Setiap Salju yang Turun Tidak Pernah Sama Wujudnya

Alkisah di suatu kerajaan yang besar, seorang Ratu tengah melangkahkan kakinya di atas salju yang telah dibekukan. Sedikit tersungkur karena licin sang Ratu berpegangan pada dahan terdekat, sialnya jarinya tertusuk guratan kasar pada dahan tersebut. Ratu menurunkan tangannya dan membiarkan tetesan darahnya jatuh ke salju beku yang dia pijak.

Menahan rasa sakit, sang Ratu tidak langsung pergi dari sana. Dia menatap takjub ke darah yang menetes ke salju. "Semoga putriku bibirnya semerah darah, kulitnya seputih salju, dan rambutnya sehitam dahan ini."

Nahasnya, sang Ratu lupa, hanya mengharap sempurna fisik anaknya, tanpa mengucap doa sedikit pun tentang kepribadian anaknya.

Setahun kemudian, putri yang diidamkan ternyata benar-benar lahir, dia dinamakan Putri Salju. Sang Ratu meninggal beberapa saat setelah melahirkan.

Harta, tahta, wanita. Raja punya harta yang dia dapatkan secara turun-temurun ditambah dengan pajak rakyat. Raja punya tahta, dia adalah pemegang kekuasaan kerajaan besar yang disegani banyak kerajaan lain. Raja tahu dia butuh wanita, tetapi bodohnya dia tidak mencari wanita dari kalangan bangsawan atau kerajaan lain. Dia mengadakan sayembara di antara rakyatnya dan memilih gadis yang paling cantik. Hanya itu, hanya kecantikan.

Raja tidak melihat latar belakang dan kemurnian hatinya dikarenakan Raja tahu dia sudah tidak membutuhkan apapun selain untuk kebahagiaannya. Dia tidak membutuhkan istri yang memiliki kemampuan masak, toh dia memiliki juru masak terbaik di istananya. Dia tidak membutuhkan istri yang memiliki kemampuan administrasi, toh dia punya perdana menteri, penasehat kerajaan, dan semua sudah sesuai porsinya di kerajaannya. Oleh karena itu Raja sedikit sembrono memilih istri. Elvira namanya. Paras gadis itu memang cantik, tetapi dia juga memiliki kemampuan sihir yang apabila tidak dikontrol dengan baik akan membahayakannya.

"Cermin ajaib, siapakah yang paling cantik di dunia ini?" tanya Elvira setiap hari pada cermin yang telah dia sihir sehingga bisa menampilkan hal yang tidak bisa ditampilkan cermin biasa.

"Tentu Anda, Yang Mulia Permaisuri." Jawaban yang sama selalu menciptakan senyum yang membuat istri muda Raja makin cantik.

Tujuh belas tahun di sudut kamar kerajaan sesungguhnya tidak cukup bagi Elvira untuk memuji dirinya sendiri di depan cermin, hingga suatu hari Putri Salju yang sudah berumur tujuh belas datang.

"Masih suka berbicara pada cermin?" tanya Putri Salju sambil menggigit apel. "Butuh validasi, ya? Ayah tidak pernah memujimu seperti dia memujiku, kan?"

"Sopanlah pada ibumu," ujar Elvira dengan nada tegas. Putri salju hanya cengengesan sambil berjalan mendekati cermin. Rambut hitam legamnya berombak sangat cantik saat dia membuka sanggulnya. Dia kemudian mengangkat pisau yang sejak tadi dia gunakan untuk mengupas apel. Ya, walaupun dia seorang Putri, dia bisa mengupas apel sendiri.

Elvira mengawasi dengan sudut matanya. Putri Salju dengan cepat menyabet rambutnya dengan pisau sehingga rambutnya bondol di atas bahu. Putri Salju menyeringai melihat penampilan barunya. Elvira memekik tertahan.

"AYAAAAAAAHHHHHH!!!" jerit Putri Salju. Pengawal kerajaan segera masuk ke dalam.

"Ada apa, Tuan Putri?!" tanya pengawal dengan panik.

