16. About You & Me

"Daehwi," panggil seseorang yang dengan sengaja menekan kencang satu tuts berwarna putih. Ia memalingkan wajahnya.

Laki-laki yang baru saja disebut namanya itu menoleh. Menghentikan gerakan jemarinya di atas kumpulan tuts monokrom. Ia memangku dagu kemudian mendeham.

"Menurutmu, aku ini bagaimana?"

Daehwi mengerutkan dahi. "Jinyoung Hyung? Hyung adalah teman yang baik. Hyung sudah kuanggap sebagai kakak sendiri. Hmm ... tidak, deh. Bukan hanya Hyung, tapi yang lain juga. Aku menyayangi Hyung~"

Laki-laki itu membentangkan tangannya dan tersenyum lebar. Bergerak mendekati Jinyoung, tapi Jinyoung segera mendorong tubuh Daehwi supaya menjauh.

"Ya, ya! Kau sedang apa?" Jinyoung menoleh ke kanan dan kiri usai Daehwi bertingkah seperti itu di dalam kelas, tepatnya ruang musik. "Bukan itu. Apa aku terlihat buruk? Sampai-sampai dia lari dariku?"

"Buruk?" Daehwi mengangkat salah satu alisnya kemudian melipat tangan di depan dada. "Kau yang selalu jadi pusat perhatian para gadis, kau sebut kalau kau buruk? Tapi memangnya 'dia' itu siapa?"

"Ara noona."

"Heol, jangan bilang kau...." Daehwi menutup mulutnya.

"Baru saja mengatakan kalau aku menyukainya," lanjut Jinyoung kemudian menghela napas. Kedua sudut matanya terlihat menurun.

Daehwi mendekat. Mendaratkan telapak tangan ke bahu Jinyoung. "Lalu dia lari? Tidak mengatakan apa pun?"

"Mianhae, katanya."

Lelaki di depannya itu menjentikkan jari. Dengan wajah yang yakin, Daehwi berkata, "Sudah pasti dia menolakmu kalau begitu. Menyerah sajalah kau, Hyung. Nanti aku kenalkan dengan perempuan lain."

"Apa-apaan? Tidak mau, tidak. Ini baru percobaan pertama, 'kan? Kenapa tidak aku coba mendekatkan diri dengannya lagi. Beberapa orang juga butuh waktu lama untuk merasa nyaman," elak Jinyoung. Jemarinya bergerak pelan menekan beberapa tuts di hadapannya asal.

Daehwi memutar bola matanya malas. "Lalu kenapa kau meminta pendapatku?"

"Kan aku cuma bertanya apa aku cukup buruk atau tidak. Bukannya meminta kau meledekku."

"Aih, Hyung, jinjja ... Kau tidak buruk, hanya butuh usaha lebih. Hwaiting!" Daehwi menggepal tangan dan mengangkatnya tinggi-tinggi sembari tersenyum.

"Huah, kenapa percintaan begitu sulit?" keluh Jinyoung kemudian memangku dagu.

"Karena kau terus memikirkannya. Kau hanya perlu melakukan apa yang harus kau lakukan, bukan terus membebani pikiranmu. Lalu, apa ada yang perlu kubantu, Hyung?"

"Ajari aku apa yang harus aku lakukan," ucap Jinyoung mantap.

"Kau sungguh-sungguh, Hyung," tanggap Daehwi sambil terkekeh, "kalau begitu, kita mulai dari mana?"

🔼🔽🔼

Setelah apa yang terjadi di aula, Jihoon terlihat lebih pendiam terhadap Ara. Biasanya mereka sering mengobrol di dalam kelas, tapi tadi tidak. Bahkan Woojin sampai bingung melihat kedua temannya itu.

Jihoon menjauh, menghindari kesalahpahaman yang kesekian kalinya antara dia dan Jinyoung. Namun, rasanya Ara juga salah paham dengan kedekatan dirinya. Alasan lain, ia tidak mau Ara mengira kalau Jihoon menyukainya dan gadis itu jadi berharap lebih.

Lelaki itu sudah sampai di asrama, mengunci dirinya di kamar seorang diri. Ia hanya menyangga kepala dengan lengannya kemudian menatap langit-langit. Sampai terdengar suara pesan masuk dari ponsel di sampingnya, ia baru tersadar dari lamunannya.

"Dan sekarang aku mengambil keputusan yang tidak masuk akal, bahkan dia menyebut ini kencan?!"

Mata Jihoon terbelalak begitu membaca kalimat terakhir yang dituliskan oleh Youra.

"Pikiranku sudah kacau. Menjauh dari Ara untuk menghindari salah paham, malah aku mendekatkan hal itu dengan Youra. Habislah aku kalau Daniel hyung mengira aku mempermainkan adiknya. Ya, Park Jihoon, kau kenapa?"

