoknya, muncul berita mengenai kedai Mr. Pig yang menggunakan tenaga kerja ilegal ditambah pembelian manusia melalui situs-situs gelap. Dikatakan, semua karyawan di sana adalah orang asing yang sudah bekerja kurang lebih lima tahun. Selain memalsukan data diri pekerja sebagai warga Jepang, video pendek milik Nao juga disertakan di sana sebagai bukti kuat. Sayangnya pahlawan di balik itu semua tidak mau unjuk diri.
"Hei, pria maskot yang kau taksir itu orang Korea." Ikimura menghampiri meja Nao setelah ikut nonton di ponsel ketua kelas dan berbisik-bisik kepada wanita itu. "Kau tidak kaget?" tanya Ikimura ketika menemukan raut wajah Nao biasa saja.
"Aku sudah nonton beritanya tadi pagi ketika sarapan." Nao kembali pada komiknya, tapi Ikimura kembali menganggunya. "Jadi, bagaimana?"
"Apanya?" tanya Nao.
"Kau dengan pria itu bagaimana? Masa dia kembali ke Korea kau diam saja? Jadi pengagum rahasia begitu? Sayang sekali." Ikimura mendengus.
"Ya mau bagaimana lagi. Oh ya, kudengar kau dengan Hikari berpacaran, ya?" Nao mengalihkan pembicaraan. "Aku tidak diberitahu hm ... sebagai tebus kesalahan, aku minta pajak jadian."
"Enak saja." Ikimura menatapnya kesal. "Biaya hidupku mahal, belum dengan keluar bersama Hikari. Simpati sedikit dengan penderitaan teman, dong."
Nao menggerakan satu jarinya kiri kanan menolak. "Traktir aku ke kafe yang baru buka dekat sekolah. Atau kukatakan pada Hikari pekerjaanmu?"
"Wah, kau mau mati di tanganku, ya?" Ikimura menantang. Tapi kenyataannya, pria itu hanya melingkari leher Nao dengan tangannya. Membiarkan wanita itu meronta sampai guru mereka masuk ke dalam kelas.
*
Juni berlalu, Juli datang, dan kelas musim panas sudah dimulai dua hari yang lalu. Ikimura membuat Nao kesal dengan postingan liburannya di Okinawa melalui Instagram. Selain Ikimura, teman sekelasnya yang lain juga ramai memenuhi beranda Instagram-nya dengan nuansa pantai, es serut, lemon, semangka, bikini, dan lain-lain. Intinya menyebalkan untuk Nao, tapi jarinya tetap saja menekan tombol hati. Dasar munafik.
Sejak kelas musim panasnya dimulai, Nao tidak jalan kaki. Ia bersepeda untuk menghemat waktu. Bahkan hari ini ia berencana untuk membeli es krim lagi setelah pulang. Tanpa sadar, itu menjadi kebiasaan rutinnya belakangan.
Ketika kelasnya sudah selesai, Nao masuk ke kombini dan keluar dari sana dengan waktu yang singkat. Di tangannya ada beberapa es krim, ia berniat untuk memakan salah satunya di sini, tapi ibunya mengirim pesan kalau ada paket besar yang datang untuknya. Jadi, Nao bergegas pulang berhubung badannya juga sudah terasa gerah, tapi tanpa sadar malah berhenti sebentar di depan kedai Mr. Pig yang sudah tutup.
Menatap kepada tempat maskot babi itu berdiri. Walau sekarang maskot itu sudah tidak ada, Nao tersenyum kecut. Lucu rasanya pria yang ia perhatikan setiap berangkat pagi ke sekolah dan setiap malam setelah part time itu ternyata seorang korban. Sepertinya Nao mulai yakin, Tuhan atau Dewa sengaja memberi takdir menyukai pria itu untuk mengungkap kasus ini. Na'as sekali. Tapi mau bagaimanapun juga, harus Nao akui kalau pria itu tangguh bisa bertahan lama di kedai. Dipukul, ditendang, diludahi, dihina kotoran macam-macam binatang itu bukan hal yang layak dilakukan kepada makhluk hidup.
Nao menutup mata. Membayangkan karyawan lain di sana pasti juga sama parahnya dengan pria maskot itu. Tapi berhubung sekarang semuanya sudah baik-baik saja berkat Shouta yang mau mengambil alih kasus karena ia tidak mau berurusan dengan polisi, Nao bisa bernapas lega. Lagi pula, kakek itu sekarang sudah di dalam sel tahanan. Happy ending yang cukup bagus bagi Nao.
Nao harus cepat-cepat pulang kalau es krimnya tidak mau meleleh di dalam plastik.
*
"Di mana paketku?" tanya Nao pada ibunya di dapur. Nao baru selesai mandi dengan handuk di kepala. Nyonya Nishijima itu melihat anaknya sebentar, kemudian menunjuk ruang tengah dengan dagunya. "Dekat sofa," kata ibunya.
Nao menghampiri paketnya. Tak jauh dari sana, adik laki-lakinya yang menyaksikan siaran ulang pertandingan bisbol. Sementara adiknya menyumpah serapah kepada permainan yang payah tim favoritnya, Nao bertanya, "Mana Ayah?"
"Lagi mandi," jawabnya dengan kunyahan buah semangka di mulut.
"Kau sudah mandi?"
Adiknya mengangkat satu tangan. "Mau cium ketiakku?"
"Sialan." Nao menendang bokong adiknya. "Segera mandi. Ruangan ini bau bangkai karena kau."