"Ayah mana?!" seru Putri salju setengah terisak. Elvira menatapnya tajam dengan tangan bersila di dadanya. Tidak lama kemudian Raja masuk ke kamar.

"Ada apa, Sayang?" tanya Raja panik.

"Dia!!!" pekik Putri Salju. "Dia memotong rambutku!!!"

Putri Salju lalu menangis sambil tetap bergerak anggun pura-pura memungut rambutnya. Elvira menahan napas terkejut. Raja menatapnya dengan penuh amarah.

"Kamu tahu kan kalau rambut wanita kerajaan tidak boleh dipotong?! Memang dasar manusia rendahan sudah syukur aku angkat derajatmu jadi Permaisuri!!" bentak Raja.

"Putri Salju yang ...."

"Bawa dia ke bawah!!!" perintah Raja.

"TAPI PUTRI SALJU YANG ...."

"BERANI MELAWAN, KAMU?! GANDAKAN HUKUMAN PECUTNYA!!!" bentak Raja dengan wajah merah. Elvira melengos menatap Putri Salju yang sedang pura-pura terisak. Elvira kemudian berlari dan segera menjambak rambut Putri Salju.

"ELVIRA!!!"

Putri Salju menatap riang pantulan dirinya sendiri di cermin kamarnya. Dia sudah lama mendambakan rambut pendek, tetapi tidak diperbolehkan oleh aturan kerajaan. Putri Salju sendiri sangat membenci ibu tirinya yang selalu menomor satukan kecantikan. Biarlah hukum cambuk merusak kulit cantik yang selalu ia pamerkan itu, batin Putri Salju.

"Anda seharusnya bisa lebih tegas padanya, Tuan Putri," ujar Dayangnya sambil merapikan ujung rambut Putri Salju.

"Maksudnya?" tanya Putri Salju. "Aku justru ingin mengurangi hukuman cambuknya, bukankah itu menyakitkan?"

"Anda terlalu baik, hukuman cambuk tidak ada apa-apanya dibanding hukuman kami atau para pengawal kalau melakukan sedikit saja kesalahan."

Kemudian sang dayang mulai meracau tentang hukuman-hukuman lain yang lebih mengerikan. Putri Salju menyuruhnya diam karena takut. Padahal dalam otaknya sudah muncul ide-ide yang lebih gila.

"Dia penyihir, kita semua tahu kecuali Raja," desah dayang.

"Apakah kalian tidak menyukainya karena dia penyihir? Atau karena dia cantik?" tanya Putri Salju.

"Ah, kecantikannya tidak ada apa-apanya dibanding kecantikan Anda, Tuan Putri. Kami dari dulu membenci penyihir, lagi pula mungkin saja dia tidak cantik alami, tetapi cantik disihir."

Putri Salju manggut-manggut.

"Kalau dia iri pada Anda, Tuan Putri. Anda akan berada dalam bahaya. Lihatlah rambut Anda, dia pasti iri sehingga memotongnya."

"Ah, benar, aku harus membujuk ayah untuk melihat yang sebenarnya. Ayah di mana?"

"Duduk di singgasana, ada beberapa tamu kerajaan yang akan datang."

"Aku akan ke sana, tolong pakaikan pita merah di kepalaku."

Putri Salju pun berjalan menuju ayahnya yang ternyata sedang ditemui Raja Ferdinand. Putri Salju langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Alih-alih menemuinya, Putri Salju berlari mencari Elvira.

"Elvira!" pekik Putri Salju nyelonong ke kamar Raja dan Permaisuri. Elvira sedang duduk di depan cermin. Dia menoleh dengan penuh kebencian pada Putri Salju.

"Buatkan aku ramuan cinta atau aku akan menyuruh ayah mengusirmu dari istana!" perintah Putri Salju. Elvira terbelalak.

"Aku tidak akan menuruti satu pun kalimat yang keluar dari mulut busukmu, Rotten Apple!"

"Dan ayah akan mendengar ini!" desis Putri Salju. "Cepat buat ramuan cinta!!!"

"Untuk apa?" tanya Elvira menyilangkan tangannya di dada.

