7

"Terima kasih atas kerja anda hari ini, Dokter Tjandrawinata."

Salah satu tim medis menatap Thalia dengan penuh kekaguman, mereka keluar dari ruang operasi dengan perasaan senang. Thalia menatap wanita yang menyapa-nya itu dengan wajah datar, ia menatap aneh ketika wanita itu mengulurkan tangan kearahnya namun sedetik kemudian ia langsung menyambut uluran tangan itu dan membalas ucapan wanita itu. "Terima kasih atas kerjasama kalian."

Operasi jantung Bypass yang mereka lakukan barusan cukup membuat Thalia merasa lelah. Hampir delapan jam mereka melakukan operasi tersebut dan Thalia lelah, namun di saat yang bersamaan juga ia merasa puas karena operasi tersebut berakhir dengan sukses.

Setelah mengucapkan salam, Thalia melangkah menelusuri lorong rumah sakit yang mengarah ke ruangannya di bangunan Timur. Ia menghela nafas panjang dan saat itulah Thalia menyadari bahwa tangannya gemetar.

Thalia sadar, walaupun ia seorang dokter tetapi ia juga sangat takut untuk melakukan operasi. Pernahkah kalian menyadari bagaimana kalau kalian sampai salah menekan atau tanpa sengaja melukai saraf penting? Dan tahukah kalian bahwa walaupun di dalam ruang operasi telah terdapat lima belas orang yang berlalu lalang untuk membantu, tetapi kau adalah satu-satunya orang yang berkuasa untuk memberikan perintah. Bukan hanya itu saja, bagaimana jika perintah yang dilakukannya malah membuat keadaan pasien menjadi lebih buruk?

Hal itu sangat menakutkan...

Sampai hari ini Thalia tidak pernah bisa membebaskan diri dari rasa takut itu. Ia meletakkan tangannya di kepalanya dan mengelus rambutnya dengan usapan lembut sambil menggigit bibirnya.

"Kau akan baik-baik saja Thalia..." bisik Thalia pelan. Ia menggenggam rambutnya erat sambil memejamkan mata sejenak. Ia mengingat bagaimana Bryan pernah mengusap puncak kepalanya dengan lembut ketika tangannya gemetar akibat melakukan operasi. Dan usapan tangan pria itu membuat ketakutannya langsung hilang begitu saja. "Kau baru saja menyelamatkan seseorang..."

Kemudian Thalia menggeleng kepalanya kencang.

"Hentikan ucapan bodoh ini, Thalia Tjandrawinata!" rutuk Thalia kepada dirinya sendiri.

Ia menekan dadanya hingga detak jantungnya normal, lalu mulai berjalan kembali. Belum sampai di bangunan Timur, Thalia mendengar suara yang di kenalnya dan hal itu membuat Thalia menghentikan langkahnya.

Bryan?

Awalnya ia merasa bodoh karena tidak mungkin Bryan Crawford membuang waktunya untuk berkeliaran di rumah sakit sementara pria itu harus berkutat dengan ratusan dokumen di meja kerjanya yang jelas-jelas menghasilkan ratusan juta dollar. Tapi ketika mendengar suara Adrian, Ia tahu bahwa itu adalah suara pria itu.

Perlahan Thalia berjalan ke salah satu ruangan VIP yang membutuhkan perawatan intensif. Ia mengernyitkan keningnya dan mengenal ruangan ini. Dengan cepat Thalia merogoh saku, mengeluarkan ponsel dan membuka jadwal serta pasien yang di bawah pemeriksaannya. Karesh Crawford.

Crawford?

"Aku tidak akan pernah memberikan kalian restu-ku. Jadi segera enyah dari hadapanku sekarang juga!"

Thalia mendengar suara tegas dari balik pintu, perlahan ia mendorong pintu tersebut dan memperlihatkan celah untuk melihat apa yang sedang terjadi di dalam ruangan. Situasi di balik pintu itu terasa mencengkam sehingga membuat Thalia mengernyitkan alisnya, ia bisa melihat punggung kaku Bryan terarah kepintu sementara seorang pria setengah baya yang memiliki perawakan sama dengan Bryan tengah terbaring di atas tempat tidur.

Ia menyakinkan dirinya sendiri bahwa pria itu adalah Karesh Crawford. Pria yang menjadi salah satu pasien VIP di bawah pemeriksaannya.

