Part 03
Aku terbiasa pulang kuliah sendiri dengan berjalan kaki. Begitu juga selepas kuliah, aku memilih untuk segera kembali ke kost. Kondisi keuanganku yang hanya sebagai anak kost sangat tidak memungkinkan untuk memenuhi hasrat berbelanja atau nongkrong di kafe seperti mahasiswi lain yang kemampuan finansialnya jauh melampaui diriku. Dari kampus hingga kost memang lumayan jauh dan biasa kutempuh dalam waktu 20 menit berjalan kaki. Terkadang lebih jika langkahku terlampau lelah.
Dan begitu kakiku melangkah keluar dari pintu gerbang kampus, ekor mataku secara refleks menangkap sebuah bayangan mobil di seberang sana. Seketika aku mengalihkan pandangan. Yup! Mobil sedan hitam yang semalam juga kulihat terparkir tidak jauh dari perpustakaan kota tampak sedang terparkir di seberang jalan. Semua jendelanya terkunci rapat dan mataku tak mampu menembus kacanya. Bagian depan mobilnya memang secara samar memperlihatkan bayangan seseorang di balik kemudi, tapi jarak yang terlampau jauh membuat mataku tak bisa memindainya secara maksimal.
Tanpa sadar keberadaan mobil itu membuat langkahku terhenti hanya untuk sekadar memperhatikannya.
Di kampus ini ada begitu banyak manusia yang keluar masuk. Jika pemilik sedan hitam itu merupakan salah satu mahasiswa di kampus kami, semestinya ia memarkir kendaraannya di lahan parkir yang tersedia di dalam area kampus dan bukan memarkirkan kendaraannya secara serampangan di pinggir jalan seperti itu. Kalau dia memang sedang mengawasi seseorang, ada begitu banyak kemungkinan orang yang layak untuk diawasinya. Seperti kata Silvi, mungkin ada buronan polisi di kampus kami. Atau, mungkin juga dia sedang menunggu seseorang. Semua kemungkinan itu jauh lebih masuk akal daripada kemungkinan yang kupikirkan. Menguntitku? Aku sangat konyol saat memikirkan itu. Memangnya aku ini siapa? Kenapa aku begitu percaya diri dengan dugaan bodoh itu?
Tak ingin berprasangka buruk dengan memberi cap 'penguntit' pada pemilik mobil itu, aku bergegas kembali melanjutkan langkah. Rasanya aku akan membuang-buang waktu percuma dengan memikirkan sesuatu yang tidak pasti.
Dalam perjalanan pulang aku sempat mampir ke sebuah warung makan untuk membeli nasi bungkus dan es teh. Aku sudah menjadi langganan tetap di tempat itu karena selain harganya ramah di kantong mahasiswa, rasa masakannya juga enak. Ada lebih dari 30 macam menu yang mereka tawarkan pada pelanggan.
Tentang mobil sedan hitam itu, ia sudah lepas dari benakku semenjak aku melangkahkan kaki ke dalam warung makan.
**
Suara getaran ponsel yang ada di samping bantal membuatku seketika terbangun. Silvi menelpon.
"Kamu mau makan apa, Na? Ayam geprek mau?"
Itu suara Silvi. Ia terbiasa to the point saat berbincang di telepon denganku.
"Boleh." Idenya tentang ayam geprek cukup menggugah seleraku.
"Oke."
Kami sama-sama menutup telepon.
Aku menggeliat dan meregangkan kedua tangan.
Jika bukan karena Silvi, aku tidak akan sadar jika sekarang sudah jam delapan malam. Aku ketiduran cukup lama setelah mengerjakan tugas tadi. Laptopku juga masih menyala. Ditambah lagi aku belum mandi.
Usai menutup layar laptop, aku bergegas menyambar selembar handuk yang tergantung di balik pintu kamar. Sebelum Silvi tiba, aku akan memanfaatkan waktu untuk membersihkan diri.
Tepat di saat aku telah selesai mandi dan berganti pakaian, pintu kamar kami terbuka. Silvi datang.
"Na!"
Gadis yang bekerja di toko roti itu tampak terburu-buru masuk ke dalam kamar. Bahkan ia melepaskan sepatunya begitu saja tanpa menaruhnya di dalam rak. Padahal Silvi merupakan tipe orang yang disiplin dalam hal kerapian dan kebersihan.
Aku hanya tertegun saat Silvi menghambur ke arahku.
"Na!" Gadis itu mencengkeram kedua lenganku dengan erat. "Mobil itu ada di depan, Na," beritahunya seperti sedang panik.
"Mobil apa?" Melihat ekspresi wajah Silvi membuatku gagal mencerna ucapannya.
"Mobil sedan hitam yang kamu ceritakan semalam! Dia ada di jalan depan kost sekarang!"
"Apa?!" Mendadak aku menjadi lebih panik darinya.
Mungkinkah pemilik mobil itu benar-benar menguntitku?
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top