"Aku ingin jadi istri Raja Ferdinand!" pekik Putri Salju.

"Tidak semua hal yang kamu inginkan harus jadi kenyataan," decak Elvira.

"Tapi sama, 'kan? Sama seperti kamu yang berusaha menjadi Permaisuri ayahku?" ledek Putri Salju.

"Dia memilihku dengan adil. Dia menyukai wajahku."

"Wajah yang kamu sihir lebih tepatnya," ledek Putri Salju. "Dasar penipu, nenek sihir."

"INI WAJAH ASLI!!! bentak Elvira dengan wajah merah padam. Hal yang paling Elvira benci adalah parasnya dihina. Elvira kemudian menggerakkan tangannya sehingga seorang pengawal masuk. " Beri Rotten Apple pelajaran, dia selalu dimanja di istana sehingga dia tidak punya pribadi baik. Tinggallah di hutan dan jaga dia, kembalilah kalau dia sudah belajar sedikit."

"HAH?! NO!!!" seru Putri Salju. Elvira menggerakkan tangannya mengeluarkan asap ungu dan melemparkannya pada Putri Salju.

"Dan dia harus menurut."

Putri Salju pun bergerak dengan kakinya sendiri diikuti pengawal untuk keluar dari istana. Elvira menyeringai puas kemudian kembali memandang cermin. Sesaat kemudian, dia menangis mengingat hinaan bahwa wajahnya hanyalah hasil sihir.

Sihir Elvira lemah karena kondisi psikis Elvira turun, Putri Salju berhasil berkelit kabur dari pengawal. Namun, dia tidak tahu jalan kembali ke istana, dia malah tersesat ke sebuah gubuk kecil. Dikarenakan Putri Salju tidak pernah jalan jauh, dia langsung tepar merebahkan diri di kasur yang ada di gubuk tersebut.

"Di sini kotor dan bau," decak Putri Salju. "Tetapi aku sudah terlalu lelah."

Berjam-jam kemudian tujuh kurcaci pulang bekerja dan mendapati Putri Salju tertidur lelap. Karena mencium keringat kurcaci yang baru datang, Putri Salju langsung terbangun.

"Siapa kamu!" seru salah seorang kurcaci.

"Aku Putri Salju!" seru Putri Salju sambil menangis. "Tolong jangan sakiti aku, aku hendak dibunuh penyihir jahat!!!"

Para kurcaci itu pun iba dan membiarkan Putri Salju bercerita. Putri Salju bercerita bahwa ibu tirinya adalah penyihir jahat, dia hendak dibunuh karena merasa tersaingi kecantikannya. Pengawal disuruh membunuh dan membawa hati dan paru-parunya, tetapi pengawal sangat baik dan membiarkannya pergi. Ketujuh kurcaci tersentuh mendengar cerita Putri Salju. Mereka membiarkannya tinggal di sana.

Putri Salju gatal-gatal tidur di sana, perutnya juga sakit karena terbiasa makan makanan higienis yang selalu diuji dulu kepada pelayannya. Kini dia tinggal di gubuk reyot, dia memikirkan segala cara untuk kembali ke istana tanpa berjalan kaki, karena kakinya sudah sangat pegal.

Putri Salju memakan apel dengan kesal, biasanya di istana dia selalu mengupasnya, tetapi pisau di gubuk itu cuma satu dan dipakai untuk semua hal, memotong segala makanan, memotong tali, mencukur rambut sangat tidak higienis. Putri Salju selalu menahan diri untuk tidak muntah, agar para kurcaci tetap melihatnya sebagai Tuan Putri yang baik hati.

"Kalian tahu," bisik Putri Salju. "Tadi ada nenek tua yang memberiku apel ini. Kasihan sekali dia katanya berjualan, tetapi belum laku."

"Nenek tua di sekitar sini? Tapi ini hutan, Tuan Putri. Apa Anda yakin itu bukan nenek sihir?"

Putri Salju pura-pura terkejut. "Pantas saja perutku terasa sakit. Oh tidak!"

Ketujuh kurcaci berdiri dan mengerubungi Putri Salju.