Walaupun Karesh dalam masa pemeriksaannya akibat penyakit jantung yang di milikinya, Thalia masih bisa melihat begitu besar charisma pria itu. Karesh sama sekali tidak memperlihatkan wajah pucat ataupun kesakitan.

Dan suara pria itu meninggi ketika Bryan berkata, "Kau akan pindah dari rumah sakit ini. Itu adalah keputusan final dariku."

"Aku adalah pemilik sah dari Crawford Enterprise! Jadi jangan pernah memerintahku untuk melakukan apapun, Bryan Crawford!" Karesh mengepalkan tangannya di balik selimut dan dengan mata biru-nya, ia menatap Bryan dengan marah. "Dan aku adalah ayahmu secara sah. Jangan pernah lupa bahwa aku yang sudah membesarkanmu dan memberikanmu akses keuangan yang begitu besar hingga kau bisa berbuat seenaknya seperti ini."

Bryan tidak menjawab.

"Apa kau sama seperti ibumu yang pergi dari rumah dan—"

"Bisa kau hentikan semua ini, ayah?" Bryan menekankan status Karesh dengan nada sarkastik. "Keputusanku adalah keputusan final, bahwa di rumah sakit ini tidak ada dokter yang bisa mengobatimu."

"Tidak bisa atau memang kau tidak memberikan mereka ijin?" sanggah Karesh.

Dari celah pintu, Thalia bisa melihat bahwa hubungan Bryan dengan ayahnya tidak berlangsung dengan baik. Namun ini bukanlah tempatnya. Thalia sadar ia seharusnya tidak melanggar hal ini lebih jauh lagi, ia merasa bahwa segalanya akan berubah menjadi lebih buruk. Tapi Thalia tidak bisa menggerakkan kakinya.

Seolah Karesh belum selesai dengan ucapannya, pria tua itu kembali berkata, "Seharusnya kau tahu di mana statusmu, Bryan. Dan seharusnya kau yang paling tahu apa yang hasilnya jika kau membangkang. Ingat dengan mantan kekasihmu?"

"Anak pembawa sial sepertimu seharusnya diam dan mengikuti apa yang ayahnya katakan." Karesh melihat amarah Bryan yang di simpan dari balik wajahnya yang datar itu. "Jangan mengarahkan taringmu kepada pemilikmu, Bryan Crawford."

Langsung saja Thalia menutup mulutnya dari telapak tangannya. Ia tidak suka dengan suara tajam yang penuh dengan penghinaan itu dan terlebih lagi, kata-kata itu di katakannya dengan begitu dingin.

Thalia tidak bisa mendengarnya lebih jauh. Ia menarik nafasnya pelan dan mulai melangkahkan kakinya mundur. Belum sempat melangkah lebih jauh, tangannya di cengkram dengan begitu keras dan di piting ke belakang. Thalia tidak sempat memekik karena orang yang mencengkram tangannya ke belakang itu langsung mendorong tubuhnya masuk ke dalam pintu yang terbuka tersebut.

Di balik rasa sakit-nya, Thalia masih bisa melihat wajah terkejut dari Bryan dan Adrian. Sementara Karesh menatapnya dengan perasaan tidak suka. Tiga pria tinggi dengan tubuh besar berada di samping pintu masuk dan pria yang membawanya masuk mengucapkan kata dengan nada dingin yang terlatih, "Wanita itu menguping di luar pintu."

Ucapan itu langsung membuat wajah Karesh semakin kaku.

Dan lagi, Thalia merasakan tangannya semakin kebas karena di pelintir lama. Ia hampir saja mengerang kesakitan kalau saja pria yang di belakangnya tidak melepaskan tangannya. Setelah pria itu melepaskan pelintirannya, Thalia menoleh dan menyadari bahwa Bryan sudah berada di samping tubuhnya, mendorong pria berbaju hitam di belakangnya dan menarik tubuh Thalia menjauh dari pria berbaju hitam.

"Stay away from her."

Itu adalah satu kalimat yang begitu datar, namun Thalia merasakan kekuatan dari kata-kata itu melalui genggaman Bryan di lengannya. Dan Thalia bisa melihat betapa Bryan sungguh-sungguh dalam mengatakan hal itu. Wajah pria itu terlihat kaku dan Thalia bisa melihat mata biru pria itu mulai berkilat.

"Bry... I'm fine..." bisik Thalia pelan namun nampaknya Bryan tidak mendengarnya.

