12

Walaupun pagi tiba dan mengubah dunia menjadi mimpi buruk. Setidaknya saat aku tertidur, kenanganmu mampu memelukku.

-Thalia Tjandrawinata-

"Jangan bodoh, Thalia. Apa sekarang seorang Tjandrawinata akan mengemis di hadapanku?" Bryan mendorong bahu Thalia menjauh. Ia mendelik kearah wanita itu dan dengan menatapnya dengan dingin. "Semurah itu kah harga dirimu?"

"Apakah seorang Tjandrawinata tidak boleh mengemis? Dan wanita lain yang tidak menyandang nama Tjandrawinata boleh melakukannya?!"

"Tidurlah, Li. Kau mabuk."

"I'm not!" teriak Thalia keras. Ia kembali melangkah dan meletakkan telapak tangannya di atas lengan pria itu dan kembali berkata, "Kau tahu aku tidak mabuk, Bry. Kau menyadarinya, Iya 'kan?"

"Kau mabuk," putus Bryan. Ia menyisir rambut dengan jemarinya sambil mendesah lelah. "Tidurlah, aku akan tidur di luar. Kau bisa menggunakan kamar ini sesuka hatimu. Aku bisa menghubungi Adrian dan—"

"Berhentilah menghindariku! Aku tahu kau tidak sedang memikirkan Adrian!"

"Dan siapa yang sedang aku pikirkan memangnya?" Bryan mengangkat sebelah alisnya dengan sinis. "Apa kau berpikir kalau aku sedang memikirkan dirimu, Li?"

Bryan menggeleng sambil mendengus kecil. Ia memasukkan kedua tangan kedalam saku-nya dan hendak membalikkan tubuhnya namun Thalia menarik kerah kemeja pria itu kearahnya. Ia menyusupkan jemarinya ke rambut tebal Bryan, menarik kepala itu kearahnya dan membiarkan bibirnya mengecap halus bibir pria itu.

Sekali saja.

Ia hanya akan membiarkan dirinya menjadi gila dan melakukan hal tergila yang tidak pernah di lakukannya selama ia hidup. Saat Thalia menjauhkan bibirnya, ia berbisik penuh percaya diri. "Kau hanya boleh memikirkanku, Bry. Malam ini, hanya aku saja yang boleh hinggap di kepalamu yang cerdas."

"Aku tidak perduli seandainya aku terlihat begitu murahan di hadapanmu. Malam ini, aku sudah menghilangkan seluruh akal sehatku."

Thalia kembali mengecup bibir Bryan, mengambil alih gerakan. Ia seharusnya sakit hati karena Bryan tidak membalas kecupan itu. Ia seharusnya merasakan pedih ketika yang dilakukan pria itu hanyalah mematung tanpa melakukan apapun. Tapi ia sudah kehilangan akal sehatnya, dan diam-diam Thalia berjanji kepada dirinya sendiri bahwa hanya malam ini saja ia memperbolehkan kegilaan ini terjadi.

Dua detik kemudian, Bryan mendapatkan kesadarannya kembali dan menjauhkan tubuh Thalia darinya. "Hentikan semua ini, Thalia. Kau seperti wanita murahan yang sedang belajar untuk menjadikan pria sebagai milikmu," desis Bryan.

"Iya, aku murahan. Seperti yang kau katakan, aku memang murahan dan tidak seharusnya menyandang nama Tjandrawinata."

Thalia menarik tubuh Bryan kearahnya, memutar tubuh besar pria itu dan mendorongnya mundur hingga kaki Bryan terantuk sisi tempat tidur. Ketika Bryan mengambil posisi duduk, Thalia mendorong kembali tubuh Bryan hingga terlentang di atas tempat tidur tersebut.

Ia mencengkram kerah kemeja Bryan dan kembali berkata, "Tapi wanita murahan ini sudah berusaha untuk melenyapkanmu dan gagal melakukannya!" Thalia menunjuk dada Bryan dengan telunjuknya. "Di sini selalu sakit jika melihatmu, tapi melenyapkanmu adalah hal terakhir yang bisa kulakukan..."

"So... Teach me, Bry. Ajari aku bagaimana caranya melenyapkanmu dari hatiku. Ajari aku bagaimana bersikap sebagai Tjandrawinata sejati. Karena semua ini menyakitkan... Mencintaimu begitu menyakitkan Bryan Crawford tapi aku tidak mampu menghentikannya..."

Ketika Thalia menyusupkan kakinya diantara paha pria itu, Bryan berdesis seolah tidak suka. Ia menahan bahu Thalia agar tidak mendekat kearahnya. "Jangan membuatku marah Thalia. Kalau kau mau mendengar apa jawabanku mengenai perasaanmu. Jawabannya adalah aku tidak tertarik mengajarimu."