"Samar-samar aku pernah baca penangkalnya di kamar ibuku," ujar Putri Salju sambil terengah. "Ciuman cinta dari pangeran tampan ...."

"Kami akan mencari pangeran tampan!" seru mereka.

"Tidak perlu repot-repot, Raja Ferdinand sedang ke istana ayah, hentikan saja kalau dia hendak pulang ke kerajaannya ...."

Setelah mengatakan itu, Putri Salju menjatuhkan dirinya dengan anggun ke lantai, pura-pura pingsan. Ketujuh kurcaci yang tidak pernah belajar tentang medis langsung percaya bahwa Putri Salju kena kutuk. Mereka dengan segera mencari Raja Ferdinand.

Setelah kurcaci menceritakan semuanya ke Raja Ferdinand, beliau awalnya tidak percaya, tetapi tetap ikut ke gubuk karena penasaran dengan Putri Salju. Begitu melihat kecantikan Putri Salju yang memang sesuai standar kecantikan di kerajaannya, beliau langsung terpesona dan memberikan ciuman cinta untuk menangkal kutukan. Putri Salju segera bangun dari kepura-puraannya dengan wajah bersemu merah. Dia kemudian menangis dan mengulang cerita yang dia ceritakan pada kurcaci.

"Saya akan melamar Anda dan berjanji akan menghukum ibu tiri nenek sihir itu," ujar Raja Ferdinand sambil bersimpuh di depan Putri Salju yang masih menangis. "Kita akan membangun hubungan kekeluargaan antara kerajaan ayah Anda dan kerajaan kita berdua. Tanpa nenek sihir jahat lagi."

"Benarkah?" tanya Putri Salju.

"Iya, saya berjanji," bisik Raja Ferdinand sambil mengecup punggung tangan Putri Salju.

"Bagaimana dengan Kurcaci baik yang selalu menolongku?" tanya Putri Salju.

"Anda benar-benar berhati salju, Tuan Putri!" pekik kurcaci.

"Kita akan berikan wilayah untuk mereka di istana kita," ujar Raja Ferdinand.

"Jangan!" seru Putri Salju. Lalu dengan cepat melanjutkan, "Mereka yang terbaik di hutan ini, biarkan mereka mengelola dan menikmati hutan ini, bantu fasilitasi mereka dengan apa saja yang mereka butuhkan, tetapi tetap di sini."

"Anda benar, Tuan Putri, kami hidup untuk bekerja," ujar kurcaci yang paling muda.

"Anda benar-benar cerdas dan baik hati," ujar Raja Ferdinand. "Kita harus segera mengadakan acara pernikahan."

"Ada satu permintaanku," ujar Putri Salju.

"Saya berjanji akan mengabulkannya," ujar Raja Ferdinand menatapnya penuh cinta.

"Ibu tiriku harus menari di pernikahan kita dengan sepatu besi yang baru keluar dari bara api. Dia suka menari, aku ingin akhir hayatnya bukan hukuman gantung atau hukuman pecut, tetapi tarian kesukaannya."

"Apapun untuk Anda, Tuan Putri."

Elvira tahu dari dulu, dia mungkin memiliki kepribadian Narsisme. Namun, dia juga tahu dari dulu kalau Putri Salju memiliki gabungan kepribadian Psikopati dan Machiavellianisme. Walaupun Elvira memiliki sihir, Elvira sama sekali tidak berbahaya dibandingkan Putri Salju.

Kini, Elvira menahan napas menatap sepatu membara di depannya, dengan Putri Salju digandeng erat oleh Raja Ferdinand serta ayah Putri Salju yang dulu selalu menatapnya dengan penuh cinta kini menatapnya dengan jijik. Putri Salju sendiri terlihat polos, tidak ketakutan dan juga tidak kasihan sama sekali. Elvira merintih, Putri Salju-lah penjahat utamanya, tetapi menulis kisah seakan-akan dia pemeran utama paling baik di dunia.

"Berhati-hatilah kalian pada jenis manusia seperti itu, manipulatif," ujar Elvira sambil berusaha melapangkan dadanya yang sangat sesak dipenuhi kebencian.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top