03. The Power Of Her Charm
Derap langkah kaki terdengar jelas saat seseorang membuka pintu. Gadis yang masih menggendong tas di punggung itu segera melepas alas kakinya. Kakinya bergerak menghampiri seorang wanita yang duduk di ruang tamu sedang merajut.
"Eomma," sapa Ara kemudian memeluk wanita itu dari samping.
Wanita itu mengelus pipi Ara kemudian memintanya untuk duduk di sampingnya. "Bagaimana sekolahmu? Sudah sesuai dengan apa yang kau inginkan, bukan?"
"Nde, tapi aku masih belum banyak mengenal teman di sana."
"Wajar, 'kan? Baru hari pertama. Maaf karena pekerjaan appa, kau harus pindah-pindah sekolah seperti ini."
"Gwenchana, Eomma. Aku tetap senang kok selama ada di zona nyamanku seperti ini."
Beralih, mata cokelat Ara itu menemukan sebuah sweater yang tengah dirajut oleh ibunya. Di bagian kerahnya, tertulis nama Kim Ara. Seperti yang diduga, benda itu pasti untuknya.
"Eomma membuatkanmu ini. Sejak beberapa waktu lalu, kau bilang ingin dibelikan sweater baru, 'kan?"
"Tapi musim dingin, 'kan, sudah berakhir, Eomma."
"Kalau begitu untuk musim dingin yang akan datang. Eomma sudah mempersiapkan ini untukmu."
Ara berdiri kemudian tersenyum dan menempelkan keempat jarinya di pelipis. Ibunya hanya mengulas senyuman, melihat tingkah anaknya. Ara mencium pipi kanan ibunya sebelum melangkah menuju kamarnya.
Hari pertamanya pindah terasa sangat melelahkan, terlebih karena pagi-pagi ia sudah berolahraga dengan petugas sekolah. Kamar sudah pasti menjadi tempat yang sangat ingin dihampiri Ara sepulang dari sekolah.
Gadis itu meletakkan tas di atas kursi. Tangannya mengacak-acak isi tas, merogoh benda berbentuk persegi panjang dari dalam sana. Dinyalakannya barang berwarna merah muda itu.
Nama 'Ahn Kyung Mi' tertera pada layar ponsel di antara deretan nama lainnya. Ara segera menekan kontak tersebut usai merebahkan tubuhnya di kasur.
"Yeoboseyo."
"Ahn Kyung Mi!"
Kebiasaan Kim Ara nomor 1, hobi berteriak saat membuka pembicaraan di telepon. Namun, ini hanya berlaku untuk Ahn Kyung Mi-sahabat Ara di sekolahnya dulu.
"Ya! Kim Ara, aku bisa bolak-balik ke rumah sakit tiap selesai menerima telepon darimu kalau begini caranya."
Suara gadis di ujung sana terdengar meninggi-lebih tepatnya menggerutu akibat kebiasaan Ara yang tidak pernah berubah. Sementara itu, Ara hanya tertawa puas.
"Jadi, apa yang bisa kau ceritakan kepadaku, Ara?"
"Oh, iya, tentang hari pertamaku pindah ... Menyenangkan! Kau tau maksudku?" Gadis itu terkekeh.
"Kim Ara? Jinjja ... apa kau tidak pernah mau mengubah sifat burukmu itu? Kali ini apa lagi adegan pembuka yang kau suguhkan?"
Ara mengganti posisi tidurnya. Senyumnya semakin melebar dan ia berdecak sesaat.
"Lari-larian dengan penjaga sekolah, bagaimana?"
Kalau Ara masih berada di sekolahnya yang lama, mungkin seisi sekolah sudah sangat hafal dengan kebiasaannya yang sering terlambat. Gadis itu tidak sekali dua kali merasakan hukuman dari pihak sekolah, tapi tetap saja kebiasaannya belum bisa berubah. Sekalipun orang tua Ara memintanya untuk bangun lebih pagi lagi.
