26. When I Found You
"Busan tidak pernah berubah," ujar seorang gadis yang berjalan sembari membentangkan kedua tangannya. Ia menengadahkan kepalanya menatap langit. "Kota indah yang menyimpan beribu kenangan. Kenangan yang sungguh aku hindari."
Kaki Ara melangkah menyusuri jalanan. Kanan dan kirinya didominasi oleh bangunan. Sedikit banyak Ara mengingat kembali kata-kata Kyung Mi tentang dirinya tadi.
Apa iya orang-orang akan bersikap biasa saja saat bertemu denganku nanti? Secepat itu mereka lupa? Atau aku yang khawatir berlebihan?
"Kyung Mi benar. Sebenarnya aku juga khawatir bagaimana dengan sekolahku nanti kalau aku hanya menuruti ego. Aku tidak bisa terus begini, terjebak di masa lalu."
Gadis itu menghentikan langkahnya. Matanya menyapu seluruh area yang ada di depannya. Ia menarik napasnya perlahan kemudian mendeham. Aura yang dirasakannya selalu menyeramkan ketika berada di sana.
Entah apa yang sedang dipikirkan Ara, ia malah terdiam di depan gedung bertingkat yang sudah tiga tahun menjadi tempat menimba ilmu. Usai lulus, Ara memilih untuk tidak pernah kembali ke sana dan segera pindah. Namun, kali ini ia justru datang ke sana.
Tidak ada yang berbeda. Suasananya sama, bahkan rasa takut di dalam diri Ara pun masih sama meski ia sudah berubah menjadi gadis cantik seperti sekarang.
Pandangannya lurus ke arah lapangan sekolah. Tempat yang paling dibencinya semasa belajar di sana. Ara bergidik kemudian bergeleng untuk menyingkirkan pikiran buruknya.
"Kenapa aku malah ke sini?" tanya Ara pada dirinya sendiri. "Pulang, aku pulang saja."
"Kim Ara?"
Suara itu tidak asing untuk Ara. Ia sedikit terkejut melihat seseorang yang tengah berdiri di hadapannya.
🔼🔽🔼
Laki-laki dengan jaket berwarna biru dongker segera masuk ke dalam stasiun untuk melakukan perjalan cukup panjang. Kelihatannya terburu-buru. Begitu yang dilihat oleh Jinyoung. Sudah sejak tadi ia bertanya-tanya mau ke mana Jihoon pergi.
Langkahnya tidak bisa lebih jauh lagi. Karena tidak memiliki tiket, Jinyoung tidak lagi bisa masuk ke dalam sana. Alhasil, ia hanya memandangi Jihoon dari jauh sembari bertanya-tanya dalam hati. Mengabaikan keinginan laki-laki itu, tapi tidak benar-benar bisa membiarkannya.
Selama perjalanan menuju tempat yang dituju, Jihoon memutar otak. Ia bodoh karena bahkan tidak tahu harus pergi ke mana. Tempat yang ditujunya luas, tapi nekat saja main pergi.
Dan lagi, apa yang harus dibicarakan oleh Jihoon. Tentu terlihat aneh jika ia tiba-tiba muncul tanpa alasan. Namun, Jihoon juga tidak mau diam saja dan membiarkan rasa bersalahnya semakin berlarut.
"Yang penting aku harus menemuinya dulu. Biar begini ... ternyata aku juga merindukannya," ucap Jihoon sembari menatap jauh pemandangan di luar sana.
"Ah!" Jihoon memalingkan wajahnya. Kedua tangannya mengusap asal wajah yang sepertinya kini sudah memerah. "Apa yang baru kukatakan? Aku sudah gila."
Jihoon memilih untuk menyibukkan diri bersama ponselnya sembari menunggu keretanya sampai di tujuan. Beberapa jam kemudian, ia akhirnya tiba.
Sudah sekian lama setelah Jihoon memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di Seoul. Baru kali ini, ia datang mengunjungi kota kelahirannya, Busan. Tidak banyak yang berubah.
Sekarang lelaki itu hanya masih berdiri di dekat pintu keluar. Matanya mengamati jam yang terpampang di layar ponsel. Sudah sore, tidak ada banyak waktu karena Jihoon sudah tidak punya tempat tinggal lagi di Busan. Tidak mungkin untuknya bermalam di sana.
"Hari ini aku harus bisa menemuinya."
Akhirnya, Jihoon bergegas membawa tas kecil miliknya keluar dari stasiun. Sesungguhnya ia sama sekali tidak terpikir harus mulai mencari dari mana.
"Kalau dipikir-pikir, anak itu pasti sama sepertiku. Tidak punya keluarga di sini. Yang ia punya hanya ...."
Jihoon menjentikkan jari. "Teman yang dulu selalu ada di sampingnya. Iya, pasti dia pergi ke sana. Tidak salah lagi."
Lelaki itu dengan semangat melangkah, tapi tidak lama berhenti. Ia mendesis sembari menggaruk pelipisnya. "Tapi di mana dia tinggal? Boro-boro tahu, dulu mana pernah aku berbicara dengan mereka."
Ia bergeleng. "Sekolah? Masa iya aku harus bertanya di mana alamat dia tinggal? Ah, tapi aku bahkan tidak tahu siapa nama teman Ara."
"Sungguh, rasanya ini menjadi rumit. Salahku juga karena memaksakan diri datang ke Busan tanpa tahu apa-apa. Tidak terpikir kalau kejadiannya malah seperti ini."
Jihoon hanya mengikuti ke mana arah kakinya melangkah dan berhenti di depan sebuah bangunan tinggi. Meski tidak masuk akal, tapi kenyataannya Jihoon tetap mendatangi tempat itu. Tempat di mana ia mungkin bisa mengetahui alamat tempat tinggal teman mainnya Ara dulu.
"Jadi, aku harus benar-benar bertanya dan mencari tahu? Yah, sudahlah memang tidak ada cara lain juga."
Satu dua langkah kakinya bergerak, tapi kemudiam terdiam. Seseorang yang berdiri di dekat gerbang mampu membawa tubuhnya mundur kembali beberapa langkah. Ia memilih untuk mendekat, sekadar memastikan kalau apa yang dilihatnya benar.
"Kim Ara?"
Gadis yang dipanggilnya segera berbalik juga terlihat kaget. Terlihat dari bahunya yang refleks terangkat.
"K-kau?" balas Ara sambil mengarahkan jari telunjuknya tepat ke arah Jihoon. "Kenapa bisa ada di sini?"
"Ara ....." panggil Jihoon lagi.
Yang dipanggilnya justru menunduk. Sebisa mungkin menutupi wajahnya dengan rambut yang terurai. "Aku sepertinya harus pergi. Ada urusan lain yang harus kuselesaikan. Lain kali saja kita bicara."
Ara segera melangkah pergi, tapi lagi-lagi teriakan nama Ara yang muncul dari mulut Jihoon membuatnya berhenti.
"Kenapa kau harus pergi padahal aku sengaja mencarimu?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top