16

Aku memilihmu, tapi aku mencintainya.

Bagi Bryan mencintai wanita itu semudah ia bernafas dan pura-pura membenci wanita itu adalah satu hal terberat yang harus di lakukannya. Ia masih belajar, dan tidak akan pernah terbiasa melakukannya.

Bryan menggenggam stir dengan erat dengan perasaan sesak yang sedaritadi di rasakannya. Walaupun tahu berbahaya, Bryan tidak sekalipun menurunkan kecepatan laju kendaraannya.

Mungkin bagi segelintir orang, cinta harus di ucapkan dan di buktikan. Namun bagi Bryan, ia tidak perlu membuktikan apapun. Ia tidak perlu mengatakan ratusan kata cinta atau kata romantis lainnya. Bagi Bryan, melihat Thalia masih meminum teh serta croissant kesukaannya setiap pagi di rumah sakit adalah satu-satunya bukti bahwa Bryan telah melakukan hal yang benar.

Ia tidak bisa memberikan apa yang diinginkan wanita itu.

Walaupun ingin, tapi Bryan tidak bisa memberikannya. Karena yang dibutuhkan wanita itu bukanlah ucapan romantis melainkan keselamatan.

"Kau sudah kalah, Bry. Mungkin kau terbiasa menjadi penyelamat di perusahaanmu dan membangun ratusan system sesuka hatimu. Tapi kau tidak bisa menjadikan wanita yang kau cintai sebagai taruhannya. Let her go, Bry."

"Why?" Bryan tertawa miring saat melihat ibunya berjalan di lorong rumah dengan membawa tas jinjing besar."Kenapa aku harus melakukan apa yang kalian perintahkan? Kenapa aku harus mengikuti jejak kalian?"

"Just because you love her so much, and you must let her go. Cinta bukan berarti membiarkan keegoisanmu untuk memilikinya harus terwujud. Karena melepaskan juga bagian dari cinta, Bry." Adeline Crawford berhenti berjalan dan menoleh kearah puteranya. "Ayahmu memiliki pertimbangannya sendiri mengapa ia melakukannya. And what you can do is—"

"Let her go?"

Adeline tidak menjawab.

"Sangat mudah bagimu untuk menyuruhku melakukannya, karena bahkan kau tidak berusaha untuk bertahan saat ayah mendorongmu menjauh." Bryan menahan amarahnya, sebagai gantinya ia mengepalkan tangannya di sisi tubuh. "Dulu saat aku kehilangan Pauline, aku pikir segalanya telah berakhir. Tapi dia... mampu mengembalikan pecahan hatiku menjadi utuh kembali."

Dengan tatapan terluka, Bryan menatap ibunya. "Aku akan melakukannya. Membuatnya menjauhiku, membuatnya membenciku dan membuatnya terluka karenaku. Kau tahu kenapa?"

"Please, Bryan..." ucap Adeline pedih.

"Karena dia adalah alasanku untuk kembali hidup setelah semua hal yang terjadi. Dan kalau hal ini bisa membuatku tetap melihatnya bernafas... dan tersenyum. Maka aku akan melakukannya, Ma." Bryan menelan saliva-nya yang terasa berat. "Karena dia adalah udara... karena dia adalah...bagian hidupku."

Merasa tidak berguna, Bryan memukul stir dan berteriak dengan nada frustrasi. "Damn it! Damn it!" Lalu ia merasa penglihatannya mulai kabur karena air mata. Sebelum itu terjadi, Bryan menginjak pedal gas lebih dalam lagi dan membawa kendaraannya memasuki Crawford Building.

Saat keluar dari mobil, tatapan Bryan berhenti pada asap hitam di atas gedung yang semakin tinggi. Dan hal itu membuat jantungnya berpacu dua kali lipat lebih cepat, Bryan bahkan mulai kesulitan bernafas. Tepat saat ia hendak menyeruak ke dalam kerumunan, Bryan mendengar salah satu reporter memberitakan sesuatu.