"Ish, Ara. Kalau aku ada di sana, pasti kau sudah lelah mendengar omelanku."
"Ya~ Kyung Mi, makanya kau pindah saja juga ke Seoul. Aku merindukanmu." Ara mengerucutkan bibirnya sembari memainkan helaian rambutnya.
Sejak dulu, Ara selalu tidak bisa dipisahkan oleh Kyung Mi. Keduanya selalu pergi bersama-sama, tinggal bersebelahan, bahkan selalu satu sekolah. Namun, Kyung Mi harus rela melepas Ara jauh dari Busan lantaran keperluan mendesak.
Jangan sangka tidak ada drama sebelum perpisahan mereka berdua, padahal jarak Busan-Seoul pun masih bisa dijangkau dalam waktu yang cukup cepat. Menangis dan saling berpelukan dalam waktu bersamaan. Namun, keduanya berjanji untuk saling mengunjungi kalau ada waktu.
"Siapkan ruang untukku tidur karena besok aku akan ke sana."
"Jinjja? Ahn Kyung Mi, aku tidak perlu menyiapkan ruang khusus. Sudah, kau tidur di kamarku saja."
Terdengarnya, Kyung Mi seperti menolak dan mengeluh. "Ani, ani ... Kau akan terus berbicara sepanjang malam. Bagaimana aku bisa tidur?"
"Tidak peduli!" Tawa gadis itu terdengar lagi. Akan kutunggu kau besok! Oke? Annyeong, Kyung Mi-ah!" Ara menutup sambungan telepon itu lengkap dengan kecupan jaug untuk sahabatnya.
Cepat-cepat Ara beranjak dari kasurnya dan membuka pintu kamar. "Eomma! Besok Kyung Mi akan ke rumah kita!" pekiknya dari dalam kamar dengan raut wajah yang ceria. Rasanya, gadis itu sudah tidak sabar.
🔼🔽🔼
Suasana sekolah saat jam pulang sudah pasti terasa ramai. Beberapa dari mereka ada yang memilih untuk berjalan kaki secara bergerombol dan ada juga yang mengendarai sepedanya. Begitu pula keempat murid laki-laki yang sedang asyik berbicara.
Bae Jinyoung, Lee Daehwi, Park Jihoon, dan Park Woojin. Seperti biasa, mereka selalu menunggu satu sama lain untuk pulang bersama ke dorm.
"Ingat, Hyung, hari ini kalian harus langsung pulang, tidak boleh main ke mana-mana," ujar Daehwi, mengingatkan kembali pesan Jisung yang sudah disampaikan tadi pagi.
"Iya, ini kita berdua juga sudah bersama kalian untuk pulang, 'kan?" Woojin menyenggol sikut Jihoon yang kemudian dibalas dengan jentikan jari Jihoon.
"Kalau begitu, ayo kita pulang sekarang. Aku sudah lapar dan penasaran makanan apa yang sudah tersedia di dorm," timpal Jihoon sembari tertawa dan mengelus-elus perutnya.
Berbeda dengan Daehwi, Woojin, dan Jihoon yang sibuk membahas hal itu, Jinyoung kelihatannya punya fokus sendiri. Lelaki itu sejak tadi belum berpaling dari pintu masuk sekolah.
Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri. Seseorang telah mencuri perhatiannya hingga fokus lelaki itu tidak lagi bersama ketiga sahabatnya.
"Jinyoung-ah, kau lihat apa sih?" tanya Woojin sembari menolehkan wajah Jinyoung ke arahnya.
"Aniyo, Hyung." Jinyoung menggeleng, tapi kemudian menyampaikan apa yang mengusik perhatiannya. "Cewek yang kutemui di kantin tadi. Kau tau, 'kan? Aku menunggunya keluar."
Woojin membulatkan matanya. Tidak hanya itu, dua laki-laki lain yang berdiri di sana juga langsung menoleh. Sungguh, baru pertama kali mereka melihat seorang Bae Jinyoung seperti itu.
