9. Kartu Tanda Mahasiswa
Gavin ambruk di ranjangnya yang empuk dan besar, malam ini ia memilih pulang ke rumah setelah tiga Minggu berturut-turut ibunya merayu. Menjanjikan kepiting saus tiram yang merupakan makanan favorit Gavin sebagai hidangan spesial jika pemuda itu bersedia meninggalkan kamar indekosnya. Sebenarnya jarak antara rumah Gavin dan kampusnya tak terpaut begitu jauh, hanya perlu setengah jam untuk sampai. Hanya saja pemuda itu beralasan bahwa ia susah bangun pagi, sehingga tinggal di indekos yang letaknya hanya berpaut lima menit dari kampusnya jadi pilihan pemuda itu.
Mau tak mau ibunya setuju, meski Gavin sendiri harus merengek selama awal semester agar dikabulkan. Pemuda itu mengelus perutnya yang benar-benar penuh sekarang. Nyatanya sang ibu memasakan makanan besar-besaran hari ini. Tak hanya kepiting sebagai menu utama, tapi juga lengkap dengan masakan seafood lainnya. Mendadak ponselnya bergetar, pemuda itu melompat ketika teringat bahwa yang terdengar di telinganya kemudian adalah nada dering yang telah ia pasang di alarm untuk menandai show acara melukis favoritnya.
Setelah menatikan alarm, ia mengambil laptop dan ponsel, lantas kembali duduk dengan nyaman di atas kasur. Lengkungan di bibir Gavin bertambah lebar, ia streaming tepat waktu. Musik pembukaan baru saja terdengar. Sepersekian detik, Gavin ikut bersenandung dalam hati, lantas tangannya bergerak-gerak seolah sedang mempraktekkan cara melukis dipamerkan orang dalam video. Gavin bahkan berteriak tertahan saat pelukis itu memadupadankan berbagai warna, menimbulkan gradasi yang indah. Ia memang tak bisa bebas berekspresi jika sedang di rumah. Sebab takut jika hal itu malah terdengar oleh sang ayah yang ruang kerjanya berada tepat di sebelah kamar Gavin.
Namun, pemuda itu merasa cukup puas dengan begini saja. Tapi kebahagiaan tak bisa bertahan lama, Gavin hampir mengumpat ketika sambungan wifinya mendadak putus. Pemuda itu mencoba login berkali-kali dan selalu gagal. Ia berdecak sekali. Meski malas, tubuhnya tetap berdiri, dan berniat mencek apa yang salah dari wifi di rumahnya. Namun, saat pemuda itu berbalik, ia menyaksikan hal yang lebih gawat dari pengumuman perang dunia ketiga. Seorang pria dengan pakaian tidurnya tengah berdiri angkuh di depan pintu, lengkap dengan kedua tangan yang mencengkram pinggang dan tatapan mengintimidasi.
Tanpa sadar, Gavin meneguk ludah takut-takut. Semangatnya yang tadi membara jadi padam seketika. Pemuda itu tak henti merutuki kebodohannya yang tidak mengunci pintu. Dengan senyum canggung ia beringsut menghampiri laptop dan mematikannya perlahan.
"Sudah berapa kali papa bilang?"
"Maaf, Pa."
"Papa beri waktu dua puluh menit, kamu renungi kesalahan kamu," kata pria itu dengan suara beratnya.
"Setelah itu datangi papa di ruang kerja."
Gavin sudah terbiasa dengan hal itu. Entah kenapa, ayahnya selalu memberi jeda waktu sebelum akhirnya memarahinya habis-habisan. Saat pintu itu kembali ditutup, Gavin melompat untuk menguncinya. Setidaknya ia harus pemanasan sebelum mendapatkan cemoohan. Ia punya dua puluh menit untuk bersantai. Pemuda itu kembali membuka laptopnya dan menonton.
"Ah, dasar Papa!" rutuknya saat monitor menampilkan informasi bahwa kata sandi yang ia masukan salah. "Cepet banget digantinya."
Karena tak ada lagi yang bisa ia lakukan, Gavin memilih keluar. Menuju ruang kerja ayahnya yang rupanya kosong. Ia pikir, ayahnya akan datang sebentar lagi, jadi pemuda itu memilih duduk di kursi. Memerhatikan buku-buku yang bertumpuk di meja. Sampai matanya menangkap foto seorang gadis. Gavin tersentak saat menemukan benda yang rupanya kartu tanda mahasiswa atas nama Garnish di sana.
Dahinya makin mengernyit saat melihat 15 Desember yang tertera di kartu itu sebagai tanggal lahir Garnish. Persis seperti yang juga tertulis di kartunya. Ulang tahun mereka sama-sama besok. Mendadak pemuda itu mendapat ide.
"Gav, ayo keluar, kita bakar-bakaran," suara seorang wanita yang biasa Gavin sebut sebagai mama itu mengagetkan Gavin.
"Bakar rumah, Ma?"
"Bakar semangat, dong."