"Quennessa dari Daily Times Brooklyn melaporkan, bahwa Para pemadam kebakaran telah berusaha untuk memadamkan api yang semakin besar, namun terdapat kabar bahwa ruang server yang terbakar akibat over heated mulai merambat ke lorong. Menurut para pemadam kebakaran, ada kemungkinan ledakan akan kembali terjadi. Namun masih ada beberapa orang yang masih berada di dalam. Dan kini—"

Tanpa memikirkan apapun lagi, Bryan langsung berjalan masuk ke kerumunan, sementara jantungnya berpacu seperti orang gila. "Minggir!" teriak Bryan keras untuk melenyapkan kerumunan yang menghalangi jalannya.

"That's Bryan Crawford!"

Beberapa orang menyerukan namanya, namun di abaikan oleh Bryan. Saat Bryan hendak berjalan mendekat ke pintu masuk, beberapa petugas gedung menahannya. "Anda tidak boleh masuk ke dalam, Sir! Kami tidak bisa membiarkan anda masuk begitu saja!"

"Lepaskan tangan kalian sekarang!" seru Bryan.

"Keselamatan anda adalah yang utama bagi kami dan jika anda tidak senang dengan kinerja kami, maka anda bisa membuat perhitungan kepada kami nanti." Petugas dengan tubuh tinggi melarang Bryan masuk dan mulai mendorong pria itu mundur. "Ayah anda akan membunuh kami kalau tahu anda masuk."

"Minggir," ucap Bryan datar. "Kalian tidak berhak untuk memerintahku." Bryan melepaskan cengkraman tangan petugas tersebut dan kembali berkata, "Dan aku tidak peduli apa yang akan di katakan oleh pria tua itu. Mengerti?"

"Tapi kami peduli! Seharusnya anda melihat disekeliling anda. Bagaimana dengan perasaan puluhan bahkan ratusan orang yang sengaja kemari hanya untuk ikut memastikan apakah anda selamat atau tidak!"

Tatapan Bryan berputar ke sekelilingnya yang di penuhi oleh orang-orang yang tengah menatap kearahnya dan bahkan Bryan masih bisa mendengar beberapa ucapan syukur karena ia selamat yang malah membuat hatinya semakin sakit.

Mungkin bagi segelintir orang, Bryan Crawford merupakan pemilik kerajaan Crawford Tech yang mendunia. Bahkan Bryan merupakan salah satu Billionare yang sering sanjung di beberapa media dan sering menjadi headline di DailyNYC. Tapi Bryan tidak pernah memperdulikannya dan segalanya bagaikan abu jika di bandingkan dengan kehidupan tanpa wanita itu...

Mata Bryan terpaku pada bangunan yang mulai bergetar. Tidak sampai semenit kemudian, serpihan kaca meledak dari masing-masing kerangka dan api dengan semburat merah menyala begitu terang di bangunan tersebut seolah menjadikan bangunan tersebut menjadi penjara api.

Dan di tengah kerisauannya, Bryan seolah melihat Thalia berada di dalam bangunan tersebut dengan jas putih dokternya. Wanita itu seolah-olah berkata kepadanya, "Aku mencintaimu dan akan selalu seperti itu..."

Lalu air matanya keluar.

Seorang pria tidak seharusnya menangis karena mereka selalu tahu bagaimana cara mengatasi masalah mereka tanpa menunjukkan kelemahan. Namun menurut beberapa orang, air mata bukanlah tanda sebuah kelemahan. Di tengah air matanya, Bryan seolah merasa seseorang berkata kepadanya 'Kau tidak akan pernah bisa mengharapkan wanita itu untuk terus mencintaimu dan terus berada di sampingmu dan mengatakan cinta setiap harinya. Karena akan ada saat di mana kau harus mengakui, bahwa kau telah kehilangannya dari pertama."

Dan saat ucapan itu terngiang-ngiang di benaknya, api pada bangunan di hadapannya seolah menyala dengan terangnya sehingga tidak memungkinkan siapapun untuk masuk ke dalamnya.