"Apa? Kau mau meminta bibimbap lagi darinya?" ledek Jihoon diselingi tawanya.
"Sepertinya begitu, Hyung." Daehwi menimpali ledekan itu membuat Jinyoung justru berdecak kesal.
"Bukan, tapi karena aku memang mau berkenalan dengannya. Dia cantik," balas Jinyoung sambil terkekeh. Malu-malu ia mengucapkannya.
Daehwi memutar bola matanya malas. "Kau ini, hanya melihat dari penampilan luarnya saja sudah langsung luluh."
Jinyoung mendekatkan wajahnya ke telinga Daehwi dan berbisik, "Dari mata turun ke hati."
Jihoon dan Woojin hanya bisa menggeleng dan tertawa kecil melihat tingkah sahabatnya yang sedang dimabuk asmara. Yang dikenalnya, Jinyoung memang seorang yang pemalu. Bahkan, pertama kali bertemu pun ia selalu menunduk dan hanya sesekali melihat lawan bicaranya ketika berbicara. Waktu benar-benar bisa mengubah kepribadian Jinyoung.
"Kau pikir bisa menemukan dia di antara murid-murid lain yang berhamburan ke luar, hah?" Woojin merangkul Jinyoung dan membawanya berjalan menjauh dari gerbang sekolah. "Kita pulang saja, besok-besok lagi kau masih bisa bertemu dengannya."
Meski sedikit menolak dan masih berusaha menoleh ke belakang, tapi Jinyoung tetap mengikuti perkataan Woojin. Mereka pun berjalan pulang menuju dorm.
Menempuh perjalanan sekitar 45 menit, keempatnya telah sampai di gedung berlantai dua. Aroma nikmat makanan sudah menyambut mereka saat pintu terbuka.
"Mereka sudah pulang!" pekik Jisung yang masih duduk di sofa.
Mereka menghampiri Jisung dan ikut duduk di dekatnya. Sekadar mengistirahatkan diri lantaran lelah. Namun, melihat mereka, Jisung justru tidak diam saja.
"Ya! Ganti pakaian kalian dulu dan bersihkan diri. Setelah itu, makanlah karena Sungwoon sudah memesan beberapa makanan tadi." Jisung terpaksa menarik satu per satu adiknya yang sekarang hanya bermalas-malasan di sofa.
Yoon Jisung adalah yang paling tua di dalam grupnya. Ia juga yang memimpin dan menjaga kesepuluh anggota lain yang bahkan sudah dianggapnya sebagai adik.
Satu per satu-Jihoon, Woojin, dan Daehwi-beranjak dan bergegas menuju kamarnya masing-masing. Namun, tidak dengan Jinyoung. Hal itu jelas mengundang tanya bagi Jisung.
"Jinyoung, kau tidak mau mengganti pakaianmu dulu? Kau tidak lapar?" tanya Jisung.
Belum sempat menjawab, Woojin sudah lebih dulu mengambil alih. Langkahnya terhenti saat Jisung mengucapkan kalimat itu. Ia setengah menoleh.
"Jinyoung sudah kenyang cinta, Hyung. Dia tidak mungkin lapar." Usai mengatakannya, Woojin langsung pergi sambil tertawa dan diiringi tatapan tajam Jinyoung.
- Kamus Mini -
Eomma: ibu
Nde: iya
Appa: ayah
Gwenchana: tidak apa-apa
Yeoboseyo: halo (di telepon)
Jinjja?: benarkah?
Ani/aniyo: tidak
🔼🔽🔼
Heiho! Untuk kalian para bucin Park Jihoon, yuk ikut project special gift yang akan langsung dikasih ke Jihoon saat dia ulang tahun nanti. Ini project bareng-bareng jadi perwakilan Mays Indonesia. Aku udah kerja sama bareng masternim Jihoon di Korea sana untuk titip kado ke Jihoon^^
Follow dulu supaya tau info detailnya di:
Instagram: altiorem_pjh
Twitter: Altiorem99_pjh
Have a good day, Mays!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top