"Kau selalu marah, jadi apa bedanya jika aku menghentikan ini semua sekarang juga?"

"Aku tidak mencintaimu, Thalia Tjandrawinata. Never will and never be."

Bryan berharap dengan ucapan itu, Thalia akan menyudahi semuanya dan bersikap rasional. "Kau bisa melakukannya dengan Avelyn. Kau bisa melakukannya dengan wanita lain..."

"Kau bukan wanita lain."

Sejenak Thalia ingin mundur. Namun hatinya tidak mengijinkan dirinya untuk melakukannya. Jujur saja, sangat lelah berpura-pura bahwa segalanya baik-baik saja. Dan sangat menyakitkan untuk berpura-pura menjadi sesuatu yang bukan dirinya. Jika di dunia nyata, Bryan Crawford tidak akan pernah menjadi miliknya maka setidaknya Thalia bisa menciptakan 'mereka' di mimpi semalamnya.

Perlahan Thalia meraba resleting celana Bryan. Ia mulai membuka celana pria itu dengan gerakan halus sekaligus eksotis. Satu gerakan yang tidak pernah di pelajarinya. Gerakan tersebut membuat nafas Bryan tersentak, dengan nafas memburu Bryan berkata, "Kau tidak akan berani melakukannya. Aku tahu kau tidak akan melakukannya, Li. So, Stop all this crap, now!"

"Bet me, Bryan."

Lalu Thalia melakukannya.

Ia mengecup di bagian keras Bryan yang mengacung tegang. Thalia mengecup sekaligus menggoda inti pria itu hingga Bryan tidak bisa berpikir apapun selain kenikmatan yang mendadak menderanya.

Bryan tahu bahwa ia tidak akan bisa memenangkan pertaruhan ini. Andaikan ia melepaskan seluruh saham yang di milikinya... For God Sake, gairah ini membakarnya hingga menjadi abu. Gairah ini membuatnya hampir gila dan diam-diam ia mengutuk diri sendiri karena membawa Thalia ke dalam apartemennya.

Di mana Adrian tidak akan pernah datang.

Wanita itu harusnya mabuk dan orang mabuk tidak akan pernah bisa bercinta. Tidak... Thalia seharusnya tidak akan berani melakukan hal ini, desis Bryan dalam hati. Namun ada amarah yang menyusup ke dalam hatinya, pikiran liarnya menginginkan wanita itu terus menggodanya hingga ia mencapai puncak. Namun di sisi lain, Bryan ingin Thalia menghentikan kegilaan ini.

"Stop, Li. Anggap saja kali ini aku yang memohon padamu untuk menghentikan semua ini. Okay?" bisik Bryan parau.

"Shut your mouth, Bry," ucap Thalia tegas.

Lalu Thalia mencium pria itu dengan keras. Ia menyusupkan lidahnya dan mengambil setiap udara melalui lidahnya, jemarinya yang gemetar mulai membuka sederetan kancing kemeja Bryan. Ia membuka dengan gerakan pasif yang tidak berpengalaman.

"Hanya satu malam, Bry."

"Aku tidak bisa melakukannya. Kita tidak bisa melakukannya, Thalia." Bryan menutup matanya, menarik udara hingga memenuhi paru-parunya dan ia berkata lagi, "Aku tidak bisa menghianati Adrian. Dan kau tidak akan mau aku menganggapmu sebagai wanita lain, Li."

"Kau bilang akan melakukan apapun asalkan aku tidak masuk ke dalam kehidupanmu bukan? I wouldn't." Thalia menunduk dan menatap Bryan dengan pedih. "Tapi aku minta satu malam ini Bry. Karena ketika pagi datang dan menjadikan seluruh dunia ini menjadi omong kosong, aku ingin kenangan malam ini menguatkanku."

Bryan membalas tatapan wanita itu dengan datar.

"Tidak apa-apa kalau kau tidak mencintaiku besok pagi. Tapi berusahalah mencintaiku malam ini..." Thalia mengecup dada telanjang Bryan dan berbisik kembali. "Karena Bry... begitu sulit menangkap bayanganmu dan begitu menyakitkan jatuh cinta padamu namun tidak terbalas."

Dan saat Thalia kembali mendaratkan ciuman lainnya di bibir pria itu, Bryan merasa akal sehatnya sudah hilang. Bagaikan berada di dalam putaran badai, ia tidak tahu lagi arah yang benar. Satu hal yang di ketahui oleh Bryan, ia sudah kalah oleh perasaan Thalia. Ia juga sudah kalah dengan perasaannya sendiri.