Tidak lama setelah ucapan dingin Bryan, beberapa pria berjas hitam mulai melangkah mendekatinya, dan saat itu Bryan langsung berkata, "Come closer and I'll give you a hole in your head.."

"Aku tidak memberi kalian upah untuk menonton adengan pahlawan ini." Karesh menjentikkan jemarinya dan menambahkan, "Get her to me, now."

"Dia tidak ada hubungannya dengan semua ini!" teriak Bryan.

"Oh, she will." Karesh tersenyum miring sambil bersidekap dada. "Kau dokter yang menanganiku?"

"Tergantung apakah aku bersedia untuk menerima rekap medismu, Mr. Crawford." Thalia hampir saja memuji dirinya sendiri karena tidak bersikap gentar di hadapan Karesh walaupun mata biru itu sebiru Bryan dan tengah menatapnya dengan dingin. "Aku adalah dokter terbaik di rumah sakit ini dan hanya aku yang bisa menolongmu. Sentuh aku sekali saja, dan aku akan memastikan mayatmu di ruang operasi."

Karesh mengangkat kedua alisnya seolah menilai Thalia dan diam-diam memuji keberanian wanita itu walaupun Karesh bisa melihat Thalia tengah memendam rasa takut. Lalu Karesh mengangkat sebelah tangannya dan berkata, "Aku ingin berbicara dengan dokter wanita ini."

"Kau tidak akan berbicara sendirian dengan-nya, ayah," ucap Bryan.

"Oh ya? Dan apakah kau yang memutuskan semua itu, Bry?" Saat Bryan tidak menjawab, Karesh berkata, "get out of my room, Bryan Crawford."

"Kau—"

"Aku menyuruhmu untuk pergi bukannya menatapku, Bryan. Apakah ucapanku kurang jelas? Aku menyuruhmu untuk pergi bersama kekasihmu." Karesh menatap Thalia dan tatapannya turun kearah tangan Bryan yang masih mencengkram lengan atas Thalia. "Atau sebenarnya kau memiliki hubungan dengan wanita itu dan bukannya Adrian Stockholm?"

"Jaga ucapanmu, Ayah."

"Aku menjaganya dengan baik, Bryan. Kalau Adrian adalah kekasihmu, seharusnya kau tahu siapa yang harusnya kau pentingkan."Karesh menegakkan punggungnya dan membalas tatapan dingin Bryan lalu kembali berkata, "Dan ketika aku mengatakan kau harus pergi dari ruanganku, yang akan kau lakukan adalah berbalik Bryan Crawford."

Untuk sejenak Bryan tidak mengatakan apapun. Ia hanya menatap Karesh dengan tatapan benci, namun Adrian menggandeng lengannya seolah membangkitkannya dari lamunan. Bryan menoleh kearah Bryan dan menggeleng pelan. "Kita keluar sekarang, Bry," ucap Adrian lembut.

"Kita akan membicarakan hal ini di luar, bukannya di sini, Bry," ucap Adrian sekali lagi. Ia kembali mengetatkan pelukan di lengan Bryan. "Bry, come on. Ayahmu benar, aku adalah kekasihmu Bry jadi kau tidak seharusnya mengkhawatirkan Thalia walaupun kau melakukannya untuk menenangkan hati Avelyn."

Kata orang, Ucapan itu adalah sebuah sihir di mana ketika kita mengatakannya, orang yang bersangkutan akan mengikuti apa yang kita inginkan. Apalagi jika ucapan itu berasal dari kekasih kita sendiri. Dan itulah yang terjadi pada Bryan.

Pria itu melepaskan cengkraman di lengannya, Bryan kembali menggandeng tangan Adrian dan melangkah menjauh. Dan bodohnya Thalia berharap pria itu mengkhawatirkannya. Dengan bodohnya Thalia berpikir pria itu marah karena memikirkannya. Jangan bodoh Thalia, kau harusnya tahu di mana posisimu.

Tepat ucapan itu terucap di benaknya, Thalia menoleh ke belakang dan bertatapan dengan Bryan. Dan ia sama sekali tidak bisa membaca arti tatapan pria itu. Untuk sedetik, Thalia berpikir itu adalah tatapan penuh kekhawatiran namun hal itu langsung lenyap ketika Bryan menggandeng tangan Adrian dan melenggang keluar ruangan.

Dan ketika pintu di belakangnya tertutup, Thalia kembali merasakan gemetar di lututnya. 

TBC | Reupdate 22 Maret 2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top