Ia memejamkan mata kemudian menggeleng. Kedua ibu jarinya bergerak lihai di atas layar, membalas pesan tersebut.

"Kang Youra, ini bukan kencan. Sungguh. Bersiap-siaplah saja. Sebentar lagi, aku juga berangkat. Kirim," ujar Jihoon kemudian melempar benda itu ke atas kasur.

Tubuhnya bergerak mendekati lemari. Matanya menyapu tiap helai baju di hadapannya, mencari yang pantas untuk dipakai. Sweater berwarna biru dongker dan celana jeans menjadi pilihannya.

Dalam waktu singkat, laki-laki itu sudah siap dan hendak berangkat. Namun, sesuatu menyita pandangannya sesaat. Benda yang sengaja ia simpan di atas meja.

Kalau sedang ada pikiran yang mengganggu atau keadaan yang menekan, lagu-lagu ini bisa menenangkanku. Mungkin berlaku juga untukmu.

"Sepertinya benda itu tidak asing, tapi aku sama sekali tidak ingat apa pun."

"Hah, astaga. Aku bisa terlambat kalau terus di sini."

Jihoon bergegas pergi dari asramanya setelah berpamitan dengan anggota lain. Beberapa menit kemudian, ia sudah sampai di teater yang sudah dijanjikan dengan Youra.

Netranya menyapu seluruh sudut teater kemudian terhenti pada sosok gadis yang mengenakan sweater rajut dan rok selutut. Jihoon pun menghampirinya. Youra menoleh sebelum lelaki itu memanggil.

"Eoh? Park Jihoon, kau sudah datang?" tanyanya.

"Baru saja. Maaf membuatmu menunggu."

Youra tersenyum kemudian menggeleng. "Bukan masalah. Sambil menunggu filmnya mulai, kita jalan-jalan dulu? Hmm ... kita beli popcorn?"

"Boleh, terserah kau saja," balas Jihoon singkat.

Gadis itu menanggapinya dengan sebuah senyuman tipis. "Sudah lama kita tidak seperti ini."

Jihoon tidak membalas apa pun dan langsung melangkahkan kaki, diikuti pula dengan Youra. Gadis itu berjalan sambil menyembunyikan kedua tangannya di belakanh punggung. Sesekali menatap wajah Jihoon.

"Aku masih menyukaimu, Jihoon."

Kalimat itu berhasil menahan gerakan kaki Jihoon. Ia menyimpan tangannya di saku celana. Kini matanya beradu pandang dengan milik Youra.

"Bisa kita tidak usah bahas itu?"

Youra cepat-cepat menggeleng. "Tidak karena kau harus tahu. Aku bodoh karena tidak percaya denganmu padahal bukan kau yang salah. Aku mau semuanya kembali seperti dulu saja."

Gadis yang sempat singgah di hati Jihoon selama dua tahun lamanya itu memulai pembicaraan yang sangat dihindari oleh Jihoon. Saat SMP, keduanya pernah bersama, tapi tidak bertahan lama. Lagi pula masih terlalu kecil untuk mengerti urusan cinta. Sampai saatnya Jihoon memilih untuk melanjutkan sekolah di Seoul, tidak menyangka kalau Youra malah mengikutinya.

Jihoon tidak mau membenci Youra, apalagi dia adalah adik dari temannya sendiri. Namun, gadis itu seringkali membuatnya tidak nyaman.

"Untuk apa mengulang hal yang pernah terjadi? Tidak ada untungnya."

"Kupikir kau mau pergi denganku hari ini adalah pertanda yang baik," ujar Youra.

"Hyung memintaku untuk pergi denganmu, maka kulakukan itu," jelas Jihoon.

"Umm ... aku tahu Daniel oppa tidak akan pernah membiarkan aku sedih." Terlihat sedikit senyuman tergambar di wajah Youra.

"Tapi ... apa hadirnya Ara juga jadi salah satu alasan kau menjauh dariku? Kau jatuh cinta padanya?"

Jihoon terdiam. Youra masih menatapnya, tapi laki-laki itu segera membuang muka.

"Berapa banyak lagi orang yang akan melontarkan pertanyaan seperti itu? Aku tidak menyukai Ara." Jihoon membuang napas kemudian melanjutkan gerakan kakinya, berharap supaya percakapan ini berhenti saja.

"Bagus kalau begitu." Youra menarik tali tasnya dan mengenggamnya erat. Ia kembali berjalan menghampiri Jihoon. "Aku tidak akan tinggal diam kalau dia berani merebut perhatianmu."

Laki-laki bermarga Park itu sempat terkejut mendengar perkataan Youra, tapi ia tidak menanggapinya. Hanya berbicara di dalam hati. Memang apa yang akan dilakukannya? Terserah sajalah.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top