Aku Menjadi Bawang Putih
"Bawang Putih di mana kau?! Cepat bantu kami membawa semua belanjaan ini!"
Lamunanku buyar setelah mendengar teriakan seorang wanita yang sepertinya dari rumah sebelah. Memang biasanya orang dari rumah sebelah itu sering bertengkar dengan tetangga lain. Tapi yang lebih penting, kenapa aku tiba-tiba sedang memegang lap sekarang?
"Bawang putih! Jangan membuatku marah, cepatlah kemari!" tambah suara seorang gadis kemudian.
"Kau sedang mempermainkan ibumu, hah?!" wanita yang kukira masih di luar rumah berteriak tepat di ujung telingaku sembari menariknya dengan kasar.
"Ibu siapa? Kamu siapa?" aku bertanya sambil menyingkirkan tangan wanita yang sudah terlihat beberapa uban di rambutnya. Namun, bukannya memberiku jawaban, wanita itu menyeretku ke dalam sebuah ruangan gelap dengan pintu kayu usang yang ujung-ujungnya sudah dimakan rayap.
"Renungilah kesalahanmu sampai besok!" tegas sang wanita sebelum menutup pintu dengan kasar.
Sebenarnya apa yang terjadi?
Hal terakhir yang aku ingat, aku sedang membaca novel di kamar dan tidak ada hal lain yang kulakukan lagi setelahnya.
Jika kupikir-pikir lagi, interior rumah ini sangat jauh berbeda dengan rumahku. Sebelumnya aku melihat banyak barang yang terbuat dari tanah liat dan anyaman. Lantainya pun terbuat dari kayu. Sebenarnya di mana aku ini? Apa aku sedang bermimpi?
Dari jendela, kulihat seorang gadis dengan rambut hampir sepinggang tengah merangkai bunga di halaman. Tapi, ada yang aneh, rumah ini lebih tinggi dari rumahku. Gadis di depan itu jadi kelihatan lebih kecil.
Gadis itu lalu menolehkan mukanya, melihatku dengan angkuh dan kembali merangkai bunga. Tidak lama kemudian, gadis lain datang dengan pakaian yang bagus dan aksesori-aksesori cantik yang menempel di tubuhnya. Mereka tampak mengobrol selama beberapa saat sebelum gadis dengan pakaian cantik itu pergi dan gadis bersurai panjang masuk ke dalam rumah.
"Ibu!" kudengar teriakan seseorang dari luar kamar.
"Kenapa? Hmm?"
"Aku ingin anting baru."
"Bukankah kau baru membelinya kemarin?"
"Tapi itu masih kurang bagus dengan yang lain," rengeknya yang membuat aku merinding geli.
Dari suaranya, seharunya gadis itu sudah beranjak remaja. Apa dia orang yang sama dengan yang kulihat di luar?
"Besok kita beli, ya."
"Terima kasih Ibu." Setelah itu tidak ada pembicaraan lagi dan gadis itu sepertinya kembali ke luar karena aku mendengar suara decitan kayu tidak lama kemudian.
Apa yang baru saja kudengar? Padahal anting yang dia gunakan juga bagus-bagus saja. Tapi yang lebih penting dari itu, siapa aku?
Jika tidak salah, saat aku mendengar wanita itu mengatakan "bawang putih" saat aku baru tersadar tadi. Jika kuhubungkan dengan kejadian sejauh ini, sepertinya aku berhalusinasi masuk ke dalam dongeng atau aku benar-benar sedang bermimpi sekarang, jadi lebih baik aku tidur agar bisa menyelesaikan mimpi aneh ini dengan cepat.
*
"Bawang putih! Hei, sejak kapan kau jadi pemalas seperti ini?!" sebuah suara menyadarkanku dari tidurku.
"Kau belum menyelesaikan cucianmu?" tanyanya lagi.
"Cuci saja sendiri," ucapku setengah sadar.