"Thalia!!"

Bryan mendengar suara Avelyn di belakangnya. Ia bisa melihat wanita itu berusaha menerobos kerumunan orang bersama suaminya dengan perut besar. Bryan juga bisa mendengar teriakan Avelyn yang menyuruh para petugas untuk berhenti mengganggunya.

Lalu tatapan Bryan kembali kearah bangunan. Untuk sedetik, ia seakan melihat Thalia dari jendela dan itu membuat jantungnya berdetak tak beraturan.Tapi hanya itu yang di perlukan oleh Bryan untuk berlari mengambil selang lalu membasahi seluruh tubuhnya sebelum akhirnya ia menerobos masuk ke dalam bangunan yang kini sudah di penuhi dengan asap.

Bryan mengabaikan teriakan seluruh orang di belakangnya, karena apa yang di pikirkannya sekarang hanyalah Thalia.

Dengan air mata yang masih berkabut di matanya, Bryan menelusuri lorong demi lorong dan ruang demi ruang. Ketika ia berjalan melalui tangga darurat, Bryan melihat sekumpulan petugas pemadam kebakaran yang melihatnya sambil membawa dua staff-nya. "Mr. Crawford, apa yang anda lakukan di sini sebenarnya? Di sini sangat bahaya!"

Alih-alih mendengarkan ucapan petugas tersebut, Bryan malah berlari naik kembali memeriksa ruangan kerja di setiap lantai.

°

Thalia memegang pinggiran meja kerja Bryan dengan sebelah tangan menutupi hidungnya. Ia sudah tahu bahwa hal ini akan terjadi, Thalia tidak membawa oksigen tambahan ataupun peralatan lainnya untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Selama berlari masuk ke dalam bangunan penuh asap ini, Thalia hanya berpikir apakah Bryan selamat.

Dan ketika melihat ruangan kerja Bryan kosong, ia tidak merasa kecewa. Ia malah merasa bahagia karena pria itu tidak berada di bangunan ini.

Lima menit yang lalu ia bahagia karena Bryan tidak berada di dalam bangunan ini yang dengan kata lain, pria itu selamat. Dan menit berikutnya, jantungnya berpacu dengan cepat, nafasnya mulai tersentak karena kekurangan oksigen. Ia tidak takut mati... Karena menurut Thalia, kematian bukanlah hal yang harus di takutkan. Apa yang seharusnya ia takuti adalah... mati tanpa melihat pria itu.

Dan air matanya mengalir begitu saja.

"Dasar bodoh... Kau akan mati sebentar lagi, dan yang bisa kau pikirkan hanyalah pria itu saja?" bisik Thalia sambil terbatuk-batuk.

Thalia bisa mendengar gemuruh di seluruh gedung yang menandakan ledakan terjadi lagi. Dan detik kemudian lampu di atas nya meledak, menjadikan oksigen yang sudah semakin tipis menjadi hilang dan di penuhi asap. Dengan sisa tenaga terakhirnya, Thalia menutupi kepalanya dengan jas-nya sembari berharap dengan cara ini ia masih bisa mendapatkan oksigen sedikit.

Perlahan Thalia berusaha merangkak menuju pintu keluar, namun pintu yang hanya berjarak lima meter itu seolah-olah menjadi kilometer jauhnya hingga akhirnya Thalia menyerah dan menutup matanya. Sebelum kegelapan menyelimutinya, Thalia mengucapkan satu nama yang diucapkan berulang kali.

"Bryan..."

°

TBC | 09 Mei 2018

Happy reading and don't forget to leave a comment below. Thanks :)

For more info :

Line : MargarethNatalia

Ig : Margarethnataliaf 

P. S : Promosi medsos ini bukan karena desprate sama doi yang gak peka ya wkwkw :( Cm takutnya kalian kangen aku yang uda lama gak bersua di Wattpad  :(

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top