Part 08
"Kamu bertemu pemilik mobil itu? Apa dia seorang penjahat? Apa wajahnya seram seperti preman di film?" Silvi menanggapi ceritaku dengan antusias.
"Dia sama sekali tidak seram, malah bisa dibilang dia cukup tampan. Tapi, usianya sudah lumayan matang. Mungkin 32 atau 35," paparku seraya berusaha mengingat wajah Dewangga.
"Wow!" Gadis di hadapanku berdecak kecil. Saat melihat wajah Silvi, timbul secuil penyesalan dalam benakku. Kenapa bukan Silvi saja yang bertemu dengan Dewangga? Kenapa mesti aku? "Siapa namanya? Apa dia benar-benar menguntitmu selama ini?"
"Namanya Dewangga. Ya, dugaan kita memang benar. Dia menguntitku beberapa waktu belakangan," ujarku sesuai pengakuan Dewangga.
"Apa kalian sempat bicara?"
"Ya. Pria itu memintaku untuk menikah dengannya, Sil."
"Menikah? Tapi, bagaimana bisa seperti itu? Kalian kan tidak saling mengenal. Kenapa tiba-tiba dia memintamu menikah dengannya setelah menguntit kamu selama ini?"
Reaksi Silvi ternyata sama seperti reaksiku pertama kali saat mendengar permintaan Dewangga. Gadis itu juga tidak serta merta menyuruhku agar bersedia menikah dengan Dewangga sekalipun pria itu tampan dan terkesan cukup kaya.
"Aku juga bingung saat tiba-tiba dia memintaku untuk menikah dengannya. Dia bilang sudah mengenalku sejak lama. Di kehidupan sebelumnya kami saling mengenal satu sama lain."
"Kehidupan sebelumnya? Maksudnya apa? Reinkarnasi seperti cerita fantasi di film-film? Memangnya ada hal seperti itu di dunia nyata?"
Aku menghembuskan napas kasar.
"Maka dari itu aku menyebutnya tidak waras," cetusku.
"Apa yang dia katakan tentang kehidupan kalian sebelumnya? Apa dulu kalian menikah? Atau sekadar saling mengenal?"
"Kami tidak sempat bicara banyak. Aku buru-buru pergi tadi."
"Wah, pria itu pasti sedang berhalusinasi." Silvi merebahkan tubuhnya di atas kasur. Gadis itu mulai bersikap santai, tidak terlalu antusias untuk bertanya lebih jauh tentang pertemuanku dengan Dewangga. "Mungkin saja kamu mirip dengan kekasih atau istrinya yang sudah meninggal dan dia belum bisa melupakannya. Jadi, pikirannya sedikit terganggu saat melihat kamu."
Pemikirannya semacam itu jauh lebih masuk akal ketimbang konsep reinkarnasi yang masih belum bisa dibuktikan kebenarannya.
"Mungkin juga," sahutku.
"Oh, ya." Silvi mengangkat kepala dan menumpunya dengan tangan kanan. "Terus, apa jawaban kamu saat dia memintamu menikah dengannya? Kamu bersedia, Na?"
Aku menggeleng cepat.
"Tidak," jawabku.
"Kenapa? Bukankah tadi kamu bilang dia cukup tampan? Sepertinya dia juga kaya raya."
"Mana mungkin aku menikah dengan seseorang yang sama sekali tidak kukenal? Kamu juga, apa mau menikah dengan seseorang yang baru sekali kamu lihat? Tidak, kan?"
Gadis itu mengangguk paham.
"Aku tahu. Tapi, maksudku bukan menikah dalam waktu dekat ini. Kalian bisa menikah setelah kamu lulus kuliah. Lagipula kalian juga perlu saling mengenal satu sama lain, kan?"
"Aku tidak berpikir ingin segera menikah setelah lulus kuliah, Sil. Lagipula aku tidak bisa membayangkan menikahi pria asing yang tidak kuketahui latar belakangnya. Coba pikir, apa wajar seorang pria menguntit seorang gadis, lantas memintanya untuk menikah? Bagaimana jika dia punya motif jahat yang terselubung? Semisal ingin menjual gadis tersebut atau dijadikan istri simpanan? Atau mungkin juga dijadikan tumbal pesugihan?" Pikiranku mulai berkembang biak sesuai logika.
"Iya, juga. Dan ucapannya tentang kehidupan sebelumnya adalah sebuah trik yang dipakainya untuk menjerat hati sang gadis. Mungkin juga dia memilih targetnya secara acak. Oh, benar-benar mengerikan... "
Syukurlah, Silvi bisa menangkap situasinya.
"Dunia ini semakin tidak aman untuk wanita, Na. Kita harus lebih berhati-hati mulai sekarang," ujar Silvi memberi nasihat.
"Seharusnya sejak dulu kita mesti berhati-hati, kan?"
"Iya, kamu benar."
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top