Tidak lama, tubuhku ditarik. Namun sebelum jatuh, aku menurunkan kakiku dengan cepat dan berdiri. Kantukku tiba-tiba hilang diganti dengan amarah. Bisa-bisanya orang ini membangunkanku dengan kasar. Di rumah saja aku tidak pernah diperlakukan seperti ini.
Sebentar ... itu artinya aku belum kembali kan?
"Kenapa kau menatap ibumu dengan tidak sopan begitu?!" tanya orang di depanku dengan mata melotot dan kedua tangan disilangkan di dada.
Enggan menjawabnya, aku lalu pergi, mencari sesuatu yang bisa kumakan, meninggalkan wanita yang membangunkanku dalam keadaan marah. Biar saja ia cuci pakaiannya sendiri. Namun, gara-gara perilaku yang kutunjukkan juga, ia membalik tubuhku dengan kasar sebelum tanganku meraih tudung saji.
"Jangan menggangguku, jika ingin bajumu bersih, cuci saja sana sendiri," jawabku sambil mengayunkan telapak tangan.
Tidak lama kemudian, seorang gadis yang sepertinya Bawang Merah datang, mungkin ia mendengar keributan yang terjadi di dalam rumah. "Apa yang terjadi di sini?" tanyanya.
"Bukan urusanmu."
"Apa kau bilang?!" Bawang Merah menarik rambutku keras. Baik "ibu" maupun Bawang Merah sepertinya tidak bisa diajak bicara baik-baik.
"Bagaimanapun, ini rumah yang ditinggalkan ayahku, kenapa kalian ini sangat tidak tahu diri? Sudah untung aku membiarkan kalian tinggal di sini, tapi masih saja menyuruh ini-itu," ucapku yang tanpa sadar membuat mereka semakin marah.
"Kau anak yang tidak tahu diri. Aku sudah mengasuhmu dari kecil dan ini balasanmu?!"
Jadi benar begitu. Seharusnya aku bisa menguasai rumah ini jika dua orang ini bisa tunduk padaku. Aku bisa kesampingkan dulu bagaimana aku tersesat di dongeng ini dan bermain-main sebentar.
"Jika tidak suka, Ibu dan Bawang Merah bisa pergi." keduanya terdiam lalu pergi entah ke mana. Mungkin mencuci.
Aku kembali mencari lauk untuk dimakan, setelah itu aku pergi ke luar.
Suasana di sini jauh berbeda dengan tempat tinggalku dulu. Rumah-rumah dibuat dari kayu dan tidak begitu banyak orang. Lapangan hijau terbentang luas dengan ayam-ayam yang berlarian tidak jauh dari kerbau yang sedang memakan rumput.
Jika di dalam komik, biasanya seseorang masuk ke dalam tubuh tokoh utama setelah membaca novel terakhir. Namun, aku di sini sekarang, berada dalam dongeng yang kubaca saat masih di sekolah dasar. Siapa yang sekiranya dapat membantuku untuk keluar dari sini setelah bermain-main?
Jika kuingat lagi, seharusnya ada seorang nenek yang tinggal di dalam gua. Nenek pemberi labu berisi emas, satu-satunya karakter yang tidak masuk akal sejauh aku membaca dongeng ini. Tapi, di mana sekiranya aku dapat bertemu dengannya? Apa aku harus mencuci di sungai terlebih dahulu?
Daripada aku pergi ke sungai sendirian dengan keberadaan sang nenek yang belum pasti, lebih baik aku suruh bawang merah untuk mencuci di sungai besok dan menjatuhkan baju miliknya saat ia sedang lengah kemudian mengikutinya dari jauh.
Masih ada banyak waktu sebelum besok, kira-kira apa yang harus kulakukan ya? Aku seringkali membaca tokoh dongeng yang pergi ke pasar dan membeli barang-barang bagus. Apa aku coba ke sana ya?