Setelah melakukan percintaan hebat, Bryan yang biasanya bisa tertidur pulas kali ini melakukan hal yang sebaliknya. Ia sama sekali tidak bisa menutup matanya. Malah ia duduk di pinggir tempat tidur, mengacak-acak rambutnya dengan frustrasi dan berulang kali mengutuk dirinya sendiri. Beberapa kali ia memukul kepalanya seolah hal tersebut bisa menghukum dirinya karena telah melakukan sesuatu yang terlarang tapi sayangnya hukuman itu belum cukup untuk menyadarkannya.

Ketika ponsel Bryan berdering, ia langsung mengangkatnya hanya karena takut hal tersebut bisa membuat Thalia yang tengah tertidur pulas malah terbangun. Tanpa melihat siapa yang menghubunginya di tengah malam buta, Bryan langsung berbicara, "Crawford here."

"Thalia bersamamu?"

"She's drunk," jawab Bryan cepat.

"Mabuk dan tertidur pulas setelah percintaan hebat kalian?"

Pertanyaan yang di ucapkan oleh Warren membuat Bryan mengumpat dengan sederatan kata-kata kasar yang bisa di pikirkannya. Seriously, bagaimana bisa pria itu mengetahui apa yang baru saja mereka lakukan. Walaupun hal tersebut tidak perlu di ragukan lagi, tipikal Warren.

"Jangan bilang kau mengintip," tebak Bryan.

"Jangan bodoh. Aku tidak perlu mengintip hanya untuk mengetahui apa yang kalian lakukan berdua." Warren mendengus kencang. "Kalian berada di kamar. Berdua dan di tinggal sendirian. Apa lagi memangnya yang akan kalian lakukan? Playing poker?"

"Son of bitch!"

"Akhirnya kau melakukannya juga? Sudah kubilang Crawford, cepat atau lambat kau akan kalah dengan hasratmu sendiri." Ketika Bryan tidak menjawab ledekannya, Warren mengubah nada bicaranya menjadi lebih serius. "Kau harus bertanggung jawab, Crawford."

"Never, Tjandrawinata."

"Shit!" Warren berdesis kesal. "Kau sudah seharusnya bertanggung jawab kalau Thalia sampai hamil. Aku akan memaksamu untuk melakukannya!"

"Dan kau tahu kalau aku tidak akan pernah melakukannya, Warren. Dengar, adikmu juga tidak akan menyetujuinya. Ini hanyalah percintaan tanpa perasaan sama sekali, sama saja seperti kau dulu ketika bercinta dengan wanita random." Bryan mengepalkan tangannya dan memaksa dirinya untuk melanjutkan ucapannya. "Anggap saja ini gejolak darah muda. Atau bisa kau sebut sebagai percintaan akibat Vodka."

"You're coward, Crawford."

"Anggap saja begitu. Karena aku tidak membutuhkan adikmu ataupun menambahkan satu tanggung jawab lainnya. Bagiku Adrian sudah cukup. Lagipula beluum tentu dia akan hamil, aku selalu ingat bagaimana menggunakan pengaman, Tjandrawinata, kalau itu yang ingin kau dengar," jelas Bryan.

"She's virgin. I know it, Crawford. Dan aku tahu kalau adik perempuanku itu tidak pernah melakukannya dengan Hugh atau dengan pria lainnya. Dia terlalu sibuk mengejar bayanganmu dan sibuk untuk memulihkan hatinya yang di sakiti berulang kali olehmu."

Bryan tidak menjawab pernyataan yang baru saja di ucapkan oleh Warren. Tentu saja Bryan tahu kalau Thalia belum pernah melakukannya dengan pria manapun. Bryan selalu mengetahuinya. Sangat mengetahuinya... Namun ia tidak bisa menjawab atau merespon hal itu. Tepatnya, Bryan tidak boleh merespon.

Jadi ia hanya bisa berkata, "Oh ya?" Lalu, "Aku akan bertanggung jawab terhadap anak itu kalau memang Thalia sampai hamil. Tapi aku tidak akan menikahinya, Warren. Because you know exactly why I couldn't do it."

"Dia menginginkanmu. Dan kalau dia sampai hamil, aku akan menarikmu secara paksa ke depan altar, walaupun aku harus—"

"Good night, Warren." Bryan langsung memutuskan sambungan sebelum Warren menyelesaikan ucapannya. Kemudian tatapan Bryan terpaku pada sosok Thalia yang tengah tertidur pulas disampingnya.

Perlahan Bryan menarik tubuh tersebut mendekat kearahnya, ia mengecup lengan telanjang Thalia. Lalu Bryan menarik selimut sampai menutupi leher wanita itu dan berbisik dengan suara pelan. "Good Night, Sugar."

TBC | 24 April 2018

Holla, I'm back~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top