Part 29

Semua ini terlalu rumit bagiku. Kemunculan Dewangga seperti teka teki yang tak bisa kutuntaskan sekeras apapun aku berusaha menyusunnya. Mungkinkah ada sesuatu yang ingin disampaikan Dewangga padaku? Atau ada urusan yang belum terselesaikan olehnya selama di dunia? Tapi, kami tidak pernah saling mengenal sebelumnya. Kenapa justru setelah Dewangga meninggal, ia mendatangiku? Bukankah ini sangat terlambat jika ingin mengulang takdir di kehidupan sebelumnya?

"Masih kepikiran soal Dewangga?"

Silvi baru saja masuk dan menutup kembali pintu kamar kami. Ia menatapku dengan pandangan curiga.

"Oh." Teguran Silvi membuatku tersadar. Sejak tadi aku memegang sebuah buku, tapi belum sempat kubaca isinya. Pikiranku justru terbang ke mana-mana. "Sudah selesai mencucinya?" Aku balas menegur demi menutupi fakta bahwa aku baru saja tersadarkan dari lamunan panjang tentang Dewangga.

"Sudah." Silvi merebahkan tubuh di atas tempat tidur. Cuciannya lumayan banyak, mungkin saja itu cukup menguras energinya.

"Sil." Aku menghampiri tempat tidur. "Apa menurutmu semua ini nyata? Saat itu kamu juga melihat mobil Dewangga, kan?"

"Iya, memang. Apa kita perlu bertanya pada ibu kost untuk memastikan apakah dia bertemu dengan Dewangga secara langsung?" Silvi menegakkan kepala dan menumpunya dengan satu tangan. Ia menghadapkan wajahnya padaku.

"Kurasa ibu kost benar-benar bertemu dengan Dewangga. Bukankah ibu kost sendiri yang menerima titipan barang dari Dewangga? Dia juga menyebutkan nama Dewangga, kan?"

Perbincangan kami terasa kian menarik dan seru. Meski sebenarnya kami sama-sama tahu jika semua ini tidak akan menemukan titik terang.

"Satria juga tidak mungkin berbohong, kan?"

"Kalau Satria berbohong, itu jauh lebih wajar, Sil. Tapi mana mungkin dia berbohong?"

"Kita bisa membuktikannya dengan memintanya menunjukkan makam Dewangga."

"Aku tidak mau." Aku langsung menolak ide Silvi.

"Kenapa?"

"Entahlah. Rasanya aku tidak siap untuk menerima kenyataan kalau orang yang kutemui beberapa waktu belakangan ternyata sudah meninggal. Kamu tahu aku menyukai Dewangga."

"Ya, aku bisa mengerti."

"Tapi, bagaimana kalau Dewangga muncul lagi besok, Sil?" Mendadak kekhawatiran itu melintas di benakku. Setelah mengetahui kenyataan jika Dewangga telah meninggal, bagaimana kalau pria itu muncul lagi seperti yang sudah-sudah?

"Kamu benar, Na." Gadis di hadapanku bergumam pelan. "Aku justru tidak kepikiran hal itu."

Aku tidak bisa membayangkan jika Dewangga benar-benar muncul di depanku besok seperti hari-hari sebelumnya. Mengendarai sedan hitam dan mengenakan setelan jas seperti kebiasaannya.

"Aku baru menyadari sesuatu," ucapku melanjutkan obrolan yang sempat terjeda beberapa saat.

"Menyadari apa, Na?" Silvi tampak tertarik dengan ucapanku.

"Selama ini Dewangga selalu mengenakan setelan jas yang sama. Aku tidak pernah menyadarinya karena sinar matahari terkadang membuat warna setelan jasnya berubah-ubah. Dan saat kami pergi ke kafe, Dewangga tidak menyentuh minumannya sama sekali. Apa menurutmu itu sebuah petunjuk kalau dia benar-benar sudah tidak ada di dunia ini?"

"Bisa jadi." Silvi langsung merespon dengan entengnya.

"Tapi kalau besok dia muncul lagi bagaimana?"

"Apa kamu tidak bisa bersikap seolah-olah tidak pernah mengetahui apapun tentangnya? Kamu bisa bersikap normal sama seperti biasanya, Na."

"Mana mungkin aku bisa bersikap normal seperti tidak pernah mengetahui apa-apa padahal aku tahu jika dia sudah meninggal? Itu mustahil." Aku mengembuskan napas kesal. "Bagaimana kalau kamu ada di posisiku? Apa kamu bisa bersikap biasa-biasa saja?"

Sejujurnya aku takut menghadapi kenyataan esok hari.

"Kurasa itu satu-satunya cara supaya Dewangga tidak menyadari kalau kamu sudah tahu kenyataan yang sebenarnya, Na. Kalau sikapmu tiba-tiba berubah, Dewangga akan curiga. Aku benar, kan?"

Seratus persen benar. Tapi aku tidak bisa melakukannya. Itu terlampau berat untuk dilakukan.

"Aku tidak yakin bisa melakukannya." Aku yang tadi sempat meninggikan suara, tapi kini hanya bisa bergumam lemah.

"Kalau begitu sebisa mungkin kamu harus menghindari pergi berdua dengannya. Kamu bisa mencari alasan apapun itu."

Aku akan mempertimbangkannya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top