"Bawang Merah!" panggilku dari halaman, namun tidak ada jawaban.
"Bawang Merah!" panggiku lagi, tapi hasilnya sama, tidak ada respon sama sekali, jadi aku memutuskan untuk masuk ke dalam dan mencarinya.
Dari tengah rumah, kulihat sebuah pintu kamar terbuka, memperlihatkan Bawang Merah yang sedang behias. Aku memanggilnya beberapa kali dan dia sedang sibuk berhias. Benar-benar.
"Antar aku ke pasar," ucapku yang masih dihiraukannya.
Aku berjalan menuju lemari, mengambil beberapa pakaian dari sana dan berniat membawanya ke kamarku. Aku akan menggunakan salah satu pakaian ini untuk pergi. Pakaian milik Bawang Putih yang asli pasti tidak bagus jika digunakan keluar.
"Apa yang kau lakukan?!" tanya Bawang Merah marah. Jika seperti ini dia baru bersuara, memang harus dipancing dulu.
"Aku mau ke pasar."
Bawang Merah berjalan ke arahku dengan kaki yang disentakkan dan merebut semua pakaian yang sedang aku bawa. "Ini milikku!"
"Aku tuan rumahnya sekarang, semua yang ada di rumah ini itu milikku. Kau mau kuusir?" aku kembali merebut semua pakaian yang dipegang Bawang Merah.
Bawang Merah melepaskan genggamannya lalu mendorongku pergi dan membanting pintu. Kalau begini, siapa yang akan mengantarku ke pasar? Tidak ada ingatan dari Bawang Putih yang asli meskipun aku menjadi dia sekarang.
"Antar aku ke pasar, kalau tidak, semua pakaian ini akan kubakar. Aku tunggu sampai aku selesai berganti baju," kataku di depan kamar Bawang Merah.
Tidak lama kemudian, kutemukan Bawang Merah sudah berdiri di luar. Sepertinya dia benar-benar takut aku akan membakar pakaiannya.
Aku dan Bawang Merah lalu pergi ke pasar menggunakan kereta kerbau. Kupikir aku bisa berjalan kaki, namun sepertinya jarak dari rumah ke pasar cukup jauh.
Di perjalanan, aku bertemu dengan banyak orang dan melihat budaya yang sangat berbeda dengan dunia tempat aku tinggal kemarin. Lingkungannya juga masih sangat asri. Sangat sulit untuk menemukan hal seperti ini lagi setelah aku menemukan cara untuk pulang.
Menikmati pemandangan membuatku hampir tidak merasakan jenuh saat berada di perjalanan. Aku lalu turun setelah sampai meskipun masih ingin berjalan-jalan. Kemudian, Bawang Merah mengikutiku setelah membayar.
Dari banyaknya hal di pasar, mataku langsung tertuju pada berbagai aksesori berkilau tak jauh dari tempatku berdiri. Indah sekali. Aku membeli beberapa dan menyerahkan barang belanjaanku pada Bawang Merah.
Selanjutnya, aku membeli beberapa pakaian yang terus dilihat oleh Bawang Merah selama kami berjalan-jalan. "Ini milikku," kataku menekankan setelah menitipkan pakaian-pakaian itu pada Bawang Merah. Mukanya yang terlihat kusut membuatku puas.
*
"Mulai sekarang, kau yang akan mencuci di sungai." aku menunjuk Bawang Merah setelah ibunya pergi ke pasar.
Sekarang waktunya aku melakukan misiku. Meskipun banyak hal yang belum kucoba, ketidaktahuanku akan keadaan tubuh asliku membuatku penasaran. Jika baik-baik saja, aku akan tinggal di sini lebih lama namun jika ternyata hari sudah berganti di sana aku harus segera kembali.
"Aku akan melihatmu saat mencuci. Jika kau membuang pakaianku, akan kudorong kau ke sungai."