Gavin tertawa, benar-benar tawa senang karena dia terselamatkan. Ayahnya tidak punya waktu untuk mengomel karena ibunya tentu tak ingin suasana hari ini jadi buruk. Hal yang paling Gavin sukai dari ayahnya adalah rasa cintanya yang dalam pada sang ibu, di balik ketegasan yang selalu diperlihatkan pria itu, dia juga punya sisi lembut. Saat tiba di halaman belakang, Gavin melihat ayahnya telah duduk dengan tenang di depan pembakaran yang memajang udang dan cumi bakar, sisa kekalapan ibunya saat berbelanja.
"Kuliah kamu lancar, kan?" tanya pria itu saat Gavin turut membantunya mengipas bara api.
"Lancar dong, Pa. Makin baik malah."
Ibunya yang baru datang dengan beberapa piring di tangan tak mau ketinggalan untuk menyahut, "Anak siapa dulu, Pa. Oh ya, semester kemaren IPK kamu 3,5, kan? Minta hadiah gih sama Papa, besok Gavin kan ulanh tahun."
"Emang boleh, Ma?"
"Iyalah, harus diapresiasi, gini deh, kalau semester ini ipk kamu 3,9 nanti kamu boleh deh beli kanvas sama kuas."
"Gak bisa!" Papa Gavin menginterupsi sebelum pemuda itu melanjutkan kegembiraannya. Ibunya dan Gavin hanya bisa salin pandang. "Empat," lanjut sang ayah kemudian. "Kalau bisa dapat empat, baru papa bolehin."
Mata Gavin kembali berbinar. Ia tahu bukan hal mudah untuk mendapatkan persetujuan dari pria itu. Jika hanya masalah nilai, maka masih bisa Gavin usahakan untuk dicapai. "Se-serius, Pa?"
"Papa kan gak pernah bohing, Gav," sahut ibunya lebih dulu.
"Iya Ma, Pa maksih banget."
Gavin menikmati malam itu dengan damai. Ia bahkan rela menawarkan diri untuk membakar semua hidangan dan membiarkan ayah serta ibunya menjadi raja dan ratu semalam. Bahkan saat memasuki kamar setelah acara mereka berakhir, hati pemuda itu masih dipenuhi bunga-bunga. Ia tak tahu apa yang membuat ayahnya bisa melunakkan hati, meski besok adalah ulang tahunnya, pria itu tak pernah memberi toleransi sebelumnya.
Namun, daripada berlarut-larut mempertanyakan alasan itu, Gavin kembali teringat pada kartu tanda mahasiswa milik Garnish, ia merogoh ponsel, mengirimkan foto yang tadi buru-buru ia ambil sebelum sang ibu memanggil. Lantas mengirimkannya lewat chat. Tak berselang lama, pesan itu langsung mendapatkan balasan.
Garnish: Loh, kok ktm gue ada di lo?
Gavin: Gue colong dari ruang kerja Papa gue
Garnish: Ih, lo anaknya Pak Toto?
Gavin: Iya, baru tahu?
Garnish: Enggak heran, sih. Sama-sama nyebelin
Gavin: Eh, awas lo ya, gue capture terus kirim di grup keluarga gue biar nilai nata kuliah lo semester ini C-
Garanih: Jangan kodok!
Gavin: Yee ngeledek
Garnish: Sorry, jangan please
Gavin: Besok Minggu, jalan yuk
Gavin melompat ke kasur, berbaring telentang sembari mengetikkan kata demi kata di layar ponselnya yang menyala, jadi satu-satunya penerangan dalam kamarnya yang gelap karena sudah mematikan lampu.
Garnish: Merinding gue
Gavin: Wkwk gue serius, nih. Lo besok ultah, kan? Gue juga. Tuker kado, yuk
Garnish: Eh serius kita ultah barengan?
Gavin: iya, makanya ayo
Garnish: Gak bisa:(( Gue harus urus pesanan bento gue
Gavin mendadak kecewa. Padahal dia sudah lama sekali menunggu momen seperti ini, hal yang dulu pernah ia lalui bersama seseorang. Saling memberikan kado karena ulang tahun mereka sama. Karena itu saat mengetahui fakta bahwa Garnish juga berulang tahun besok, Gavin berharap bisa mengulangi lagi memori masa lalu. Tapi ia salah, Garnish jelas bukan orang itu.
Namun, setelah satu helaan napas, Gavin kembali tersenyum. Setidaknya janji yang baru saja diucapkan ayahnya bisa menjadi kabar baik yang menjadi hadiah terindah, lebih dari apa pun. Pemuda itu mencoba memikirkan hal apa yang harus ia berikan pada sang ibu sebagai balas jasa. Tanpa membalas pesan Garnish, Gavin memilih berbaring santai, menikmati semilir angin malam yang masuk lewat jendela kamarnya yang sengaja tak ditutup. Mengantarkan pemuda itu pada mimpi yang panjang.
[To Be Continue]
Hai, selamat malam tahun baru semua. Sejauh ini, gimana pendapat kalian tentang cerita Garnish?
Harapan untuk tahun 2021, semoga Garnish bisa hadir dalam versi cetak, wkwk. Kalau kamu mau apa tahun depan? Boleh loh cerita di kolom komentar. See you on next chappy, guys.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top