01. Who is She?

Gedung cokelat bertingkat yang berdiri kokoh di Guro-gu, Seoul itu telah dipenuhi dengan orang-orang yang sibuk berlalu-lalang. Jam istirahat membuat para siswa berhamburan di lapangan sekolah dan kantin. Tidak terkecuali dua laki-laki yang berasal dari kelas musik, Bae Jinyoung dan Lee Daehwi.

Keduanya menyusuri lorong sekolah dan seperti biasa, Bae Jinyoung selalu punya pesona sendiri yang membuat pandangan seluruh gadis hanya terarah kepadanya. Tidak jarang pula Daehwi merasa risih saat berjalan di samping teman sekelasnya itu.

"Hyung, mengapa semua orang selalu melihat ke arah kita ... emm, maksudku ke  arahmu tiap kita berjalan? Ini benar-benar tidak nyaman," keluh Daehwi sambil melipat kedua tangannya di dada usai melihat Jinyoung.

Daehwi lebih muda satu tahun ketimbang Jinyoung. Namun, karena ia lahir di bulan Januari, ia masih sempat masuk sekolah lebih dulu.

"Molla. Sebaiknya kau tanya saja langsung pada mereka. Aku tau aku tampan, jadi tidak heran." Jinyoung terkekeh sembari memasukkan tangan kanannya ke saku celana, sementara tangan kirinya merangkul Daehwi.

"Hyung, kau benar-benar." Daehwi memukul perut Jinyoung pelan, tapi membuat laki-laki itu sedikit mundur.

"Sudah, ayo kita pergi ke kantin. Mereka sudah menunggu kita di sana," ajak Jinyoung yang kemudian mengelus perutnya. "Aku juga sudah lapar."

"Kaja!"

🔼🔽🔼

"Woojin-ah! Aku titip ambilkan minumku juga ya, gomawo!" teriak Jihoon yang sedang asyik memainkan ponselnya. Di depannya telah terhidang dua nampan makanan miliknya dan Woojin.

"Hentikan dulu permainanmu itu lalu ayo makan," tegur Woojin sembari meletakkan gelasnya kemudian duduk di samping Jihoon.

Lelaki yang diajaknya bicara itu mendecak. Ponselnya diletakkan di atas meja kemudian menengok ke kanan dan kiri, juga ke belakangnya, seperti mencari sosok seseorang.

"Jinyoung dan Daehwi mana? Mereka akan ke sini juga, 'kan?" tanya Jihoon.

"Tentu saja." Woojin memasukkan sesendok nasi ke mulutnya. "Mereka tidak mungkin tidak lapar. Not-not balok itu menyita energi mereka."

Jihoon terkekeh. "Iya, kau benar juga, tapi anak itu lama sekali."

Seseorang berdeham dari belakang Jihoon. "Siapa yang lama?"

Lantas, lelaki yang sedang sibuk dengan sumpit di tangannya itu menoleh. Dilihatnya dua orang laki-laki tengah berdiri dan yang satunya justru asyik memainkan alis.

"Kalau kau mau terus berdiri di sana? Jatah makanmu akan kuambil," ancam Woojin.

Dengan segera, Daehwi dan Jinyoung menuju kursinya masing-masing. Keduanya menyandarkan tubuh ke sandaran kursi.

"Hyung, tadi Jisung hyung memintaku untuk memberi tau kalian kalau sepulang sekolah, harus langsung kembali ke dorm. Kalian berdua dilarang main ke arena bermain lagi. Hyung bilang kita harus fokus karena bulan depan akan comeback," kata Jinyoung.

"Iya, aku mengerti. Kalau dipikir, sebenarnya berat juga menjadi seorang idol. Semua gerak-geriknya dibatasi. Untung saja di sekolah ini aku masih bisa bebas." Jihoon membuang napasnya berat.

"Mwo?!" pekik Woojin yang dengan cepat menelan makanannya. "Sederetan perempuan yang tiap hari mengelilingi mejamu itu kau anggap kau bisa bebas di sini?"

Daehwi refleks memajukan tubuhnya, menempel ke meja. "Hyung, apa kita bernasib sama? Baru saja Jinyoung hyung menjadi pusat perhatian saat berjalan ke sini. Hah, aku pusing."

Lelaki itu memegangi kepalanya dan memutar bola matanya. Ia juga mendapat acungan jempol tanda setuju dari Woojin. Baginya, berada di dekat Jihoon juga artinya siap mendengar teriakan heboh para siswi yang tergila-gila pada ketampanan laki-laki itu. Kalau mereka berempat sudah berkumpul seperti saat ini? Jangan ditanya bagaimana ramainya kantin dengan suara para perempuan yang sibuk membicarakan Jinyoung dan Jihoon.

"Sudah, sudah, aku lapar. Aku ambil makan dulu, ya," ujar Jinyoung kemudian beranjak dari kursinya.

"Kau ikut aku atau tidak?" katanya pada Daehwi.

"Kau duluan saja, Hyung. Nanti aku menyusul," balasnya.

