23. Just Forget Him

Suara kereta melaju dan pemandangan indah menemani gadis berkuncir kuda yang sedang menatap ke luar jendela. Pikirannya melayang jauh. Tentang keresahan hatinya.

"Aku pikir lebih baik menghilang sejenak dari hadapan mereka. Terlalu memalukan apalagi kalau Youra masih terus-menerus mengejekku."

Ara tahu bahwa apa yang diputuskannya bisa membuat namanya menjadi buruk di sekolah. Mana ada murid baru yang sudah berani bolos tanpa izin. Namun, ia juga tidak mau memperburuk keadaan. Jalan satu-satunya yang terbaik adalah membiarkan suasana membaik dulu sebelum kembali.

Tidak berdiam diri di rumah sendiri, tentunya. Jinyoung mungkin akan menghampirinya saat tahu Ara tidak masuk sekolah apalagi berhari-hari. Sedikit banyak, Ara sudah bisa memahami kebiasaan laki-laki berwajah kecil itu. Ia sudah bilang tidak mau bertemu siapapun dulu, termasuk Jinyoung yang sudah membantunya.

Perjalanan dari Seoul menuju Busan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Ketimbang mengamati pemandangan dan terus memikirkan kejadian tadi, ia mencari-cari ponselnya di dalam tas. Musik adalah teman setianya. Lagipula ia juga baru ingat kalau beberapa hari lalu sedang meminjamkan pemutar musik miliknya kepada Jihoon dan sekarang Ara tidak tahu bagaimana memintanya kembali.

"Sebentar, ini ...." Ara menaikkan kedua alisnya kemudian mengerutkan dahi. "Kok ada di sini? Aku yakin beberapa hari lalu memberikannya pada Jihoon."

Benda yang ada di tangannya sekarang adalah pemutar musik warna putih berukuran kecil. Ara memperhatikan benda tersebut, membolak-balikkannya, memastikan apa itu benar miliknya atau tidak.

"Benar punyaku. Bagaimana bisa?" tanyanya terus-menerus.

Ara mengangkat bahunya dan menggeleng. Tidak peduli bagaimana benda itu bisa sampai kepadanya.

Ia memasang headset dan mulai memutar lagu yang ada di dalam pemutar musik. Lagu yang tidak pernah berubah sejak lama dan selalu berhasil menenangkannya meski punya kenangan yang buruk.

"Jihoon punya selera yang bagus dengan musik. Apa aku terlalu mengharap hal yang tidak mungkin sampai-sampai masih mengingatnya sampai detik ini? Bahkan saat dia tahu kalau aku adalah perempuan buruk rupa yang pernah muncul di hadapannya dulu dan sekarang aku masih berani lagi mendekatinya."

Ara tidak mengerti, pikirannya kacau. Semua yang dipikirkannya selalu kembali pada laki-laki itu walau ia tidak ingin.

"Ara! Lupakan, lupakan! Semua sikap baik yang pernah dilakukannya juga, lupakan. Ayo berpikir realistis saja mana mau Jihoon berbicara lagi denganku jika sudah ta---"

Gadis itu menghentikan pembicaraannya pada diri sendiri. Raut wajahnya serius. Jarinya bergerak cepat menekan tombol yang ada di pemutar musik tersebut.

Ia yakin tidak pernah mengutak-atik isi lagu yang ada di sana, tapi satu rekaman yang baru saja i dengarkan terdengar tidak asing. Bukan sebuah lagu, hanya orang yang berbicara. Singkat, hanya beberapa detik saja.

Aku sepertinya mengenalmu. Kalau kau benar seseorang yang kutahu di masa lalu, aku mau minta maaf. Mungkin aku keterlaluan.

"Siapa? Jihoon? Dia yang melakukan ini? Rasanya tidak mungkin."

🔼🔽🔼

Seseorang yang memakai topi berwarna hitam sudah berdiri di dekat pintu stasiun. Senyumnya terlukis ketika melihat dia yang ditunggunya sudah datang. Ia melambaikan tangan kemudian lari meghampiri.

"Aku merindukanmu. Kau sudah baik-baik saja?" tanya Kyung Mi sambil masih memeluk Ara.