Bawang Merah membawa sebakul pakaian di depanku. Kelihatannya berat, tapi biarlah. Dia juga harus merasakan menjadi Bawang Putih yang asli.
Aku memperhatikan Bawang merah selama beberapa waktu. Tangannya yang tidak terbiasa mencuci sepertinya kesulitan. Kalau begitu, seharusnya aku tidak perlu repot membuang salah satu baju ke sungai, bajunya akan hanyut sendiri jika Bawang Merah tidak terbiasa seperti itu.
"Cuci yang benar!" sentakku, membuat Bawang Merah kaget dan melepaskan baju yang ada di tangannya.
"Ambil," kataku menunjuk baju yang hanyut dengan kepala.
"Tapi bajunya ...."
"Aku tidak peduli kecuali kau bisa menggantinya. Tapi memangnya kau bisa ganti?"
Kulihat Bawang Merah mengepalkan tangannya, menahan marah, lalu pergi mengejar baju yang hanyut. Aku lantas mengikutinya dari kejauhan agar Bawang Merah tidak menyadari aku berada di belakangnya.
Sebenarnya aku bisa melakukan ini hal ini sendiri, namun aku harus memastikan bahwa gua yang diceritakan dalam dongeng ini benar. Setelah Bawang Merah keluar dari gua dengan membawa labu, aku baru akan memasukinya. Jika tidak, untuk apa aku masuk ke gua gelap hanya untuk membawa kembali sepotong kain?
Bawang Merah sudah masuk ke dalam gua. Kini, aku tinggal menunggu apakah Bawang Merah kembali hanya dengan membawa baju yang hanyut atau membawa sebuah labu yang entah apa isinya. Sepertinya gadis itu belum berubah dan tahu diri, hanya menahan emosinya saja agar tidak kuusir.
Bawang Merah kembali dengan sebuah labu berukuran besar. Artinya, ada seseorang di sana karena tidak mungkin ada labu yang tumbuh di dalam gua.
Aku masuk ke dalam gua setelah Bawang Merah tidak terlihat lagi. Di sana, aku menemukan seorang wanita tua yang tengah mengambil beberapa ranting. Ia lalu melihatku dan tersenyum, "Nak, bisakah kamu membantu nenek?" tanyanya.
"Ya," balasku. Jika aku menolak, mungkin wanita tua ini tidak akan menjawab pertanyaanku, tapi jika ia tidak memiliki jawabannya pun tidak ada ruginya aku membantu sedikit pekerjaan remeh.
Tiba-tiba gua gelap yang kumasuki menghilang, namun aku masih berdiri di sungai dangkal yang sama dengan yang berada di gua tadi. Ini mustahil, tapi mengingat nenek ini cukup misterius, aku tidak kaget.
Sang nenek memintaku untuk memeras pakaiannya karena ia sudah tidak kuat untuk melakukan itu dan meggosok pakaian yang tersisa. Nenek itu lalu tersenyum setelah aku menyelesaikan pekerjaannya.
"Aku memiliki dua buah labu, ambilah satu, Nak."
"Aku tidak akan mengambil satu labu pun, tapi beri tahu aku cara untuk kembali."
"Dunia ini aneh, semuanya berjalan normal kecuali saat aku bertemu denganmu. Tiba-tiba aku berada di tempat yang berbeda. Seperti mimpi, tapi sebelum ini, semuanya berada di alur yang masuk akal." Aku melanjutkan.
"Apa maksudmu Nak? Jika kamu bermimpi, bukankah tinggal bangun saja?" tanya Nenek itu sambil berjalan mendekatiku membuatku refleks mundur dan terjatuh ke sungai.
*
Aku bangun dengan napas memburu. Kulihat lampu di atasku tidak asing, begitupun dengan interior kamar yang penuh dengan stiker-stiker hewan berbulu.
Aku kembali.
Bagian terjatuh dari mimpi memang tidak pernah gagal membuatku bangun.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top