"Baiklah."

Jinyoung berdiri di antrean kantin sambil sudah memegangi nampan miliknya. Menu hari ini adalah bibimbap, makanan kesukaannya. Makanya, sejak bel istirahat berdering, Jinyoung sudah buru-buru mengajak sahabatnya ke kantin.

Senyum terlukis di wajahnya saat satu nampan kosong sudah diisi dengan makanan favoritnya. Ia juga mengambil minum miliknya sebelum kembali ke meja.

Namun, seseorang telah mengusik kesenangannya karena sekarang apa yang dipegangnya telah bercecer di lantai. Bunyi berisik dari nampan itu membuat seisi kantin menoleh. Seorang siswi terjatuh di lantai usai menabrak Jinyoung, tapi ia segera bangun dan membungkukkan tubuhnya.

"Ah, mian." Setelahnya, gadis itu langsung bergegas pergi.

"Ya!" pekik Jinyoung. "Tanggung jawab karena kau sudah menghilangkan jatah makan bibimbapku hari ini. Kau harus memberikan jatah makanmu padaku."

Sambil memegang lengan perempuan itu, Jinyoung berkata, "Ikut aku!"

"Aku benar-benar minta maaf. Kau boleh ambil jatah makanku, tapi biarkan aku pergi sekarang. Ada urusan penting," pintanya memelas. Gadis itu menyatukan kedua tangannya di depan wajah. "Dan bisakah kau tunjukkan ruang kepala sekolah ada di mana?"

"Di ujung lantai dua." Jinyoung mengamati wajah seseorang yang ada di depannya. "Tunggu, aku belum pernah melihatmu. Kau anak baru?"

"Ne. Terima kasih untuk informasinya, aku harus segera ke sana."

"Kenapa kau terburu-buru? Tunggulah sebentar. Ekspresi wajahmu seperti orang ketakutan. Wae?"

Gadis itu menghela napas kemudian menengok ke belakang. "Tidak ada apa-apa. Kau boleh ambil makananku sekarang jadi aku bisa pergi dari sini. Oke?"

"Oke, setuju," ujar Jinyoung kemudian melepaskan pegangan tangannya.

Melihat gadis itu berlari meninggalkan kantin, ia pun berteriak, "Terima kasih, Noona."

Jinyoung pun kembali ke meja sambil tersenyum-senyum setelah mendapatkan makanannya kembali. Jihoon yang sudah lebih dulu menghabiskan makanannya itu bertanya, "Kau habis bicara dengan siapa? Kenapa juga kau senyum seperti itu?"

"Ah, bukan apa-apa," balasnya sambil terkekh. "Aku juga tidak tau, sepertinya murid baru. Wajahnya kelihatan ketakutan tadi. Aku jadi bertanya-tanya, kenapa dan siapa dia sebenarnya?"

"Kenapa kau tidak cari tau saja siapa perempuan yang menarik rasa penasaranmu itu?" ejek Jihoon sambil tersenyum.

"Aku juga jadi penasaran dengannya. Apa dia cantik?" Daehwi ikut meledeknya sambil memangku dagu.

Jinyoung tersenyum. Ia menyandarkan tubuhnya pada kursi. "Neomu yeppeo."

"Satu lagi, dia juga baik karena merelakan bibimbap miliknya untukku," lanjut Jinyoung sambil tertawa.

Fokus yang sudah dibangun oleh Jihoon, Woojin, dan Daehwi seketika runtuh karena yang ada di pikiran Jinyoung hanya makanan kesukaannya. Mereka bertiga segera mengalihkan pandangannya malas.

"Kau tidak seru. Kupikir kau menyukainya, ternyata kau hanya tertarik karena bibimbap itu," ucap Woojin.

Jinyoung tertawa. "Aku juga tidak tau. Lihat saja nanti. Sekarang, biar aku cari tau dulu siapa perempuan itu."

— Kamus Mini —

Molla: tidak tau
Hyung: panggilan untuk laki-laki yang lebih tua (dari laki-laki)
Kaja: ayo!
Gomawo: terima kasih
Mwo: apa?
Mian: maaf
Ne: iya
Wae: kenapa?
Noona: sebutan untuk perempuan yang lebih tua (dari laki-laki)
Neomu yeppeo: sangat cantik

🔼🔽🔼

Annyeong!
Selamat datang lagi di ceritaku—masih dengan genre fanfiction—yang diperankan oleh Park Jihoon dan Bae Jinyoung.
Lagi kangen mereka dan semua member Wanna One. Jadi, biar rinduku diungkap lewat tulisan, ya....

"The Memory of Us" diikutsertakan dalam 300days_challenge dan akan update setiap hari Kamis, periode 1 Februari-27 November 2019

Jadi, para bucin Jihoon, bucin Baejin, dan bucinnya Wanna One, yuk catat harinya dan jangan sampai ketinggalan, ya!

Wish me luck! Semoga dengan ini bisa kembali konsisten dalam menulis❤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top