Gadis yang diajaknya bicara hanya mendeham sembari menepuk-nepuk pundak sahabatnya. Lengan Kyung Mi beralih merangkul Ara dan mengajaknya untuk segera pergi ke rumah. Perjalanan pasti melelahkan dan Ara butuh istirahat.

"Eomma sudah membuatkan makanan kesukaanmu. Katanya spesial untukmu. Kaja!"

"Ah, benarkah? Aku jadi merasa tidak enak," ujar Ara.

"Itu artinya dia senang menyambutmu," balas Kyung Mi sambil tertawa dan mempererat rangkulannya.

Keduanya segera menaiki transportasi umum menuju rumah Kyung Mi. Letaknya tidak begitu jauh sehingga tidak memakan waktu lama di perjalanan.

Begitu mereka sampai, benar saja aroma makanan yang dikenal Ara menguar. Kedua orang tua Kyung Mi menyambutnya dengan hangat. Itulah mengapa Ara merasa nyaman tiap kali datang ke tempat sahabatnya.

Usai menikmati santapan yang disediakan, Ara langsung menuju ke kamar Kyung Mi. Diikuti pula oleh Kyung Mi yang membantunya membawa masuk tas Ara.

"Kau istirahat saja dulu, aku keluar ya," ucap Kyung Mi.

Ara yang sedang merapikan tasnya langsung menoleh. "Tidak mau istirahat, mau cerita saja denganmu."

Kyung Mi mengangkat salah satu alisnya kemudian tersenyum. Ia melangkah menuju tempat tidur dan duduk tepat di sebelah Ara.

"Menurutmu, aku bagaimana?" tanya Ara tiba-tiba yang membuat Kyung Mi tambah bingung.

"Maksudku tentang dua laki-laki yang kurasa aku sudah tidak perlu lagi menyebut namanya. Aku harus menjauhi mereka, benar?"

"Karena mereka sudah tahu kau yang dulu? Kau malu?" terka Kyung Mi.

Ara mendengkus, meraih bantal yang ada di dekatnya dan memukul bantal itu asal. "Tentu saja, bagaimana aku tidak malu? Aku benar-benar takut kejadiannya seperti dulu lagi. Tidak ada yang mau berteman denganku selain kau."

Kyung Mi menggeser tubuhnya mendekati Ara. Kedua tangannya memegang pundak Ara dan kini ia berhadapan dengannya.

"Kenapa harus takut kalau tahu Jinyoung bahkan membantumu? Jelas, anak itu tidak peduli seperti apa kau di masa lalu. Tanpa kau sadari, masih ada orang yang menyangimu, Ara."

"Apa kau berpikir dia bersikap seperti itu dengan sungguh-sungguh? Lalu Youra? Jihoon? Murid-murid lain yang kemarin malah menertawakanku?"

Jemari Kyung Mi berpindah ke kedua pipi Ara, mencubitnya pelan. "Kalau begitu biar mereka mendapatkan balasannya nanti. Tidak usah dipikirkan, lagi pula kau ke sana untuk belajar. Fokus saja."

"Dan melakukan idemu tentang Jihoon," sambung Ara dengan tatapan malas. "Aku akan benar-benar menyudahinya. Tidak lagi aku mendekati Jihoon dan punya pikiran untuk balas dendam menyakiti hatinya. Malah aku yang tersakiti."

"Iya, iya. Maafkan aku sahabatku yang cantik. Oke, dengan ini kita batalkan misi itu, tapi ...."

Mata Ara melirik ke arah sahabatnya. Menanti kelanjutan kalimat itu dengan perasaan yang tidak enak. Kejanggalan tergambar jelas di wajah Kyung Mi.

"Bagaimana dengan Jinyoung? Bukankah anak itu sangat baik denganmu? Kau tidak menyukainya?" tanya Kyung Mi sambil terkekeh.

"Kyung Mi!" Raut wajah Ara jelas berubah dan bantal yang ada di tangannya melayang ke tubuh Kyung Mi. "Jangan lari!"

Gadis yang dipanggilnya segera memutar knop pintu ketika berada di benda berwarna cokelat itu. "Kalau kau menyukainya, aku akan membantumu."

Suara Kyung Mi terdengar mengecil karena ia mengataka hal itu dari jauh, tapi tetap saja membuat Ara kesal. Sekaligus malu. Entah apa yang membuatnya merasa malu.

"Sungguh, aku mau menghilang saja kalau begini."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top