Kemudian Nao membawa paketnya ke kamar. Dilihatnya pengirim bernama Shouta. Nao mengernyit agak merinding. Jadi ia mengirim pesan pada gurunya perihal paket itu memastikan pengirimnya adalah Shouta yang berbeda, tapi gurunya mengirim pesan dengan emoji tertawa dan mengatakan bahwa benar ia yang mengirim paketnya.
"Aku mendapatkan oleh-oleh lebih dari temanku yang liburan ke luar negeri. Berhubung kau sudah menyelamatkan orang banyak di kedai itu, kupikir tidak ada salahnya berbagi. Hitung-hitung hadiah," kata Shouta yang pada akhirnya menelpon Nao di seberang sana.
"Kenapa tidak dikasih ketika di kelas?" Nao mulai sibuk membuka lakban yang menutup kardus besar itu. Ponselnya ia apit di antara bahu dan telinga.
"Mana tega aku memberikan kardus besar dengan murid yang pulang pakai sepeda." Ada suara mengejek yang Nao temukan dari nada gurunya. Shouta ini tipikal guru yang menyebalkan kalau sudah dekat sepertinya. Mentang-mentang baru masuk kepala tiga.
Setelah kardus dibuka, Nao menemukan banyak makanan khas dari luar negeri, ada juga cinderamata berukuran kecil cocok untuk khiasan meja, tapi matanya tertuju pada gantungan kunci berbentuk babi.
Nao tersenyum sebentar. "Pak, kau berbohong, ya?" tanya Nao. Shouta yang menemukan gelasnya kosong bersiap mengambil kopi, harus berhenti sejenak karena kata-kata muridnya.
"Sudah tahu siapa pengirimnya?"
"Ya." Nao memperhatikan gantungan kunci itu dan ada satu amplop berisi surat di sana. Isi suratnya selain mengucapkan terima kasih, ada penjelasan bagaimana pria maskot itu mengirimkan paket ini.
Detik-detik ketika Mr. Pig ramai didatangi polisi, Shouta berbisik pada pria maskot itu. Mengatakan kalau pahlawan di balik polisi datang ini adalah Nao. Shouta meminta padanya untuk merahasiakan sang pahlawan. Perpisahan mereka meninggalkan kartu nama milik Shouta di mana itu ia gunakan untuk menanyakan tempat tinggal Nao sehingga paketnya tiba sampai tujuan.
"Terima kasih, Pak." Shouta mengerutkan dahi pada kata dadakan Nao, tapi kemudian ia paham kemana arah pembicaraan muridnya. "Senang bisa membantu, Naoto. Semoga kau bisa bertemu dengannya di lain waktu, ya. Soalnya aku masih ingat wajah merahmu ketika Jaemin datang mengantar makanan kita."
Nao mendecak malu. "Nama pengirimnya harus nama Bapak, ya?" Nao mengalihkan pembicaraan.
"Nah, kalau itu aku iseng."
Lalu Shouta tertawa ketika Nao hampir mengumpat padanya di seberang sana.
Akhir dari obrolan telpon itu, Nao memikirkan kata-kata gurunya. Semoga kau bisa bertemu dengannya di lain waktu. Ia mengusap surat yang ditulis Jaemin dengan dengusan mengejek.
"Bagaimana mau bertemu? Orangnya saja tidak mencatumkan sosial media atau nomor yang bisa dihubungi." Nao bergumam sendiri, walau sedikit kecewa cinta monyetnya tak terbalaskan, setidaknya sang pujaan hati tahu keberadaannya.
"Nao, makan malam!" Ibunya memanggilnya dari luar, menghentikan halusinasinya berpacaran dengan pria maskot. Yah, apa yang bisa diharap dari cinta monyet di musim panas? Jadi edisi cerita untuk masa tua Nao mungkin iya.
Lucunya enam tahun kemudian, di pernikahan gurunya, Shouta, Nao bertemu pria maskotnya lagi di sana. Kali ini Nao tidak menatapnya diam-diam, ia mendatanginya, memastikannya, dan menyapanya.
Pria maskot juga melihatnya, menyapanya dengan bahasa Jepang seadanya, dan keduanya mulai menarik diri dari kerumunan. Berbicara hal ini-itu.
Musim panas versi dewasa Nao yang sekarang rasa-rasanya bukan cinta monyet lagi, ya?
*
A/n: Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca one shot pertamaku. Senang rasanya bisa bergabung dengan Meraki Projek dengan konsep yang cukup menantang untukku XD
Ini pertama kalinya aku menggunakan anak Dream sebagai cast, walau aku sengaja nggak memperdalam tokoh Jaeminㅡmelainkan Nao, karena aku sendiri belum terlalu masuk (?) ke dalam karakter Jaemin. Tapi karena cerita ini membutuhkan ciri khas pria maskot dengan senyuman menawan untuk Nao, aku rasa Jaemin cocok.
Konsep cerita awalnya cukup berat, syukurnya ini one shot jadi aku bisa membuatnya menjadi singkat dan padat. Maaf kalau alurnya kecepatan ya. Soalnya takut bablas XD
Mr. Pig sendiri lahir karena aku melihat nama penyanyi luar. Lalu aku kembangkan. Niat awalku ingin membuat cerita romansa anak SMA di musim panas. Tapi malah sedikit melenceng. Aku membuat latar belakang Nao juga sangat biasa dengan jalan pertemuannya bersama Jaemin begitu sederhana. Karena memang aku mau menunjuklan konsep yang simpel aja. XD
Kritik dan saran sangat diterima. Sekali lagi terima kasih kepada pembaca, kepada semua author Meraki Projek dan tentu saja lapak tempat aku menaruh karya vaniandona
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top